Cw; kiss scene
Bunga Carnation atau Anyelir adalah bukti kekaguman seorang Arsa Wicaksana kepada Jenandra Pratama.
••
Senin itu, Arsa untuk pertama kalinya terlambat hadir ke sekolah. Hal itu dikarenakan kodok untuk bahan praktikum biologi-nya lepas akibat sang adik yang membuka kandangnya.Alhasil, Arsa pagi-pagi sudah rusuh untuk menangkap kodok itu dan membuat ia terlambat menuju sekolah.
Upacara wajib yang setiap minggu selalu dilaksanakan sudah selesai sejak sepuluh menit yang lalu. Namun, Arsa masih harus berdiri di lapangan dengan cuaca yang lumayan panas sambil menunggu hukumannya dari OSIS yang berjaga.
"Nama dan kelas?"
"Arsa Wicaksana XI IPA 2." Arsa menjawab dengan cepat. Karena sumpah demi apapun, Arsa sudah merasa panas karena cuaca.
Belum lagi perutnya yang berbunyi karena ia lupa untuk menyantap nasi goreng buatan ibunya karena terlalu sibuk menangkap kodok.
Pemuda dihadapannya mengangguk dan tangannya terlihat menulis sesuatu di buku jurnal besar, dan Arsa tidak peduli dengan itu.
"Oke lo dapat hukuman buat nyabutin rumput di halaman belakang sekolah." Pemuda itu menatap kearah Arsa.
Arsa sedikit mengangkat wajahnya untuk menatap lawan bicaranya.
Kedua mata itu saling beradu pandang untuk beberapa saat sebelum yang lebih tinggi memutuskan pandangan mereka.
"Apa yang lo lihat? Sana cabutin rumput!" Tukas pemuda itu kemudian pergi dari hadapan Arsa untuk kembali mendata siswa/siswi yang terlambat.
Arsa masih ditempatnya, menatap punggung lebar yang terbalut almamater OSIS itu dari jauh.
Untuk pertama kalinya Arsa merasa kagum.
••
Terik matahari membuat siapa saja malas untuk berjalan mengitari lapangan sekolah yang luasnya membuat kita geleng-geleng kepala.
Kenapa juga kelas Arsa harus mendapatkan jadwal olahraga pada siang hari bolong begini. Arsa pun memilih untuk menepi dibawah pohon yang langsung menghadap kearah lapangan.
Ia asik mengipasi dirinya dengan kardus bekas aqua yang ia ambil dari kantin. Memilih untuk menonton anak laki-laki dari kelasnya bertanding bola sepak.
Sejauh mata memandang, ia menemukan satu sosok yang sempat membuat ia berdecak kagum beberapa hari lalu.
Arsa pun terlihat senyum-senyum sehingga membuat Dhafa yang berada di sebelahnya mengernyit heran dengan pemuda Agustus itu.
"Lo sakit?" Dhafa meletakkan tangannya kedahi Arsa. "Gak panas," tukas Dhafa kemudian menjauhkan tangannya.
"Ais kenapa sih?" Arsa menatap kesal Dhafa.
"Ya lo yang kenapa, Arsa," ucap Dhafa. "Dari tadi senyum-senyum, bikin gue kepikiran kalau lo kerasukan setan penunggu nih pohon."
Arsa merenggut kesal. Apa-apaan Dhafa. Emangnya Arsa lemah, sampai-sampai bisa kerasukan setan.
Gak tau aja nih Dhafa kalau Arsa lagi memandangi cru-
EH. BENTAR.
"Tuhkan gara-gara lo sih!" Arsa mengomel karena matanya sudah tidak mendapati ketua OSIS yang ada di luar lapangan.