10

5.3K 138 3
                                    

Chrysant Point Of View

Apa yang terjadi sekarang benar-benar membuatku gila. Apa orang-orang yang menghuni bumi ini memang semuanya sudah gila?. Dia, bahkan keluargaku yang kuanggap sebagai guardian Angel ternyata melakukan hal bodoh dari hal hal yang paling bodoh.

Aku berdiri menghadap jendela yang menyuguhkan indahnya kota Sisilia. Kota ini, kota yang dikunjungi kakakku 3 tahun lalu. Aku mengerti sekarang mengapa ia datang ke sini. Daddy ku yang gila itu pasti yang menyuruhnya datang ke sini.

Aku membuka jendela dan hal pertama yang dapat kurasakan adalah angin yang berhembus menerpa kulit wajahku. Hal ini yang tak ku dapatkan dari Manhattan. Hembusan angin pagi hari akan membuatku tersenyum, tapi sekarang semuanya datar-datar saja.

Hidupku seperti telah terenggut bertepatan dengan surat yang Axton berikan.

Flashback

"Kau mau tahu segalanya?"

Chrysa mengangguk

"Sebelum itu, lihat dan baca ini. Ini..."

Axton menyerahkan sebuah map yang terlihat usang pada Chrysa. Chrysa menatap Axton, sedang yang di tatap hanya menujuk map itu dengan dagunya. Dengan tangan bergetar Chrysa menerima map itu, ia menghembuskan nafas beberapa kali sebelum akhirnya membuka map itu.

Kalimat pertama yang ia baca adalah nama ayah dan ibunya. Tangannya mengusap nama itu, ada rindu yang terselip di dadanya.

Chrysa membaca surat itu

-Austin Audison dan Marrie Arvie-
Sisilia, 1990

Aku bersumpah untuk percaya pada Klan Salvatore D'Angelo. Jika aku berkhianat, maka biarlah tubuhku terbakar.

Dengan segala hormat, kami mengirimkan surat kepada Salvatore D'Angelo, Il Capo dei Capi.

Izinkan kami pergi dari Sisilia Salvatore, aku tak akan pernah berkhianat pada Klan ini, kami hanya ingin membina rumah tangga yang normal bukan berarti hidup di sini tak normal, kau pasti paham bukan maksudku Salvatore?

Aku meminta segala bentuk kerendahan hatimu membiarkan kami pergi. Aku tahu harus ada pengganti ketika satu anggota pergi maka dari itu akan aku kirimkan anakku padamu sebagai pengganti diriku, apapun jenis kelaminnya lelaki atau perempuan. Aku berjanji Salvatore.

Terimakasih-

Chrysa membekap mulutnya, menahan agar isak tangisnya tak menimbulkan suara, seluruh tubuhnya melemas. Pertahanannya runtuh, tangisnya tak dapat terbendung lagi, rindu yang ia rasakan beberapa menit lalu, menguap tergantikan oleh rasa benci. Hidupnya seperti tak berharga di mata kedua orang tuanya.

Entah ada angin apa, Axton yang melihat merasa hatinya tercubit, melihat bagaimana rapuhnya wanita yang ada di hadapannya. Tanpa ba bi bu ia menarik Chrysa ke dalam pelukannya, mengusap lembut punggungnya. Chrysa sempat menolak tapi bukannya melepaskan pelukanya Axton malah semakin erat memeluk Chrysa. Chrysa kalah, ia balik memeluk Axton erat, biarlah untuk saat ini.

Chrysa menumpahkan tangisnya di dada Axton, cukup lama.

Axton tak mendengar lagi isak tangis Chrysa ia menunduk dan senyum tipis, sangat tipis tercetak di bibirnya. Ia mengangkat tubuh Chrysa dan menbaringkannya di ranjang.

"Masih banyak yang belum kau ketahui"

Ia mengelus pipi Chrysa sebelum akhirnya pergi meninggalkannya.

Flashback off

Chrysant Pov End

"Kau sudah bangun?" Chrysa menoleh ke sumber suara. Axton keluar dari pintu kamar mandi, ia berjalan hanya dengan handuk yang melilit pingganya itupun hanya sebatas lutut saja. Oh my god muka Chrysa memerah melihat perut Eight pack milik Axton dan dapat ia lihat pula tonjolan besar di antara selangkangan pria itu dengan cepat ia mengalihkan pandangannya.

Tak mendapat jawaban dari Chrysa, Axton dengan segera menghampirinya. Dengan sekali hentakan ia membalik tubuh Chrysa menjadi menghadapnya. Ia memeluk pinggang Chrysa menghapus jarak di antara keduanya.

"Kau mencoba mengabaikanku?" Axton berucap dengan nada dingin

"Bu..bukan, ha..hanya saja aku.."

"Kau menjadi gagap sekarang eh?"

Axton menyeringan menatap Chrysa yang tak berdaya di bawah kuasanya.

'Semuanya memang harus tunduk di bawah kuasaku'

"Ma..maaf" cicit Chrysa

"Aku ada urusan, jangan membuat masalah selama aku pergi atau.."

Axton mengelus pipi Chrysa turun kelehernya membuat Chrysa dengan susah payah menehan desahan akibat sentuhan Axton di lehernya. Leher adalah salah satu titik sensitifnya.

"Kau akan tahu akibatnya, mengerti?"

Chrysa mengangguk, tapi rupanya anggukan Chrysa tak membuat Axton puas, ia mencengkram dagu Chrysa

"JAWAB!"

Chrysa terpejam mendengar bentakan Axton, dengan susah payah ia menjawab

"Me..mengerti"

Axton melepaskan cengkramannya ia mamakai pakaiannya tanpa malu di hadapan Chrysa dan melenggang pergi.

Chrysa kembali menjadi gadis cengeng yang lemah. Ia kembali menangis dengan lukanya.

***

"Kau lihatlah ini Axton, ada hubungan antara orang ini dengan kejadian 20 tahun lalu"

Alvero menunjukan data yang ia peroleh dengan susah payah. Selama hampir 12 jam ia berkutat dengan komputer dan antek-anteknya bahkan ia harus meretas dokumen negara untuk mendapatkannya.

Axton mematikan batang nikotinnya. Ia mengambil data itu dan membacanya. Ia menelusuri kata demi kata yang tertera. Rahangnya mengeras dan matanya menggelap. Ia mengepalkan tangannya sampai kuku kuku tangannya memutih.

"Sialan dia benar-benar pengkhianat" Desisnya marah.

"Apa yang akan kau lakukan Ax?" Richard menghampiri keduanya dengan botol wine di tangannya. Menuangkan isinya ke dalam gelas kristal yang telah tersedia di atas meja.

"Dimana dia sekarang?"

"Menurut informasi yang aku peroleh, dia sedang berada di Rusia"

Alvero menyerahkan beberapa lembar foto pada Axton. Yang menunjukan kehidupan orang yang merek maksud.

"Dia sedang melakukan transaksi di sana" Lanjut Alvero

Axton mengangguk

"Kapan ia akan kembali?"

"Lusa, lusa akan ada pelelangan di club Masson dia ada dalam jejeran tamu yang di undang" Richard menyerahkan kartu undangan persegi kepada Axton.

"Susun rencana, apik. Seperti biasa"

Mereka mengangguk serempak.

***

Siapakah dia?
Tunggu kelanjutannya oke.
Jangan lupa vote and comment.
Follow juga:)

01 Mei 2019

Dear MafiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang