Di saran kan bacanya sambil dengerin lagu "Belum siap kehilangan" by Steven pasaribu. Biar ngefeel, gak kosong-kosong amat.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
."B-bbunda, " ucap nakula
Senyum terlihat jelas di wajah sang ibu, ia perlahan membangunkan sang anak. Ia bahagia karena anak nya bangun, perlahan mata itu terbuka. Ia melihat ke sekitar, bahwasanya dirinya tidak ada di tempat terakhir ia berada.
"Bun, " panggil nakula
"Iya sayang, ada apa? Mana yang sakit? Ngomong sama bunda, " ucap sang ibu, sungguh ia tidak bisa melihat anak nya seperti ini
"N-nnakula kkenapa bunda?. "
" Nakula sekarang lagi di rumah sakit. Nakula kecelakaan, tp Nakula gak papa. Bukti nya Nakula bangun kan, Nakula jangan banyak bicara dulu oke."
Terlihat jelas raut terkejut dari sang anak, sang ibu lantas mengusap pelan pipi sang anak. Sungguh ia sangat takut kehilangan putra nya, ia akan berusaha untuk dapat memulihkan kembali anaknya walaupun itu sangat susah.
"Nakula pengen ketemu ayah, boleh kan bunda?, " ucap Nakula
"Boleh, Riki juga di suruh temuin kamu juga apa gak?, " tanya ibu
Nakula menggeleng, ia menatap sang ibu penuh harapan. Melihat anak nya berharap lebih pada nya membuat nya tak bisa berbuat apa-apa, ia ingin anaknya baik-baik saja.
"Tunggu ya. " lantas ibu dengan cepat menuju ke arah pintu ruangan untuk memanggil sang suami
"Ayah, di minta Nakula untuk ke dalam. Dia mau bicara sama ayah, ayo masuk, " ucap Ibu dan seketika itu juga Riki langsung berdiri dan menatap tanya ke arah ibu sahabat nya itu
"Nakula udah sadar, tante? " tanya Riki
Wanita paruh baya itu tersenyum, lantas ia menghampiri sahabat anak nya itu.
"Sudah, cuma kondisi nya masih lemah."
"Riki boleh ketemu Nakula kan?"
"Boleh, tp nanti. Nakula mau bicara berdua dengan ayah nya, Riki mengerti kan? Biar kan mereka berdua bicara empat mata, kita di sini menunggu nya. "
"Iya tante. " terlihat jelas raut khawatir di wajah Riki, wanita paruh baya itu menarik pelan dagu Riki. Membawa nya untuk menatap dirinya, melihat air mata itu sudah jatuh dan membasahi pipi Riki membuat wanita itu sedih.
Ia mengusap pelan pipi Riki, menghapus jejak air mata nya itu. Membawa nya dalam senyuman, melihat Riki menangis seperti melihat Nakula menangis. Mereka berdua begitu berarti bagi hidup wanita paruh baya itu, ia tidak suka melihat keduanya bersedih.
"Jangan khawatir, berdoa pada allah SWT. Semoga Nakula baik-baik saja kedepan nya, Riki jangan menangis. Tante gak suka, Riki harus tegar jangan lemah. " Riki mengangguk, ia perlahan tersenyum walaupun baginya ini sangat sulit ia lakukan
"Anak pintar, duduk lah. Tante akan menemanimu, semua orang bersama Nakula. Dia tidak sendiri, jadi jangan khawatir. "
Ibu nya Nakula duduk di bangku tunggu bersama Riki, kedua orang tua Riki duduk di sisi bangku yang lain bersama dengan kakak Nakula. Rakha dan dua teman nya sedang berdiri tak jauh dari kedua orang tua Riki. Mereka semua setia menemani Nakula, menunggu kabar terbaru tentang Nakula.
Sejujurnya, ibu Nakula sangat sedih. Ia sangat takut dan khawatir, namun ia seorang dokter. Ia tidak boleh gampang panik dan khawatir, ia boleh khawatir namun jangan di tunjukkan. Ia dalam hati terus berkomat-kamit meminta pertolongan yang kuasa, berharap anak nya akan baik-baik saja. Walaupun dalam pengawasan nya, ia tetap seorang dokter dan manusia biasa. Hal kemungkinan besar terjadi bisa saja terjadi, ia sebagai dokter hanya bisa berusaha dan mencoba. Selebihnya Tuhan lah yang melakukan nya, ia tak ada hak lebih.
KAMU SEDANG MEMBACA
feel different || JUNGWON NI-KI ENHYPEN
Short StoryNakula berjalan sendiri dengan payung yang melindungi nya dari guyuran gerimis yang lumayan lebat, ia berjalan kaki untuk ke sekolah. Menikmati dingin nya pagi yang membuat nya menggigil, sangat dingin sehingga ia tidak bisa berjalan cepat karena su...