9

162 13 1
                                    

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Nakula langsung berlari cepat ke arah mull yang tengah gloseran di lantai, ia sangat merindukan kucing gembrot itu.

"Uuh aku sangat merindukan mu, mull. Apa kabar?. " Nakula langsung menggendong mull dan terlihat jelas kucing itu hanya diam tak memberontak

Riki saja terheran-heran, kok bisa kucing nya itu begitu luluh pada Nakula padahal dengan diri nya harus di paksa dulu baru mau di gendong tenang. Riki akui, ia kalah. Nakula lebih dicintai mull daripada dirinya, ia sudah pasrah dompet nya akan di kuasai oleh Nakula.

"Lihat Riki, mull sangat penurut. Ia bahkan tidak memberontak saat aku menggendong nya, apa ia juga seperti ini saat dengan mu?. " ucap Nakula

"Tidak, ia selalu memberontak." jawab Riki membuat Nakula kegirangan

"Yeayyyy terimakasih mull, kamu telah membuat ku menang." Nakula semakin gemas dengan kucing itu, bagaimana tidak gemas orang kucing nya lucu gitu

Riki diam-diam tersenyum, lantas ia membawa Nakula untuk ke kamar nya saja . Di kamar nya lebih ada banyak hal daripada di luar kamar, lagipula Nakula sudah terbiasa main.

"Riki!!!!. " teriak seseorang dengan suara melengking nya membuat Riki maupun Nakula terkejut

"Apa kah itu ibu mu? Kenapa berteriak? Apa ada masalah?. " tanya Nakula dan Riki hanya bisa menggeleng

"Kamu di sini aja ya bareng mull, aku turun bentar. " ucap Riki lalu pergi dari kamar nya

Riki menuruni tangga dengan tergesa-gesa, ia takut ibu nya akan semakin marah jika ia datang terlambat. Pemandangan yang pertama kali ia lihat adalah wajah sangat ibu yang penuh kemarahan, ia merasakan aura yang berbeda di ruang tamu ini.

"Ada apa ibu?. " tanya Riki dengan nada ketus seperti biasanya

"Kamu ini kerjaan nya main terus!! Ini akibat nya jika kamu selalu membuang waktu dengan bermain. Apa-apa tidak berjalan dengan baik, kamu selalu saja mengecewakan ibu!. " nada bicara ibu agak meninggi namun tak membuat Riki takut, ia hanya bosan mendengar ibunya berbicara

"Memang nya apa yang Riki lakuin? Riki pikir Riki udah ngelakuin apapun dengan baik. "

"Dengan baik kamu bilang, kamu sudah membuat ibu malu. Profesi ibu sebagai guru menjadi taruhan, bisa tidak sih kamu itu menurut dan mengerti keadaan ibu mu ini?. "

"Riki selalu mengerti keadaan ibu, Riki tidak pernah mengeluh ketika ibu pergi mengajar dan jarang mengurus Riki. Apa yang membuat ibu semarah ini ke Riki? Riki buat malu ibu tentang apa?Riki selalu ikut lomba dan memenangkan nya, apa itu tidak cukup untuk Ibu?. " Riki mulai merasa kesal dan sedih secara bersamaan, ia kecewa pada ibunya sendiri

"Kamu selalu menang jika menyangkut non akademik tp jika akademik kamu selalu kalah, nilai mu anjlok Riki. Tingkat kan belajar dan jangan banyak bermain, ibu malu lihat nilai mu yang tidak bisa di katakan bagus. Ingat Riki, ibu itu guru. Mau di taruh mana muka ibu kalau kaya gini terus, apa yang perlu dibanggakan dari dirimu?. "

Duarrrr

Bagai tersambar petir, ucapan sang ibu tepat menancap di  hati nya. Sakit, itu adalah apa yang ia rasakan. Sakit tapi tak berdarah, Riki mati-matian menahan air mata nya agar tidak keluar.

"Kalau ibu malu karena nilai Riki dan ibu merasa malu punya anak bodoh kaya Riki karena ibu seorang guru.Lebih baik ibu gak usah jadi guru daripada ibu nyakiti hati anak sendiri. Ibu gak pantes tahu gak sih jadi guru kalau ibu ngomong kaya gini ke anak sendiri, ibu memperlakukan murid ibu bakal kaya gini juga apa gak?tanpa mengurangi rasa hormat Riki ke ibu, Riki kecewa sama ibu. Tega ibu ngomong gitu ke anak sendiri, ibu gak tahu seberapa keras nya aku belajar dan merubah sikap demi ekspetasi ibu__

__capek bu berusaha memenuhi segala ekspetasi orang tua, terkadang gak sesuai ekspetasi dan ibu gak suka dan berakhir tambah ngekang Riki. Riki manusia dan Riki anak ibu, bukan boneka pemuas ekspetasi ibu. Jangan pernah jadi guru kalau ibu belum bisa menghargai anak ibu sendiri, Riki gak mau ada orang lain yang tersakiti karena ibu. " Riki pergi begitu saja ke arah kamar nya, ia masih bisa menahan tangis nya walaupun terasa sangat sesak

Riki memasuki kamar dengan ekspresi yang di paksakan baik-baik saja, ia mati-matian tersenyum dan terlihat baik-baik saja di hadapan sahabat nya.

"Kamu kenapa? Mana yang sakit hmm?. " tanya Nakula lalu mendekati Riki yang tengah duduk di tepi ranjang

Nakula berdiri tepat di hadapan Riki, menatap wajah sang sahabat yang terlihat begitu berbeda dari sebelumnya. Ia tahu, Riki baru saja di marahi oleh ibu nya.

"Cerita aja, aku bakal dengerin kok. Mana yang sakit hmm? Sini bi__

" Hikss! Hikss! Hikss! Hikss! Hikss. " tangisan Riki akhirnya pecah juga, Riki langsung memeluk perut Nakula dengan erat. Nakula membalas pelukan itu sambil mengelus pelan surai hitam milik sahabat nya itu

"Jangan khawatir, ada aku di sini. "

"K-kkenaapa a-aaku sselalu s-sserba s-ssalah dimmata iibu hhikss!hikss! hikss! Hikss

" Gak papa, apapun yang kamu lakuin kamu tetap Riki. Jangan pernah berubah, aku tidak mau membela siapapun di sini. Yang pasti kamu jangan terlalu memaksakan diri untuk memenuhi ekspetasi ibu mu, jangan melewati batas kemampuan. Mengerti?. "

"S-ssakit hhati aaku, ibu jahat hikss! Hikss! Hikss. " isak demi isakan masih terdengar, Nakula menatap ke sembarang arah. Air mata nya ikut jatuh melihat sahabat nya menangis, ia tidak suka melihat Riki sedih

"Semua akan baik-baik saja, lakukan apapun yang kamu suka dan kamu ikhlas melakukan nya. Hati kamu bahagia dan kamu tidak merasa lelah untuk melakukan nya, belajar itu ada waktu nya. Nanti belajar bareng aja, walaupun kita beda jurusan tp apa salahnya kita belajar bareng. "Sebisa mungkin Nakula menenangkan hati sahabat nya, walaupun hati nya sendiri saja bergemuruh.

" A-aaku llelah hidup seperti ini terus hikss! Hikss! Perjuangan ku selalu tak ada artinya di mata ibu hikss. "

Riki sudah bekerja keras akhir-akhir ini, merubah sikap dari yang malas belajar menjadi rajin belajar. Dari yang tidak mau ikut les jadi mau ikut les, ia lakukan semua itu dengan sebuah perjuangan. Ia mati-matian berusaha menghilangkan sikap sembrono nya demi sang ibu, namun usahanya hanya di nilai sebelah mata oleh sang ibu.

"Hidup memang melelahkan, tp jangan mudah mengeluh apalagi menyerah. Mengeluh boleh tp terlalu sering mengeluh itu juga tidak baik, apalagi menyerah. Berusahalah  dan terus melakukan apa yang terbaik sampai kamu benar-benar tidak bisa melakukan nya lagi, sampai kamu benar-benar lelah. " ucap Nakula

" makasih ya udah ngertiin aku, aku sayang sama kamu seperti aku sayang ke saudara ku sendiri. "ucap Riki masih dengan memeluk erat Nakula

" aku juga, aku udah anggap kamu kaya adik ku sendiri. "benak Nakula

" udah nangis nya, sekarang mending kamu istirahat. Aku mau main sama mull, kasihan dia aku cuekin karena ladenin kamu. "

Riki mengangguk, Nakula pun ke arah mull yang sedang menatap kedua nya. Mungkin mull merasa jadi nyamuk, karena berada di antara dua sahabat yang tengah saling menguatkan.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

  "𝐀𝐤𝐮 𝐦𝐞𝐦𝐚𝐧𝐠 𝐥𝐞𝐥𝐚𝐡 𝐭𝐩 𝐬𝐚𝐦𝐩𝐚𝐢 𝐤𝐚𝐩𝐚𝐧 𝐩𝐮𝐧 𝐚𝐤𝐮 𝐭𝐢𝐝𝐚𝐤 𝐚𝐤𝐚𝐧 𝐩𝐞𝐫𝐧𝐚𝐡 𝐦𝐞𝐧𝐲𝐞𝐫𝐚𝐡, 𝐚𝐤𝐚𝐧 𝐛𝐞𝐫𝐡𝐞𝐧𝐭𝐢 𝐮𝐬𝐚𝐡𝐚 𝐤𝐮 𝐝𝐢 𝐬𝐚𝐚𝐭 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐭𝐞𝐩𝐚𝐭 𝐧𝐚𝐧𝐭𝐢."

Kasihan mull jadi nyamuk, Riki diam-diam terlihat baik-baik saja aslinya banyak rasa sakit yang tersimpan. Nakula agak syok melihat Riki kaya gitu, dua-duanya orang yang kuat. Di sini aku nge spill masalah Riki yang selama ini jadi beban pikiran nya, mungkin kurang bagus cerita nya tp yang jelas aku makasih bngt bagi yang udah baca.

See u next chap, menunggu lebih menyakitkan daripada mengikhlaskan tp tunggu aja ya hehe

feel different || JUNGWON NI-KI ENHYPEN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang