4

8.6K 211 2
                                    

Lexington, Virginia
March, 2015

Salah satu rumah kecil di kota Lexington, Virginia itu terlihat cukup ramai. Mereka bercanda dan tertawa di halaman depan rumah. Sebenarnya sepetak tanah di depan rumah kecil tersebut tak dapat di bilang halaman, karena ukurannya yang sangat kecil. Terlihat pria muda nan tampan berusia sekitar 20 tahun sedang berlari mengejar gadis kecil.

Bulan Maret, Benua Amerika Serikat khususnya Kota Lexington, Virgina memasuki musim semi musim yang bisa dibilang adalah musim yang di tunggu tunggu oleh kebanyakan orang, termasuk lelaki dan perempuan tersebut. Setelah menghabiskan waktu selama hampair 3,5 bulan ditemani Es Es yang berjatuhan dan suhu yang begitu membekukan, akhirnya Musim Semi ini menyapa dan menghangatkan.

Happp

"Kamu gak bisa lari lagi hahahahah" Lelaki itu berhasil menangkap buruannya, perempuan mungil nan cantik. Lelaki itu memeluk pundak perempuan mungil itu dengan penuh kasih sayang, memeluk dengan hati-hati seolah olah perempuan dalam dekapannya itu adalah benda rapuh yang bisa kapan saja pecah. Pancaran bahagia terlihat dari keduanya, namun ada tatapan berbeda dari lelaki tersebut, tatapan sendu, sepertinya.

"Duduk yu, kakak mau cerita"

Ya, mereka adalah saudara. Lelaki tampan itu bernama Petter Maurice anak pertama dari pasangan Austin Audison dan Marrie Arvie pasangan yang menikah 22 tahun silam di Sisilia, Italia. Dan gadis mungil itu adalah Chrysant Asteraceae anak kedua dengan orangtua yang sama.

Mereka duduk di teras rumah kecil mereka, dengan tangan sang kakak yang masih bertengger manis di bahu sang adik. Petter menatap langit biru dia atas, helaan nafas berkali kali terdengan di telinga Chrysa, membuat ia menatap Petter dalam, Petter yang merasa di tatap dengan intens menolehkan wajahnya pada Chrysa, ikut menatap adik cantiknya itu.

"Mau bercerita apa?" Chrysa melontarkan pertanyaan itu, ia menunggu Petter membuka suaranya, namun cukup lama keadaan hening menyelimuti mereka. Petter kembali menatap ke langit, ia menggambar pola pola abstrak di atas udara, Chrysa masih setia menatap Petter menunggu kata yang akan terucap dari bibir tebal milik Petter

"Kamu tahu kenapa kakak sangat menyukai musim semi?" Chrysa menggeleng polos, ia sandarkan kepalanya di bahu lebar sang kakak

"Enggak, memangnya kenapa?" Petter mengelus lembut rambut berwarna cokelat panjang milik Chrysa, berkali kali ia menciumi pucuk kepala Chrys lembut, tatapan matanya jauh menerawang.

"Karena seperti sekarang ini, suhu yang tidak terlalu panas membuat kita dapat menghabiskan lebih banyak waktu di luar tanpa kepanasan atau kedinginan, tentunya itu akan bagus untuk kesehatan mental. Sepanjang musim semi, para peneliti menemukan bahwa berada di alam akan memperlambat denyut jantung dan membuat lebih rileks, tetapi penelitian lain menunjukkan bahwa ada sesuatu yang istimewa di otak, seperti akan memberikan memori yang lebih baik. Dan kakak kebersamaan kita akan tersimpan rapih dalam memori kakak"

Chrysa bangkit berdiri, ia menatap kakaknya aneh? Apa yang dibicarakan kakaknya itu membuat ia berpikir bahwa seakan akan kakaknya akan pergi jauh dengan kurun waktu yang lama, Chrysa tidak menyukai itu, kini matanya berkaca-kaca membuat Petter bangkit dan segera merengkuh tubuh Chrysa ke dalam pelukannya.

"Kakak akan pergi?" Ini, Petter tak bisa menyembunyikan apapun dari Chrysa ia adalah adik yang sangat peka, Petter tak menjawab ia masih mendekap Chrysa erat. Cairan bening keluar dari sudut mata Petter, buru-buru ia menghapusnya, ia tak ingin siapapun melihatnya menangis termasuk Chrysa.

"Kak?" Chrysa melepas pelukannya ia menangkap pemandangan dimana kedua bola mata itu berwarna kemerahan, ia mengetahui bahwa Petter menangis atau setidaknya ia berusaha menahan tangis. Petter mengusap lembut pipi sang adik, bibirnya menyunggingkan senyum tulus membuat lobang kecil terbentuk di pipinya.

"Kakak akan menjelaskan semuanya nanti, kita harus masuk dan membersihkan diri"

Chrysa terlihat tidak terima dengan jawaban sang kakak, belum sempat ia melayangkan protes, kakaknya sudah lebih dulu melenggang masuk ke dalam rumah. Membuat Chrysa menghela nafas, ia sudah tahu ini, ia sudah dapat menangkap gelagat aneh dari kakaknya itu. Tadi malam, ia tiba tiba datang ke kamar Chrysa dan memeluk Chrysa yang tengah terlelap, tepatnya pura-pura terlelap. Tubuh Petter bergetar, menadakan bahwa lelaki itu tengah menangis. Chrysa ingin sekali berbalik dan mengusap cairan bening itu, tapi ia diam saja. Cukup lama Petter menangis dengan posisi memeluk Chrysa, dan sialnya Chrysa tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya karena ia telah benar benar pergi menjemput alam mimpi.

Di lain sisi Petter menatap wajah adik kecilnya yang terlihat damai, ia tersenyum pedih.

"Kakak harap, kamu tumbuh menjadi gadis yang kuat dan hebat. Kuat menjalani hidup, dan hebat menghadapi segala macam tantangan, kakak akan selalu ada dihatimu. Maafkan kakakmu yang bodoh ini, maaf kan kakak. Kakak harap ini akan menuntaskan segalanya, ya kakak harap begitu" Petter mengecup dahi Chrysa cukup lama, dan melenggang pergi menuju kamarnya.

***

Suasan makan malam kali ini terasa hening, baik Chrysa maupun Petter sama sama tak buka suara, padahal biasanya merekalah yang mendominasi suasana dengan guyonan guyonan yang saling mereka lontarkan. Perubahan suasana terasa oleh Marrie dan Austin, mereka saling pandang, seperti mereka berbicara melalui tatapan mata. Mentrasfer kalimat demi kalimat yang ingin disampaikan.

Keheningan cukup lama mendominasi, sampai akhirnya Petter membuka suara memecah keheningan yang tercipta.

"Mom Dad aku ingin berpamaitan pada kalian"

Chrysa menahan nafas kala Petter mengatakan itu, kata yang tak ia harapkan akan terlontar dari mulut sang kakak. Selera makannya hilang, tapi ia tak beranjak dari duduknya. Ia masih ingin mendengar kelanjutan kata yang akan di lontarkan kakaknya.

"Kamu mau pergi kemana?" Austin membuka suara, ia menatap anak sulungnya itu

"Sisilia, aku ingin menemui temanku"

Marrie terkejut mendengar Petter menyebut Sisilia, ia menatap Austin dan menggeleng, ia tak setuju jika Petter akan kembali ke kota itu, Sisilia. Austin tak terkejut sama sekali, ia nampak terlihat tenang, terlampau tenang.

"Kapan?" Asutin tak menghiraukan tatapan tajam Marrie istrinya

"Besok"

Marrie menatap anak sulungnya. Petter membalas tatapan ibunya, ia tersenyum kecil dan mengangguk, meyakinkan bahwa ia akan baik-baik saja. Mata Marri berkaca-kaca, siap menumpahkan lahar dingin dari kedua matanya

"Kenapa kamu harus kembali ke sana?"

Air mata sudah tak terbendung lagi, Marrie menangis tersedu, Petter tak tega melihat ibunya menangis, ia berdiri dan memeluk ibunya, berusaha menenangkannya bahwa semua akan baik-baik saja.

"Hanya sebentar mom, Everything gonna be ok"

***

Keesokan harinya benar saja Petter pergi meninggalkan Lexington dan Chrysa yang tak berbicara padanya semalaman, Chrysa tak rela melepas Petter, entah mengapa hatinya begitu melarang kepergian kakaknya itu, walaupun ia mengatakan hanya sebentar tetap saja, ada sesuatu yang mengganjal di hatinya.

Dan benar saja, kepergiannya tak berujung dengan kembali.

***

Hello hello, selamat membaca, jangan lupa tekan ikon bintang di pojok kiri bawah, dan komen yaa..

Dear MafiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang