Bab. 10

439 68 11
                                    

******

"Selama namira bahagia, aku juga akan bahagia. Sesederhana itu." Gigi.

******

"Kemana arah mobilnya?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kemana arah mobilnya?"

"Ke arah sleman, tuan. Kami kehilangan jejak karena Theo sepertinya mengenali mobil kami."

"Uhukkk uhuukk..." Laki-laki itu terbatuk-batuk karena merasa kesal dan sudah sakit-sakitan.

"Tenang pak, jangan dibawa emosi."

Laki-laki lanjut usia itu dengan tubuh terduduk di kursi roda mengerang marah. Otot rahangnya mengeras, ia sangat ingin menghajar cucu tersayangnya itu jika dia ada disana.

"Siapa yang ia temui?"

"Maaf tuan kami tidak tahu." Kedua orang itu bertekuk lutut didepan kursi roda itu dan menunduk. Mereka takut jika sesuatu yang berbahaya terjadi kepada mereka karena mereka tidak tau kemana arah pergi Theo.

"DASAR TIDAK BECUS! PERGI SEKARANG DARI HADAPANKU DAN CARI THEO SAMPAI KETEMU!"

Tanpa basa basi lagi kedua orang itu langsung berdiri dan hendak pergi. Namun dari balik tembok megah itu seorang laki-laki tampan masuk dengan bersedekap dada, ia menyunggingkan senyum kecut mendengar kemarahan sang kakek yang menurutnya tidak masuk akal.

"Nanda?" Eyang putri yang menyadari kehadiran Nanda langsung mendekati cucu bungsunya itu dan mengelus bahunya.

"Sudah hampir dua Minggu kamu tidak salam sapa eyang." Ujar eyang putri.

Nanda tersenyum manis kepada eyang putrinya, "maaf eyang. Nanda sedang banyak pekerjaan dan belum bisa menyempatkan waktu untuk mampir, tapi pagi ini Nanda udah ada waktu jadi Nanda mampir kesini." Jawab Nanda dengan sopan.

"Ooh cucuku yang pekerja keras." Puji sang eyang dengan terus mengelus bahu Nanda dengan bangga.

"Alasan!" Namun ditengah kebahagiaan mereka berdua, eyang kakungnya tiba-tiba menimpali dengan kasar.

Nanda menoleh dan menyalami tangan keriput itu, ia tersenyum meremehkan sama seperti yang dilakukan eyangnya kepadanya. Nanda memang seperti itu, beda dengan Theo yang masih suka sabar saat menghadapi eyangnya itu.

Setelah bersalaman sang kakek langsung menatap tajam kearah cucu bungsunya itu, "Nanda, kemana kakak mu?"

Nanda diam sejenak dan kembali tersenyum paksa, "kak Theo? Nanda tau dia di apartemen." Jawabnya bohong.

Sang kakek menaikkan satu alisnya, "jangan bohong kamu!"

"Hahaha.. eyang.." Nanda berpindah duduk disamping eyangnya dan mengelus tangan keriput itu dengan lembut.

SATU GARIS TIGA TITIKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang