Matahari terbenam di ujung barat, siang telah berganti malam. Pukul 7 malam Chrysa telah siap dengan gaun sederhana yang diantarkan Sarah untuknya. Gaun tanpa lengan berwarna hitam yang cukup simple namun terlihat elegan, dengan sedikit renda di bagian dada, menjuntai indah dengan belahan tinggi di sisi paha kanannya.
Ia merias dirinya, membubuhkan bedak di atas kulit wajahnya, juga memoleskan sedikit lipstik pada bibir ranumnya.
"Untuk siapa kau merias diri Chrysa? Apakah untuk tuan yang mengurungku itu, haha lagian kau tidak tau akan dibawa kemana Chrysa"
Chrysa berdiri melangkahkan kaki menuju cermin full body yang ada di satu sudut kamarnya, menatap nanar refleksi dihadapannya. Tubuhnya terlihat sedikit lebih kurus tapi di beberapa bagian tetap terlihat menonjol.
Ia memutar diri, jika ia tak berada di cengkraman Axton ia akan dengan senang hati memakai gaun ini dan pergi untuk berpesta, mungkin dengan menegak beberapa gelas wine tidaklah buruk.
Namun dengan keadaanya sekarang apakah ia patut bersenang diri? Tidakkah ia seharusnya risau, akan diapakan ia oleh Axton, dijualkah atau di lelangkah seperti wanita wanita tempo lalu?
Chrysa menggelengkan kepalanya, mengenyahkan semua pikiran buruk yang sempat hinggap di otak kecilnya. Ia melirik jam digital yang ada di atas nakasnya.
Waktu menunjukan pukul 7 lewat 50 itu artinya ia sudah harus turun ke bawah. Axton tidak suka menunggu, jadi daripada ia harus di siksa lagi, lebih baik ia yang menunggu.
Dikenakannya sepatu heels yang senada dengan warna gaunnya. Memejamkan mata sejenak, menetralkan degup jantung yang tiba-tiba memburu. Kaki jenjangnya ia langkahkan menuruni anak tangga.
***
Sedangkan di mansion bagian lain, Axton sedang berkumpul bersama Richard dan Alvero.
"Bottiglieria del Massimo, kirimkan pesan itu pada Petter"
Alvero seketika menoleh mendengar nama tempat yang terdengar cukup familiar di telinganya.
"Bukankah itu Bar pertama yang di dirikan ayahmu?"
Pertanyaan Richard menjawab rasa penasaran Alvero. Ia ingat Bottiglieria del Massimo adalah Bar pertama yang dibuat tuan Giordano di masa kepemimpinannya. Bar yang berada di tengah tengah kota Palermo itu, merupakan bar terbaik pada masanya.
Bar itu juga merupakan tempat utama berjalannya bisnis klan Salvatore di bawah pimpinan Giordano D'Angelo.
Namun, Bar itu di tutup pada saat kepemimpinan klan berpindah kembali ke tangan Salvatore D'Angelo.
"Bar itu juga sudah di tutup, bersama dengan..."
Axton mengangkat tangannya. Ia menyesap nikotin dan menghembuskan asapnya ke udara.
"Tidak ada tempat paling berharga untuk menjamu rekan lama, selain tempat di mana mereka pernah sama sama menginjakan kaki di dalamnya. Tidakkah begitu?"
Axton berdiri "Bukankah, dengan mendatangi tempat-tempat yang pernah di datangi di masa lalu adalah cara paling ampuh untuk cepat mengingat, akan aku ingatkan pada mereka, bagaimana tingkah menjijikan mereka, membawa kehancuran untuk sebuah keluarga"
Richard menggeleng "Dengan begitu kau sama saja dengan membangkitkan traumamu, sialan"
Axton mendesis "Perduli setan dengan traumaku. Jika dengan membalaskan rasa sakit ibuku akan membuat ia bahagia di sana.
Akan kulakukan apapun caranya"
***
Chrysa mendudukkan diri di ruang tamu, menyalakan televisi berukuran besar iti sembari menunggu kedatangan Axton.
Bukannya ia yang menonton televisi, malah sebaliknya, televisi itulah yang menonton kegiatan melamun Chrysa.
Lamunannya buyar kala layar di depannya tidak lagi menunjukan para wanita yang menggoyangkan pinggulnya dihadapan para pria, tapi menunjukan pantulan siluet seorang pria yang berdiri gagah di belakangnya.
Axton menjulurkan tangannya, Chrysa menatap cukup lama sebelum dengan ragu menerima ukuran tangan itu.
"Kita berangkat sekarang"
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Mafia
RomanceRomance Some part is 21++ Bagaimana rasanya terjebak dengan orang yang kejam karena perjanjian gila yang dilakukan keluarga kalian sendiri? Ketika rasa benci mendominasi dan rasa ingin melenyapkan diri menyeruak dalam hati. Chrysant Asteraceae Ga...