3

9.6K 222 1
                                    

Happy Reading ^_^

***

Bertepatan dengan Emma yang mendudukan dirinya di depanku, suasana kantin berubah menjadi lebih tenang, namun bukan hening. Aku sudah dapat menebak apa yang terjadi, dan begitu aku mengangkat pandanganku, benar saja...

***

Yap di sana berdiri Axton and the geng dengan gaya cool andalannya. Untuk sepersekian detik pandangan kami bertemu, membawa gelenyar aneh dalam tubuhku, apa ini?. Buru buru aku memutus pandangan kami, aku tidak suka itu, tatapan macam apa itu? Tapi ya ku akui, tatapan itu sedikit lembut dari biasanya. Aku bukan seseorang yang dapat membaca perasaan mereka dari ekspresi wajah mereka. Tapi untuk Axton, entahlah.

Mereka bertiga. Ada dua orang yang selalu setia di samping Axton, mereka Richard Nicholaus dan Alvero Martinuz, secara fisik mereka tak kalah tampan dari Axton tapi tetap Axtonlah yang paling tampan. Jika secara materi aku kurang tahu mereka, dan aku juga tak ingin berurusan dengan mereka.

Mereka berjalan menuju pojok kantin, tempat biasa mereka duduk. Tak boleh ada satu orang pun yang menduduki meja tersebut kecuali Axton's. Semuanya patuh, ya beginilah ketika harta yang berbicara. Dan astaga, bodohnya aku mereka menuju meja di sampingku, shitt aku salah memilih tempat.

Aku memakan makananku dengan perasaan tak tenang, mereka semakin dekat dan angin yang di hasilkan dari pergerakan mereka mampu membuat bulu kudukku berdiri? Ini memalukan, sial. Aku menatap Emma yang berbinar memekan makanan lezat miliknya, yang membuat air liurku rasanya juga akan ikut menetes. Stop it!

"Emma aku ingin ke toilet, kau langsung saja ke kelas" Setelah mendapat anggukan dari Emma aku segera beranjak meninggalkan kantin, oh sungguh suasana kantin yang tenang seperti tadi jauh lebih menyesakkan ketimbang ketika suasananya ramai. Aku menghela nafas lega ketika sampai di dalam toilet.

Aku membasuh wajahku dan menatap pantulan diriku di cermin. Bolehkah aku sedikit narsis? Menurutku aku cantik, mata hazel milikku tampak berkilau dan rambut cokelatku juga kurasa cocok dengan warna kulitku yang putih bersih, dan body pun bisa dibilang, aku mempunyai tubuh yang diingin ingin kan orang lain.

Aku menatap mata itu, warna mata yang sama dengannya, Tuhan aku jadi merindukannya, merindukan Petter, Petter Maurice kakakku, kakak tertampanku. Sudah lebih dari 3 tahun ia tak kembali, ia pergi setelah berpamitan pada kami ingin ke Sisilia untuk bertemu dengan temannya, aku tak tahu siapa temannya, dan yah semenjak saat itu ia tak bisa dihubungi dan hal terburuknya ia tak kembali.

Bagaimana keadaanmu sekarang kak?

Aku menyudahi sesi nostalgia ku, semakin mengingatnya semakin kurasa sesak di dadaku. Aku berjalan untuk membuka pintu utama toilet ini, aku sengaja menutupnya tadi.
Sebelum aku membukanya, pintu itu terbuka lebih dulu dan mataku membulat itu karena di depanku berdiri sosok yang sengaja aku hindari.

"Ax..Axton sedang apa kau di sini?"

Aku berbicara tanpa memandang matanya, menatap matanya bisa membuatku mati, ia tak menjawab namun kurasakan dorongan cukup keras di bahuku, Axton mendorongku kembali masuk dan ia mengunci pintu toiletnya

"Apa yang kau lakukan?" Ucap ku panik, aku tak marah di saat seperti ini rasa panikku lebih mendominasi dari pada rasa marahku. Ia berbalik menatapku dan berjalan ke arahku, aku terus beringsut mundur dan

Dukk

Sial sial sial, aku sudah tak bisa mundur lagi, pingganggku sudah terbentur pinggiran wastafel, kulihat Axton menyeringai dan dengan sekali hentakan ia menarik pinggangku untuk menempel di tubuhnya. Gerakannya sungguh cepat aku tak dapat mengelak, gerakan refleks ku hanya sebatas menaruh tanganku di depan dada mencegah tubuh bagian atas kami semakin menempel.

"Lepaskan" cicitku, aku bergerak random untuk melepaskan tangannya dari pinggangku, namun ia tak bergeming sama sekali, aku mengangkat wajahku kulihat ia menatapku tajam, lebih tajam dari mata jarum.

"Kau cantik, seperti katanya"
Kata-katanya tak mampu ku pahami, apakah ia mengenalku sebelumnya? Tapi kurasa aku sama sekali tak mengenalnya.

"Kau mengenalku?"
Axton menatap wajahku dalam, membuatku buru-butu memalingkan wajahku.

"Ya, aku mengenalmu darinya"
Axton menarik daguku, ia mengelus pipiku membuat bulu kudukku merinding dan aku merasakan sesuatu yang keras di bagian perutku. Aku terkesiap saat mengetetahui benda keras itu. Shitt itu benda pusaka nya, membuat wajahku merona malu, lupakan itu Chrysa itu tak penting yang penting sekarang adalah

"Siapa yang kau maksud?"
Lagi lagi hanya seringain kejamnya yang ia tampilkan

"Kau akan tahu nanti"
Setelah mengatakan itu aku merasakan benda kenyal dan sialnya manis menempel di bibirku, aku membulatkan mataku ketika benda kenyal itu bergerak, ia menciumku. Ciuman pertamaku, aku mendorong dadanya namun tenaga ku kalah, ia tak bergerak barang seinci pun.

Tak bisa kupungkiri ciumannya nikmat dan memabukkan, entah sadar atau tidak tanganku sudah mengalung indah di lehernya dan aku sudah terduduk di atas wastafel. Aku membalas ciumannya, lidah kami saling membelit dan bertukar saliva. Aku memukul dadanya, aku kehabisan oksigen!

Mendapat pukulan bertubi tubi dariku ia akhirnya melepas pagutan kami, uhhh bibirku seperti mati rasa. Ia mengusap bibirku yang basah dengan ibu jarinya, pipiku memanas sudah kupastikan warnanya semerah tomat sekarang, aku menunduk.

"Sebentar lagi, kupastikan" Setelah mengatakan itu ia pergi meninggalkanku, apa maksud perkatannya barusan? Aku tak mengerti, tidak tidak semua perkatannya kepadaku semuanya aneh, aku tak dapat menangkap maksudnya. Apa aku terlalu lemot? Tidak, kurasa tidak.

Aku mencuci wajahku lagi, sudahlah aku tak ingin terlalu memikirkan perkatannya, mungkin aku salah dengar. Dan sialnya mengapa tadi aku menikmati ciumannya, kupastikan jika Emma tahu ia akan heboh seheboh hebohnya.

Aku melirik jam dan sebentar lagi kelas kedua hari ini akan di mulai, aku bergegas menuju kelas, begitu sampu aku mendudukan pantatku di sebelah Emma. Ia menatap wajahku aneh, apa ada yang salah dengan wajahku? Ia menunjuk bibirnya sendiri? Hah?

"Bibir, bibir kamu bengkak" Aku terkesiap, begitu kentara kah?

"Eumm, i..itu tadi itu karena aku menggigit bibirku" jawabku meringis mengingat jawabanku yang kupikir konyol

Emma hanya mengangkat bahunya acuh, huftt syukurlah ia tidak bertanya macam macam lagi, tak lama berselang dosen untuk mata kuliah kedua kamipun memasuki kelas

***

Hay halloooo
Tekan ikon bintang di pojok kiri bawah, terimakasihhh

Dear MafiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang