Bab. 3

525 83 6
                                    


*****

"Hilangmu kini tak lagi menarik perhatianku. Sebab aku sadar, harusnya jika kau sayang yang kau pilih adalah pulang, bukan hilang."

*****

Yogja malam ini turun hujat lebat. Angin berhembus pelan sehingga suasana terasa sejuk dan syahdu. Tetes demi tetes berjatuhan ke bumi menunggu usai setiap bait cerita yang sudah tertuliskan.

Ciit..

Bis yang ditumpangi oleh gigi berhenti tepat di halte dekat dengan gang kontrakan gigi. Rumahnya dari keraton Yogyakarta lumayan jauh, butuh waktu 20 menit jika menaiki bis. Setelah turun ia berjalan dengan hati-hati menuruni jalan turunan menuju tempat tinggalnya. Jalan licin itu terlihat sangat curam dan hitam.

Gigi mendongak menatap lampu jalan yang mati nyala karena akan segera habis Watt nya. "Gelap banget." Bisiknya pelan.

Gigi berlari dengan lumayan kencang karena tiba-tiba hujan turun kembali dengan sangat lebat. Brug!

"Sakit." Ucapnya pelan kemudian melihat dengkulnya yang berdarah karena tergores batu jalanan. "Hiks."

Bukannya langsung berdiri gigi justru memilih tetap duduk diposisinya. Menikmati air hujan yang menghujam dirinya dengan kuat, hatinya sakit.

"Hiks.. aku gigi..."

*

*

*

Tok tok tok..

Setelah selesai membersihkan diri gigi segera memilih pakaian yang hangat. Ia tidak mau nanti Nana ikut kedinginan jika bersentuhan dengan kulit tubuhnya.

Gigi berjalan menuju pintu untuk membukakan pintu, mbak ugi sepertinya yang datang untuk mengantar Nana.

"Gigi, kamu kehujanan ya tadi?" Tanya mbak ugi sembari memegang-megang tangan dan lengan gigi.

Gigi tersenyum tipis dan mengangguk, "iya mbak.. kehujanan." Jawabnya seadanya.

"Nana baru aja tidur GI, terus aku antar aja kesini. Tadinya kalau kamu belum datang mau aku temenin dia sampai kamu pulang." Jelas Mbak ugi. Hati gigi menghangat karena mbak ugi yang selalu peduli padanya dan Nana dalam situasi apapun.

"Makasih ya mbak.. aku gak tau lagi harus bilang apa.." air matanya tiba-tiba terjatuh begitu saja. Mbak ugi yang menyadari akan hal itu langsung masuk membawa tubuh Nana dan menidurkannya diatas ranjang.

"Gii.. ada apa?" Mbak ugi kembali kedepan pintu, ikut berjongkok didepan gigi. Wanita itu menangis tersedu-sedu bahkan tidak bisa mengatur nafasnya dengan baik.

"Giii.." panggil mbak ugi sambil mengelus-elus rambut gigi lembut.

Mbak ugi beranjak dari tempat duduknya dan menuju dapur untuk mengambil air, "minum dulu, gi.."

Gigi meraih gelas air itu dan langsung meminumnya sampai habis. Ia usap pipinya yang basah dengan telapak tangan dan kemudian tersenyum teduh. "Makasih mbak." Ia kembalikan gelas kosong itu kepada mbak ugi.

"Mau cerita ke aku, gi?" Tawar mbak ugi.

Gigi menggeleng pelan, "enggak mbak. Aku keknya kurang enak badan aja habis kehujanan jadi kayak gini." Katanya beralasan. Ia sudah tidak mau menambahkan beban mbak ugi dengan masalah-masalah klasik yang dibuatnya, biarkan saja begini adanya mbak ugi tidak perlu tahu.

"Aku pulang ya gi, kamu baik-baik aja kan?"

"Iya mbak, mbak pulang aja.. nanti Laura nangis nyari mama nya gak ada."

SATU GARIS TIGA TITIKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang