✿happy reading✿
Persoalan tentang Agi yang terus merajuk lantaran tak diberi izin pergi ke Bali, akhirnya selesai. Nata berhasil membujuk kedua orang tuanya lewat telepon untuk mengizinkan adiknya. Berbagai kalimat yang tersusun rapih, bijak, dan sopan di kepalanya, membuat Nata selalu berhasil memenangkan hati kedua orang tuanya yang terkadang begitu keras mendisiplinkan anak-anaknya.
Satu hari sebelum keberangkatan keluarga Andi ke Bali, Agi tak bisa menahan diri untuk jingkrak-jingkrak, antusias mendengar kabar dari Nata. Hal itu tak lepas dari nyinyiran sang Kakak perempuan.
"Kemarin-kemarin aja nggak mau makan, males ngomong, ditanya nggak jawab, ngurung diri di kamar. Sekarang malah ketawa-ketawa nggak jelas!" Demikianlah yang dikatakan Hanabi saat Agi mendekatinya sambil cengar-cengir.
Agi tak meresponnya, ia hanya sibuk membujuk kakaknya untuk membagi uang jajan. "Minta uang dong, Kak Nib. Nanti Agi beliin oleh-oleh deh dari Bali."
"Dih! Apaan? Mau beliin oleh-oleh tapi minta uangnya ke aku. Sana minta aja ke Mama Papa."
Agi tak berhenti membuntuti setiap pergerakan Hanabi. Bahkan saat ke dapur, dan ke kamar mandi, dan kemana pun Agi masih mengekorinya.
"Kak Nib ...," rengeknya.
"Sana! Aku mau mandi."
"Kasih aku uang tambahan."
"Minta Bang Nata aja."
"Udah. Belum cukup, nanti di Bali Agi diajak nonton konser ke Sanur, belum lagi bayar tiket yang udah Andi beli. Bantu Agi dong, Kak."
Hanabi merotasi bola matanya dengan tangan berkacak pinggang, tak lupa helaan napas jengkel terhadap setiap kicauan bocah tersebut. Kalau begitu, Hanabi lebih senang Agi seperti kemarin, cemberut dan membisukan diri.
"Agi." Hanabi memanggilnya dengan nada jengah. "Aku capek, mau mandi, baru banget pulang. Kamu pengen liat aku makan meja belajar? Hah?"
Agi kicep setelah menerima amukan ringan kakaknya. Hanabi ketika marah adalah orang kedua paling menyeramkan setelah sang Mama. Kenyataan itu tak bisa Agi tampik meskipun dalam situasi yang baik sekali pun.
Tak berkata-kata lagi, Hanabi menutup pintu dengan kencang. Namun, Agi kali ini tak menyerah. Dengan mengandalkan setengah keberaniannya, ia kembali berkata dengan lantang supaya Hanabi mendengar.
"Kasih Agi uang jajan tambahan ya, Kak Nib!"
Brak!
Agi berjengit kaget saat sesuatu sengaja di lempar oleh Hanabi dari dalam kamar mandi. Akhirnya, Agi keluar dari kamar si anak tengah tersebut dengan lutut yang lumayan agak gemetar. Tepat saat keluar dari pintu berwarna putih dengan papan bertuliskan 'Hanabi's room here!', Agi berpapasan dengan Nata.
"Kamu abis ngapain dari kamar Nibi?" tanya Nata.
Mulut Agi hendak berbicara untuk menjawab pertanyaan Nata, tapi suara dari dalam kamar yang cukup lantang mendahuluinya.
"AGIIIIII?! KAMU NGAMBIL SABUN PUNYA AKU LAGI?!"
Nata menutup sebelah telinganya yang berdenging akibat teriakan marah Hanabi. Begitu pun dengan Agi yang wajahnya terlihat pucat dalam sekejap. Hanabi sudah ngamuk karena terus diganggu oleh ocehan Agi dan tambah ngamuk saat tahu kalau sabun kesayangannya seringkali dicuri --dan pelakunya adalah Amagi.
"Kamu ngapain ambil sabun punya Nibi sih, Gi?" Nata berdecak terhadap kelakuan adik bungsunya.
"Sabun punya Kak Nibi wanginya kayak parfume, Bang. Agi nyoba nyari-nyari di supermarket nggak ada," jelas Agi. Wajahnya terlihat begitu menyesal.
"Sana balikin sabunnya."
"Abis, Bang."
Nata menepuk jidatnya yang terbuka. Ia akui, memang menyebalkan memiliki adik seperti Agi yang seringkali mengambil barang orang lain seenaknya. Kedoknya cuman nyobain, tapi pakainya banyak. Bilangnya sudah minta izin, padahal izin pun hanya pada angin yang jelas-jelas tak akan ada jawaban, dan akhirnya diambil juga.
Sampai pada keesokan harinya, bertepatan saat keberangkatan Agi ke Bali, Hanabi masih tak memaafkan Agi perihal sabun kesukaannya. Entah Agi menggunakan sabunnya untuk apa sampai habis tak tersisa.
"Kak Nib, nggak mau pamitan sama Agi? Tiga hari lho aku di Bali," ucap Agi ketika mereka sampai di Bandara. Tak jauh dari tempat mereka berdiri, keluarga Andi tengah menunggu.
Wajah cemberut Agi, belum menggerakkan hati Hanabi untuk kembali luluh. "Mau satu minggu atau satu bulan juga terserah," ketusnya.
"Gitu banget deh, Kak Nib."
"Apa? Yang harusnya banyak protes itu aku ke kamu, Gi. Balikin sabun mandi aku. Aku beli itu tuh PO-nya lama, produknya juga terbatas!"
Membuat masalah dengan Hanabi adalah kesalahan Agi yang paling fatal sejauh ini. Kakaknya itu tak akan berhenti mengungkit-ungkit perihal kesalahannya di setiap kesempatan.
"Nanti deh, Agi tanggung jawab. Agi beliin 10 buat Kak Nibi. Agi juga bakalan beli oleh-oleh yang bagus buat Kak Nibi."
Janji-janji Agi tak mendapat respon dari Hanabi yang membuang muka dengan wajah dongkol. Percaya pada seorang Amagi Galaksi adalah hal yang sia-sia, mana bisa bocah tersebut menemukan produk langka yang sering dipakainya. Lalu, soal oleh-oleh? Dengan keseruan yang Agi dapatkan di Bali nanti, pastinya ia akan melupakan oleh-olehnya. Hanabi sangat mengenal bocah menyebalkan itu.
"Andi sama keluarganya udah nungguin. Aku mau samperin dulu Om Hanan buat nitipin kamu, ayo!" Nata mengajak kedua adiknya untuk menghampiri keluarga yang telah berkumpul dengan bawaan masing-masing.
Usai berbincang sedikit, yang pada intinya mewanti-wanti agar Agi tetap terawasi di Bali, lalu berlanjut dengan mengucapkan terima kasih, dan diakhiri dengan pamitnya untuk pulang. Sebab, Nata ada acara lain yang menyebabkan tak bisa menemani Agi sampai pada jadwal keberangkatan pesawat.
Sementara itu, di tempat dan waktu yang berbeda. Lima orang pemuda tengah bersiap untuk tampil di atas panggung konser yang disponsori oleh salah satu merek yang cukup terkenal. Terlepas dari kesibukan masing-masing, mereka selalu menyempatkan diri apabila ada jadwal manggung.
"Gue baru tahu Nata punya adik perempuan."
Celetukan Alby menarik semua pasang mata yang ada di tenda tempat mereka bersiap-siap. Alby masih sibuk dengan ponselnya di sebuah kursi, sedangkan teman-temannya sudah menghentikan aktivitas untuk tertuju sepenuhnya pada salah satu teman mereka.
"Nata?" sahut Jasta dengan kerutan di keningnya. "Nataka Semesta maksud lo?"
"Nata emang punya adek cewek. Gue juga baru tahu pas jadi tutor bahasa Inggris adek cowoknya." Kali ini Markus yang menimpali.
"Kenapa lo tiba-tiba ngomongin Nata, Bro?" tanya Haga sambil menepuk bahu temannya itu.
"Iya, bukannya hubungan lo sama Nata sejak dulu gak baik?" tambah Faldo.
Mereka semua tahu, sejak SMA hubungan Alby dan Nata tak baik dikarenakan satu kesalahpahaman. Namun, mungkin menurut Nata tidak begitu, ia pasti menganggap masalah itu sebuah kefatalan untuk keduanya. Hanya dengan Alby, dengan yang lainnya Nata tak memiliki masalah apapun.
Alby tak menjawab lagi setelahnya. Ia mengedikkan bahunya untuk mewakili jawaban setiap pertanyaan teman-temannya. Sedangkan Haga tak puas dengan respon yang rancu tersebut.
"Kenapa, By? Ada masalah?"
Pertanyaan Haga mewakili wajah-wajah penasaran yang tertuju pada Alby saat ini.
"Nggak ada." Alby menggeleng yakin.
Jika saja obrolan mereka tak tersela oleh panggilan dari panitia acara, mungkin Haga sudah mendesak Alby untuk menjawab dengan sejujur-jujurnya. Namun, sayangnya obrolan singkat mereka harus berakhir lantaran telah tiba waktunya untuk mereka naik ke panggung.
Sebelum itu, Haga menepuk bahunya sambil berbisik, "Nggak mau tau, kita harus lanjut ngobrol selesai ini."
✿to be continued✿
6 januari 2024
syndrumy
KAMU SEDANG MEMBACA
Time On Wednesday
General Fiction"Jika kamu adalah sebuah buku, maka akan aku baca berulangkali tanpa pernah merasa bosan. Sebab, kamu adalah sejarah singkat yang indah dan melekat." -Hanabi Nibiru