15 • Apa yang Ingin Kau Katakan?

12 2 0
                                    

Cerita sebelumnya: teman-teman Nara tiba dari London untuk menghadiri pernikahan Zaffar termasuk Theo, cinta masa kecil Nara. Yazid yang bertugas mendekor taman tanpa sengaja melihat Nara dan teman-teman bercengkerama ria, ketika Nara berjalan menghampiri Yazid Nara pingsan tiba-tiba dan membuat semua panik.

•••••

"Kau,"

Setibanya Yazid di rumah ayah memanggil dari ruang tamu. Malam ini hujan kembali deras dengan suara rintik ramai dan kilat-kilat cahaya petir.

Yazid basah kuyup karena lupa membawa mantel, sementara ayahnya mengkode ia untuk berhenti di depan pintu dahulu.

"Kemana saja seharian ini?" Langkah ayah diiringi gemuruh di luar sana. Ia melangkah perlahan mendekati Yazid yang kedinginan.

"Pak Manaf memberiku pekerjaan beberapa hari kedepan."

"Dimana?"

Yazid tahu tatapan ayahnya. Lambat laun ayah juga akan tahu dia bekerja menjadi tukang dekor di rumah tuan tanah apartemen mereka ini. Ayah bertanya hanya untuk memastikan. Namun, Yazid tak bisa menebak bagaimana reaksi ayah nanti.

"Rumah Jehangir Sultan Khan. Daerah Jor Bagh. Cucunya yang akan menikah."

Ayah di hadapannya manggut-manggut, brewoknya tebal. Entah Yazid lupa kapan terakhir kali melihat wajah ayah bersih dan rapi seperti dulu. Tampilannya selalu terkesan tak terurus dan berantakan.

"Kau bekerja pada tuan tanah yang semakin meninggikan harga sewanya ini?"

Yazid memgangguk singkat.

"Lalu setelah Tuan Jeh meninggal siapa yang menggantikan posisinya?"

"Cucunya. Tuan Zaffar Sultan Khan."

"Cih."

"Ayah, apa salahnya?"

Ayah sudah melotot, tampak tidak suka Yazid melempar tanya padanya.

"Besok kalau kau kembali kesana, bilang pada cucu Jehangir yang terhormat untuk menurunkan harga sewa. Kau bisa?" suara ayah geram, Yazid mengerutkan kening.

"Kau bisa bilang kalau kami di sini mati-matian membayar sementara fasilitas apartemen sialan ini begini-begini saja? Apa kau berani protes seperti itu?"

"Apakah kenaikan sewa dikarenakan pesta pora pernikahannya yang tiga hari tiga malam?"

"Itu bukan urusan kita, ayah." Yazid menengahi, berusaha tenang.

"Mudah untukmu bicara!" sergah ayah masih kesal. "Kalau harganya naik tak masuk akal seperti ini lebih baik kita pindah! Aku sudah muak tinggal di apartemen sempit ini."

Yazid menahan bicara lagi. Mengatur napasnya teratur. Ia sudah menggigil, sementara ayahnya marah karena ia bekerja di rumah Zaffar.

Pindah?

Tidak sekalipun pikiran tersebut terlintas di benak Yazid. Apartemen ini mengajarinya banyak arti kekeluargaan dan keteguhan. Kenangan yang ia rajut dengan para tetangga dan juga Aru. Bagaimana bisa Yazid meninggalkan segalanya?

JahanaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang