"Apa?"
Yazid mematung baru saja mendengar penuturan pelayan yang beberapa menit yang lalu ditemuinya di dapur.
Pelayan mengangguk pasti, "ini permintaan Nona Muda sendiri."
Rangkaian bunga panjang melilit leher Yazid tampak menjuntai bergoyang-goyang di tangga yang dinaikinya, ia tengah memasang rangkaian bunga di tembok-tembok lorong antara ruang tengah dan dapur sendirian.
Lalu pelayan datang dan bilang Nona Muda baru saja menelpon, menyuruh tukang tadi yang harus mengantarkan makan siangnya. Tentu saja Yazid terkejut.
"Aku bukan pelayan, tugasku hanya tukang di sini."
"Aku tau. Lagipula semua tak ada hubungannya denganmu," wajah pelayan itu memelas. "Tapi kumohon bantu aku anak muda, dia sedang sakit. Mana mungkin aku menolak permintaannya?"
Nampaknya pelayan ini sudah sejak kemarin dibuat repot dengan Nara yang tak mau makan, sekalinya mau menyuruh tukang dekor untuk membawakan makanannya. Kan, ada si Theo? Kenapa tidak dia saja?
Yazid mengalihkan pandangan. Haruskah dia?
Sekelibat wajah garang Zaffar melintas membuat Yazid merasa menjadi tawanan sel yang dipelototi polisi. Ia merasa merinding sedikit.
Seperti tidak mungkin menemukan kebebasan dalam sel, seperti itu juga kemungkinan Yazid bisa kembali sekedar bicara dengan Nona Muda ini.
'Tetapi Nara harus makan sesuatu.'
Yazid menggeleng menyadari pikirannya.
'Tidak bisakah dia hanya makan tanpa memberikan syarat apapun? Aku bisa berbuat apa?'
Tiba-tiba dia merasa merana.
'Orang kaya kadang suka semena-mena, Bhaiya. Mereka seakan merasa dunia berputar di sekitarnya saja.'
Entah mengapa keluhan Shabaz melintas di otak Yazid, Shabaz mengatakan itu ketika Ali tertabrak oleh mobil sport yang melaju ugal-ugalan. Bukannya bertanggung jawab, pemilik mobil itu malah menyalahkan Ali karena sudah tahu ada mobil lewat tetap saja mengayuh sepedanya. Dunia memang tak adil. Shabaz menambahkan.
"Kau tidak akan mematung sampai kari di dapur menjadi dingin, 'kan?"
Interupsi pelayan menyadarkan Yazid dari lamunan, dia masih di atas tangga dengan karangan bunga melilit lehernya.
Yazid mendengus, akhirnya mengangguk pasrah seketika membuat pelayan senang.
"Sebenarnya apa maumu, Nara?"
•••••
'Tidak akan kubiarkan kau pergi tanpa bicara apapun padaku, Yazid!' Nara menggerundel dalam hati.
Sementara Theo di sana mulai melukis sesuatu untuknya. Bersikap ramah dan berusaha terus menghibur.
"Kau tau apa impian terbesarku ketika aku memulai karirku sebagai seniman kelak, Nara?"
Nara menoleh setelah menatap jauh arah jendela, Theo bertanya.
"Seingatku dulu kau lebih tertarik pada band daripada melukis sesuatu," jawab Nara gamblang. "Sudah berubah, ya?"
Theo terkekeh menghentikan gerak kuas di tangannya.
"Kau masih ingat?"
"Tentu. Kau bilang pada siapapun katamu."
"Sejujurnya hanya dirimu," sahut Theo. "Dulu aku masih gengsi untuk memberitahumu bahwa-
KAMU SEDANG MEMBACA
Jahanara
Teen FictionJahanara Begum menyukai warna, sudah banyak warna ia oleskan ke kanvas putihnya dan menciptakan lukisan yang begitu orang-orang puji. Yazid memberikan kesan lebih indah dalam warna hidupnya, menjadikan merah lebih merona dan kuning semakin cerah...