04 : human type of Nata

80 6 0
                                    

never grow up - taylor swift ♪

✿happy reading✿

Satu permen dan payung yang berada di atas meja itu adalah objek pandang Hanabi saat ini. Sejak beberapa menit yang lalu, pikirannya terus tertuju pada peristiwa sore tadi, dimana laki-laki permen yang ternyata bernama Alby itu meminjamkannya payung. Sedikit merasa bersalah sebenarnya karena telah berbohong kalau ia tak bawa payung. Namun hal itu tersingkirkan oleh antusiasnya untuk mengembalikan payung tersebut, lantaran ia akan bertemu lagi dengan Alby.

Hujan baru saja berhenti diluar sana, hanya menyisakan rintik-rintiknya yang samar. Hujan hari begitu menguntungkan bagi Hanabi. Sebab, dengan turunnya hujan sore tadi Hanabi mempunyai alasan untuk pertemuan selanjutnya.

"Apa sih!"

Gerutuannya keluar begitu saja saat menyadari senyum yang terus terukir di wajahnya karena hal itu. Sungguh konyol. Hanya dipinjamkan payung saja, Hanabi nyaris memeluk kebodohannya sendiri.

Tok! Tok! Tok!

"Iyaaaaa?" Hanabi berseru lantang saat suara ketukan pintu kamarnya terdengar.

Agi baru berani membuka pintu setelah mendapatkan respon –berbeda dengan Nata yang selalu seenaknya nyelonong masuk setiap kali datang. Kemudian, kepala Agi menyembul di pintu. "Udah makan, Kak Nib?"

"Belum."

"Bang Nata beli M*D, mau gak?"

"Mau. Sisain buat aku."

"Yaudah, cepet."

"Oke."

Hanabi bergegas menghampiri Nata yang sudah berada di ruang makan dan duluan menyantap makanan favoritnya. Ia lekas duduk di depan abangnya itu. Hanabi sempat mendengus ketika melihat tingkah laki-laki berambut gondrong tersebut.

Sepertinya bukan Nata namanya jika tidak bertingkah. Nata mengantongi kucing mungil di saku kaosnya, sesekali ia menyuapi anak kucing –yang sialnya terlihat anteng di kala makanan masuk ke dalam mulutnya. Sungguh, Nata seperti budak yang begitu mengabdi pada majikannya, bukan?

"Kucing baru?" Hanabi baru melihat keberadaan kucing itu di rumah ini. Makanya ia bertanya di sela-sela kegiatan makannya.

"Itu anak kucing ketemunya di deket got sekolah Agi. Katanya kasian, jadi bang Nata bawa ke rumah." Bukan Nata yang menjawab, melainkan Agi yang duduk di sampingnya.

"Ngapain dibawa ke rumah sih, Bang?" protes Hanabi. Ia bukan tak menyukai makhluk lucu tersebut, hanya saja memiliki dua kucing di rumah ini sudah membuatnya sedikit migrain, apalagi ditambah satu.

"Kamu gak liat selucu apa wajah anak kucing ini, Nib?" Nata membusungkan dadanya, memperlihatkan wajah sang majikan barunya. "Mana tega aku ninggalin dia di jalanan, apalagi hujan."

Hanabi mengembuskan napasnya, merasa terbebani. Orang yang paling dewasa di ruangan itu selalu dibuat sibuk oleh kuliahnya yang sudah menempu semester 3, apalagi akhir-akhir ini Nata harus belajar untuk ujian. Namun, lelaki yang tingkahnya unik itu malah menambah beban dengan satu hewan piaraan yang dipungutnya dari jalanan.

Tak ingin lagi mengeluarkan tenaga untuk mengomel, Hanabi hanya geleng-geleng kepala dan membiarkan Nata dengan segala keinginan dan kebaikannya pada hewan di dunia. Kalau ada dinosaurus yang kedinginan pun, sepertinya Nata akan membawanya pulang dan membiarkan rumah hancur oleh makhluk tersebut.

"Kamu udah pilih tempat bimbel yang cocok belum, Nib?" tanya Nata tiba-tiba.

"Belum." Hanabi mengedikkan bahunya.

Usai menghabiskan alasnya sampai tak tersisa satu nasi pun, Nata sepenuhnya memandang sang adik perempuan. "Mama Papa suruh cepet-cepet kamu mulai bimble buat persiapan masuk PTN, Nib."

"Tapi, kan, masuk swasta juga buat aku gak masalah. Bang Nata juga masuk swasta."

"Mama papa pengen kamu masuk kedokteran di UI."

Hanabi menghela napas jengah. "Aku udah pernah bahas ini deh perasaan. Bang Nata juga tahu, kan. aku pengennya belajar sejarah? Aku gak mau masuk kedokteran."

"Jadi, maksudnya kamu mau linjur?"

"Iya."

Nata terdiam beberapa saat memperhatikan Hanabi yang kelewat santai menjawab. Jika saja kedua orang tua mereka tahu kelakuan anak perempuannya, mungkin mereka akan marah. "Kamu mau Papa sama Mama marah?"

"Ya terus? Kalo marah kenapa? Lagian yang dimarahin juga aku, bukan Bang Nata." Lewat netranya Hanabi melihat tangan Agi yang merayap, hendak mencuri paha ayamnya. Spontan Hanabi memukul tangan jahil tersebut hingga pemiliknya berdesis.

"Nib ...." Suara Nata terdengar membujuk.

"Apa?" Hanabi masih terlihat masa bodoh.

"Bentar lagi semester akhir, lho. Kamu mau gitu aja? Kamu harus mulai fokus belajar, bukan terus-terusan baca buku sejarah," omel Nata yang cerocosannya mirip ibu-ibu rondel. "Mama Papa bentar lagi pulang dinas. Kamu kalo ketauan terus-terusan mojok di Perpus itu, pasti dimarahin. Nanti minta pembelaan ke siapa? Pasti ke aku."

"Aku gak mau jadi dokter, aku pengen jadi arkeolog!" Hanabi berbicara penuh penekanan. "Lagian, satu kampus sama bang Nata apa salahnya coba?"

"Oh atau jangan-jangan, Bang Nata ngotot pengen aku masuk kedokteran gara-gara Bang Nata gak jadi masuk kesana? Iya? Jadinya Bang Nata lampiasin ke aku supaya kecewanya Mama sama Papa terbayar, gitu?"

Nata disela dengan cepat oleh asumsi Hanabi yang panjang dan bersungut-sungut, itu tandanya Hanabi mulai jengkel dengan topik pembicaraan mereka.

"Bukan gitu," sanggah Nata.

"Terus apa?" Hanabi terdengar sewot.

Sementara itu, Agi sudah merasa terganggu dengan perseteruan kedua kakaknya yang kini saling melemparkan tatapan tajam. Bukan yang pertama kali mereka adu mulut, tapi ini langka. Yang seharusnya bertengkar dengan Hanabi itu Agi, bukan Nata yang kepalanya sama keras dengan kepala Hanabi.

"Udah deh." Agi menengahi keduanya. "Jangan bikin rumah jadi ancur akibat ulah kalian."

"Bang Nata ngeselin!" rutuk Hanabi yang langsung meninggalkan ruang makan.

Nasi yang masih tersisa, membuat Nata menyesal telah mengungkit masalah pendidikan di saat makan malam.

"Bawa piringnya ke kamar Nibi, Gi. Terus suruh dia nyuci piring abis makanannya dimakan. Bilang sama dia, jangan sisain makanan atau gak bakalan aku kasih uang jajan lagi buat beli buku."

Setelah seenaknya menyuruh sang adik bungsu, Nata pergi begitu saja, meninggalkan meja makan yang berantakan. Agi melongo dengan sayap ayam di mulutnya yang belum selesai tergigit. "Bhang! Aghi gak mahu dihamuk sama kak Nibhi!" teriaknya tidak jelas.

Kan? Agi jadinya yang kena. Mana mungkin Agi berani menyuruh Hanabi untuk cuci piring di saat Agi ingat bagaimana wajah kakaknya yang berekspresi seolah siap memakan apa saja termasuk manusia jenis Nata. Dengan sangat terpaksa Agi harus membereskan ruang makan dan mencuci piring. Akan ia laksanakan meskipun sambil misuh-misuh.

✿to be continued✿

08 April 2023
syndrumy

Time On WednesdayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang