Pada sore hari hujan semakin bertambah deras dengan mendung gelap dan gemuruh suara guntur, Aru yang baru tiba di apartemen mengurungkan niat untuk pergi ke balkon yang kini lantainya basah karena air hujan.
"Aru, cepat buatkan aku teh," Bibi Neetu langsung menyuruh Aru ketika gadis itu baru saja membuka pintu.
Bibi yang kini menonton drama kesayangannya menoleh heran melihat Aru yang masih terpaku memegang gagang pintu.
"Heh, kenapa kau melamun?" Serunya. Aru langsung tersadar. "Cepat sana buatkan! Jangan berdiam tidak berguna seperti itu!"
"Baik, Bi."
"Linglung saja kerjaannya." Bibi Neetu menggerutu sebelum wajahnya kembali asyik menonton drama.
Kini Aru fokus menunggu air itu mendidih di atas kompor, sesekali sekelibat ingatannya kembali saat melihat Yazid dan Nara nampak tak sabaran bertemu satu sama lain.
Dia yakin Yazid pergi ke Museum karena Nara, mereka pasti akan jalan-jalan menyenangkan di pinggir kota Delhi. Akhir-akhir ini Nara memang selalu banyak ingin tahu tentang sejarah dan Yazid ahli dalam hal itu.
Dengan kebahagiaan mereka, kenapa dirinya harus hadir diantara mereka? Biarkan mereka saja dulu. Aru tak ingin ada di tengah mereka.
Suara air mendidih kembali menyadarkan Aru dan dengan cepat ia menuangkan airnya ke gelas yang telah berisi teh celup dan gula.
Tidak menangis tetapi hatinya terasa begitu perih, rasanya menyakitkan sekali.
Tidak mungkin mereka akan meninggalkanku sendiri. Sugestinya mengaduk teh itu pelan.
Yazid, ..
Aru melihat kertas kecil yang terdapat di ujung tali kecil penghubung kertas teh itu. Kertas berwarna gading mirip dengan buku gambarnya.
Ia mengelus perlahan dan beberapa detik berpikir.
"Aduh! Lama sekali, sih, tehnya! Hey Aru kau itu membuat teh atau yoga di dapur!"
Dan segeralah ia membawakan teh lalu masuk ke kamarnya, Aru mendapatkan sebuah ide.
Dia teringat kompetisi melukis kampus yang ia bicarakan dengan Nara beberapa hari yang lalu itu. Semua karya lukis mahasiswa semester akhir akan dipajang di galeri seni kampus dan ada kesempatan untuk satu orang setiap angkatan yang nilai karyanya terbaik, akan dipajang juga di sana.
"Aku akan mengikutinya."
Aru yang terispirasi dari kertas teh celup tadi, dan menggunting kertasnya menjadi bentuk kertas teh yang lebih besar lantas membwri sobekan kecil di atas dan mengambil tali, mengambil cat Timurid mengambil napas dan berpikir apa yang akan ia lukis.
Air hujan ternyata memasuki jendela kamar dan dengan cepat Aru yang hendak menutup jendela berhenti untuk melihat hujan, ia menutup matanya lalu merasakan apapun yang ingin Aru rasakan.
Dan bayangan Aru pertama kali adalah Yazid yang memeluknya saat itu, di balkon malam hari. Yang memeluknya agar tak merasa ketakutan.
"Yazid .."
Setelah menutup pintunya, Aru mulai melukis apa yang ingin ia lukis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jahanara
Teen FictionJahanara Begum menyukai warna, sudah banyak warna ia oleskan ke kanvas putihnya dan menciptakan lukisan yang begitu orang-orang puji. Yazid memberikan kesan lebih indah dalam warna hidupnya, menjadikan merah lebih merona dan kuning semakin cerah...