Bab. 15

328 53 23
                                    

*****

"Untuk apa mencaci maki, jikalau yang kita ingat adalah luka yang ada dalam diri kita sendiri?"

*****

Guys, aku sebenarnya pengen deh kalian komen tentang chapter yang tiap kali aku up. Hhhh, bukan apa-apa sih, aku cuma pengen ada masukan aja gtu terus gimana respon kalian tiap plot yang ada didalam ceritaku yg udah aku up.

Enjoy guys:-)

Udah gitu aja. Hehe..

Flash back on

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Flash back on.

"....."

"Hikss, huaa.. umpah cucu Nana.."

Gigi mengangkat tubuh Nana dan memindahkannya keatas sofa. "Gak papa, ini mami bersihkan dulu yaa.. nanti Nana mami buatkan susu lagi.. cup cup gak papa, sayang." Ia tenangkan Nana dulu, urusan kotor ini belakangan.

Tok

Tok

Tok

Gigi dan Nana menoleh kearah pintu, ada suara orang mengetuk dari luar.

"Mami ada oyang..." Kata Nana lirih.

Gigi nampak berfikir, siapa pagi-pagi seperti ini bertamu ke rumahnya. Terlebih gigi tidak pernah ada tamu.

"Mami bukakan pintu dulu ya, Nana diam bentar di sini " pinta gigi dan mendapat anggukan sang putri.

Ceklek..

Pintu terbuka lebar.

"Siapa mereka?" Mata gigi membulat sempurna karena kaget dengan banyaknya orang yang datang ke rumahnya.

"Maaf, mau mencari siapa ya?"

"izinkan saya masuk." Tiba-tiba seorang lelaki tua dengan bantuan tongkat ditangan kanannya melewati tengah beberapa orang yang berdiri dihadapannya. Mata gigi membulat sempurna karena kaget melihat kedatangan orang tua itu, gigi tidak tahu siapa dirinya.

"Silahkan.." dengan agak ragu gigi yang sedang menggendong Nana mempersilahkan orang-orang itu masuk.

"Silakan duduk tuan." Seorang bodyguard tinggi besar mempersilahkan tuannya untuk duduk di kursi besar yang telah ia rapikan.

Gigi dan Nana sama-sama diam. Nana bahkan sedikit takut sampai-sampai memegang erat kain baju bagian punggung maminya kuat. Gigi mengelus punggung nana seolah mengisyaratkan jika tidak ada apa-apa dan Nana tidak perlu takut.

Lelaki tua itu melihat sekeliling ruangan tempat tinggal gigi dengan sorotan mata yang tajam. Rumah kecil dan tidak bagus, karpet yang terlihat basah seperti habis ketumpahan sesuatu, kursi seadanya dan tidak ada Snack diatas meja. Sangat jauh dengan tempat tinggalnya.

SATU GARIS TIGA TITIKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang