3

370 27 4
                                    

Baca dengan bijak, ada beberapa adegan kekerasan maupun kata-kata kasar yang di larang untuk di tiru.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Nakula sedang memandang kasong ke arah lahan kosong halaman rumah nya, pikiran nya berkecamuk tentang banyak hal. Kejadian beberapa hari yang lalu, dimana dirinya di bully oleh geng nya rakha juga termasuk beban pikiran nya sekarang.

"Ngapain kamu di sini sendirian?. " tanya seseorang membuat Nakula terkejut bukan main

Nakula mengelus dada nya dan mengucapkan kalimat istighfar untuk meredakan jantung nya yang berdegup begitu cepat.

"Riki?!. " kesal Nakula membuat riki tertawa puas melihat nya

"Hahahahahhahaha, maaf kan aku. Lagian kamu kenapa sih melamun? Mana duduk di sini sendiri lagi. "

Nakula merengut sebal, sahabat nya sangat kurang ajar dan ia tidak suka itu. Nakula diam, ia memilih mengabaikan pertanyaan sahabat nya dan memilih untuk kembali pada pikiran nya. Halaman rumah Nakula itu luas dan belakang rumah nya terdapat rumah pohon milik riki dan Nakula, mereka 𝙙𝙪𝙡𝙪 sering menghabiskan waktu di rumah pohon itu.

"Kamu ingat gak dulu kita sering banget main di sini sampai lupa waktu?. " tanya riki, tanpa riki sadari Nakula tengah tersenyum namun sangat tipis

"Ingat lah. " jawab Nakula

Riki menghela nafas nya pelan, ia coba terawang kenangan-kenangan lama bersama dengan Nakula yang begitu ia rindukan.

"Kenapa? Ada masalah ya?. " tanya nakula kala ia mendengar helaan nafas riki yang terdengar berat

Riki menggeleng, ia tersenyum sambil menatap halaman rumah Nakula dari atas rumah pohon. Bagus dan menurut riki tak ada perubahan secara spesifik dari masa ke masa, semua nya hampir sama.

"Dulu bunda mu selalu ngomel sama kita karena kita main sampai lupa waktu, apalagi waktu itu. Dimana kita main ke kampung , udah maghrib belum pulang juga yang akhirnya ibu dan bunda mu nyariin sampai kalang kabut. " riki terkekeh sambil menceritakan masa dimana mereka masih tengil-tengil nya

Nakula tersenyum mendengar kisah itu lagi, ia lupa dulu diri nya sangat nakal sehingga membuat kedua orang tua nya terkadang super khawatir karena belum kembali saat hari sudah sore.

"Masih ingat aja kamu, ki. " Nakula menyenggol lengan riki main-main

"Jelas ingat lah, ini kan momen kita berdua yang selalu aku rindukan. "

"Idih mulut nya. " ledek Nakula

"Iiih apaan sih kamu? Kan aku jujur. " ucap riki, ia mencebikan bibir nya membuat Nakula langsung mencubit perut sahabat nya itu

"Aww, Nakula?!. "

"Udah ah, kamu lama-lama makin aneh kalau kaya gini. Lebih suka riki yang diam aja, yang cuek dan datar sama aku. " Nakula segera turun dari rumah pohon itu untuk menghindari riki yang kemungkinan besar akan menyerangnya.

Setelah kepergian Nakula, riki memegang dada nya yang terasa sesak. Matanya memanas siap meluncurkan air mata, ia sungguh merindukan Nakula yang dulu. Nakula yang ceria, bukan Nakula yang lemah dan mudah pasrah.

"Gue gak mau kehilangan sahabat kaya lo, gue gak bisa hidup tanpa lo. " ucap riki

Nakula tengah bermain ponsel nya, ia tiduran di sofa ruang tengah. Nakula memang pintar dan cerdas, tp ia tetap remaja yang suka bermain-main .

"Nakula, ayah pulang!. " teriak sang ayah membuat Nakula terkejut namun ia tak bisa menyembunyikan perasaan bahagia nya

Nakula langsung berlari dan memeluk erat ayah nya itu, sudah 2 hari ayah nya tidak ada di rumah karena sedang mengurus pekerjaan di luar kota dan  akhirnya sekarang pulang.

feel different || JUNGWON NI-KI ENHYPEN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang