.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.Nakula baru saja sampai rumah, ini sudah malam tapi Nakula baru pulang dari rumah Riki. Nakula melangkah kan kaki ke arah pintu utama, baru saja ia akan memegang gagang pintu tiba-tiba seseorang lebih dulu membuka pintu itu dan menampakkan seorang wanita paruh baya yang masih terlihat cantik walaupun sudah berumur.
"Darimana kamu jam segini baru pulang?. " tanya sang ibu dengan nada super ketus nya, sedangkan yang di tanya hanya cengengesan
"Asalamualaikum bunda cantik. " bukan nya menjawab pertanyaan, Nakula malah menyapa sang ibu
"Waalaikumsalam, jawab pertanyaan bunda, Nakula. " nada bicara sang ibu memang benar-benar ketus untuk kali ini
"Hehe dari rumah Riki, main sama mull. " jawab Nakula sambil menunjukan gigi putih nya
"Sampai lupa waktu, udah gak ingat pulang?. "
Nakula masih memasang wajah tak berdosa nya membuat sang ibu masih di landa kekesalan.
"Ingat kok bun, ini buktinya Nakula udah sampai rumah. "
"Pintar jawab sekarang, lain kali kalau main gak usah pulang sekalian. Buat repot aja kamu, masuk di luar dingin. " walaupun ucapan sang ibu terdengar begitu menyakitkan untuk siapapun yang mendengar nya, tp bagi Nakula ia dapat merasakan kasih sayang dan dapat melihat raut khawatir sang ibu
"Ya Allah bunda ngomong nya gitu banget, anak sendiri ini lho. "
"Terserah bunda dong, kamu aja bisa semau kamu masa bunda gak bisa. "
"Terserah bunda lah, Nakula mau menjemput mimpi dulu. Selamat malam bunda, Nakula tidur dulu. " Nakula melangkah kan kaki ke kamar nya yang lumayan jauh karena harus naik tangga dulu
Riki saat ini tengah menatap kanvas semesta yang gelap, menikmati semilir hembusan semesta yang sejuk namun agak dingin. Duduk di lantai sambil melamun adalah kebiasaan baru Riki, akhir-akhir ini otak nya selalu menginginkan ketenangan dan berakhir pikiran nya menjadi kosong.
Ceklek
"Riki, kamu belum tidur nak?. " suara berat seseorang terdengar jelas, namun Riki di pastikan tak menyadari keberadaan pria paruh baya itu yang tengah berdiri di ambang pintu
"Riki?. " merasa tak ada jawaban, pria paruh baya itu menghampiri anak tirinya itu
Merasa ada yang menyentuh pundak nya, Riki pun tersadar dari lamunan nya.
"Kenapa?ada masalah ya?." tanya sang ayah dan Riki hanya menggeleng
Mendapatkan jawaban yang tidak memuaskan membuat pria paruh baya itu tersenyum kecut,lantas ia ikut bergabung bersama Riki yang tengah duduk sambil menatap langit indah itu.
"Ini udah malem banget loh,kenapa belum tidur juga?." ucap ayah
"Belum ngantuk." jawab Riki,sang ayah tersenyum lantas ikut melamun bersama sang anak
"Yah?." panggil Riki dan langsung di respon dengan deheman
"Riki kangen ayah Ardias. " ucapan itu lolos begitu saja dari mulut Riki, sang ayah menepuk pundak sang anak
"Ayah tahu itu, tp jangan di pikirin terus. Kalau kangen itu berdo'a, semoga ayah Ardias baik-baik aja. Biar suatu hari nanti Riki bisa ketemu lagi, sholat yang rajin. Jangan males, ngerti kan?. " ayah tirinya itu memang tak pernah mempermasalahkan jika ia masih suka membahas sosok ayah kandung nya itu, ia malah dengan tulus nya memberikan nasihat dan pencerahan.
"Riki udah sholat setiap hati, rajin ibadah tp ayah Ardias gak pernah ada kabar. Ayah Ardias baik-baik aja kan, yah? Riki takut kalau ayah Ardias gak baik-baik aja. " Riki berbicara dengan nada yang pelan dan lemah lembut, ia memandang ke arah jendela. Nada bicara nya penuh kekosongan dan rasa khawatir.
KAMU SEDANG MEMBACA
feel different || JUNGWON NI-KI ENHYPEN
Short StoryNakula berjalan sendiri dengan payung yang melindungi nya dari guyuran gerimis yang lumayan lebat, ia berjalan kaki untuk ke sekolah. Menikmati dingin nya pagi yang membuat nya menggigil, sangat dingin sehingga ia tidak bisa berjalan cepat karena su...