17 • Pulang

10 3 4
                                    

Senja membiaskan warna jingga kemerahan di langit, seperti warna yang tumpah di atas kanvas biru muda dengan siluet burung-burung beterbangan kesana kemari memamerkan sayap dan kebebasan kepada manusia.

"Sepasang kekasih," Aru memperhatikan dua burung yang bertengger di pohon dari balkon.

Apabila yang satu terbang pindah ke kabel-kabel burung satunya akan ikut, terbang pindah di atap rumah, diikuti juga, sampai seterusnya. Hingga dua burung akhirnya hinggap di pagar besi balkon apartemen Aru. Tidak jauh dari dia duduk.

"Ya. Siapa yang mencintai diantara kalian?"

Aru mengukir senyum, suaranya lirih dan lembut kepada kedua burung yang dipanggi sepasang kekasih barusan.

Tahu tidak mungkin kedua burung menjawab Aru terkekeh sebentar.

"Kalau di ceritaku, akulah yang mencintai. Sejak dulu. Tapi kenapa akhir-akhir ini perasaanku padanya semakin dalam? Rasa takut kehilangannya mengusik hari-hariku, burung. Ada apa denganku?"

Mata Aru menatap jauh langit, mata bulatnya memantulkan cahaya senja merah yang cantik.

"Dua belas tahun aku berbagi kehidupan dengan Yazid. Kepadanya kesedihan dan sukacitaku berlabuh memberikan ketenangan, dia adalah ketenanganku. Yazid, dia penenangku."

Kedua unggas itu tidak beranjak dari tempat seperti sebelumnya dilakukan. Aru menaruh percaya kalau mereka mendengarkan.

Dalam satu kedipan, setetes bening air mata keluar dari ujung mata Aru. Hatinya mendadak terasa ditusuk jarum kecil yang menyakitkan.

"Jika dia benar pergi, tidak ada lagi yang akan membantuku membersihkan sampah apartemen setiap minggu, atau memberikan gulab jamun ketika aku menangis, tak ada lagi yang menemaniku melukis di sini, mendengarkan seksama ceritaku, dan memboncengku menyusuri jalan Kota Delhi, para tetangga akan bersedih dan bilang ia merindukan kehadiran Yazid di sini, kehangatan dan keramahannya.." Aru menarik napas dalam,

"Dan dalam hati aku hanya bisa bilang kalau aku juga merindukan kehadirannya. Selalu. Tapi juga tak bisa berbuat apa-apa."

Tadi Bibi Neetu yang bilang kalau Paman Yusuf sekeluarga akan segera pindah. Bibi juga bilang mereka sudah mendapatkan apartemen yang biaya sewanya lebih murah dan dekat dengan terminal tempat Paman Yusuf bekerja. Itu berarti jauh dari apartemen sekarang ini tempatnya.

Aru sudah merasa sesuatu akan terjadi ketika, dia memeluk Yazid dari belakang tempo hari yang lalu. Rasanya sesuatu yang berharga akan kembali meninggalkan Aru jauh. Hatinya ada di ruang hampa, ia merasa tenggelam dalam lautan dan berteriak kencang.

Tetapi siapa yang bisa mendengar teriakan orang tenggelam seberapa kencang berteriak?

Lalu kabar ini terdengar.

"Dia akan pergi dan aku tetap di sini. Meski lebih dari setengah hidup kami saling berbagi, kami tetap punya kehidupan masing-masing yang salah seorang tak bisa ikut campur di dalamnya. Aku tak berhak mencegah, burung."

Suara Aru lirih, dia menatap kedua burung yang tetap bertengger awet.

Tak ada yang tertarik mendengarkan ceritanya kecuali Tuhan dan Yazid, akhir-akhir ini ada Nara. Namun peran Nara hanya sampai di situ. Nara tak bisa menggantikan posisi Yazid sebagai sahabat terdekat bagi Aru bagaimanapun keduanya berusaha. Ada beberapa hubungan yang tidak bisa digantikan dengan orang lain.

Aru menyeka air mata, "mungkin kalian harus sering mampir. Tak ada teman bicara kalau Yazid pergi."

Ya, setidaknya Aru akan tahu apa alasan Yazid dan keluarganya mendadak berencana pindah. Yazid masih akan pulang dan bercerita pada Aru di balkon seperti biasa. Menceritakan pekerjaan dan membawakan manisan untuk Aru.

JahanaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang