♪ fall in love alone - stacey ryan ♪
✿happy reading✿
Hanabi pergi ke Fairytale Library lebih semangat dari biasanya. Bahkan ia sampai menerobos kerumunan siswa-siswi yang tergesa-gesa keluar dari sekolah bagaikan keluar dari penjara. Sedangkan Isyara dan Malta hanya geleng-geleng kepala terhadap tingkah teman aneh mereka. Ini bukan hal yang pertama kali mereka temukan pada karakter Hanabi.
Ketika telah sampai di tempat tujuannya, Hanabi celingukkan kesana kemari. Ia mencari-cari keberadaan laki-laki permen. Embusan ia loloskan saat menyadari bahwa orang yang menjadi objek pencariannya itu tidak ada. Sejak pertemuan mereka saat hujan tempo hari, Hanabi tak pernah melihatnya lagi.
Pada akhirnya, Hanabi hanya memenuhi tujuan awalnya datang ke tempat ini. Yap, terjun ke dalam narasi-narasi cerita sejarah dan fantasi. Sepertinya, Hanabi terlalu percaya diri bahwa mereka akan bertemu lagi. Padahal Hanabi sama sekali tak mengenal laki-laki itu. Huft! Kenapa dirinya jadi hilang semangat ya?
Fokusnya tak sepenuhnya terkumpul. Kegiatan membaca buku di pojok perpustakaan itu sesekali diselingi oleh netra yang menyebar ke segala arah, barangkali ada sosok yang tengah dicarinya. Hanabi ingin sekali melupakan laki-laki permen, tapi ia terlalu penasaran dengan namanya. Lalu, apa rasa penasaran itu akan selesai hanya dengan tahu namanya? Entahlah, Hanabi merasa aneh pada dirinya yang sekarang.
"Rassi," panggil Hanabi saat di depan meja administrasi.
Yang dipanggil menoleh dengan alis terangkat. "Iya, kenapa?"
"Aku mau tanya."
"Tanya apa tuh?"
Rassi melepaskan pandangannya dari layar komputer dan sepenuhnya memusatkan atensi pada Hanabi.
"Eee ...." Hanabi bersuara dengan ragu. Sejujurnya Hanabi enggan untuk bertanya perihal ini. "Apa kamu pernah lihat cowok yang matanya sipit?"
Rassi menerka-nerka dengan melayangkan ingatan-ingatannya ke hari-hari kemarin. Bola matanya sampai terangkat ke atas selama memutas otak. Sedetik kemudian, perempuan berambut pendek itu menggeleng jelas. "Gak tahu. Aku gak perhatiin mata orang-orang yang masuk kesini, Han."
"Yang tingginya itu segini." Hanabi tak menyerah, ia mengangkat tangannya, mengukur tinggi laki-laki yang dimaksud.
"Gak tahu, Hana. Mana bisa aku perhatiin secara detail setiap orang yang datang kesini." Rassi menggelengkan kepalanya dengan bahu yang terangkat ringan.
"Yaudah, deh." Bahu Hanabi meluruh begitu saja, wajah kecewanya terlihat jelas oleh Rassi, namun Rassi bukan tipe orang yang ingin tahu urusan orang lain. Sepertinya menanyakan pada Rassi, yang setiap sore sampai malam berada disini pun tidak akan berhasil. "Aku pulang dulu, ya?"
"Tumben gak pinjam buku?"
"Aku lagi baca buku punya Bang Nata. Jadi, gak pinjam buku dulu buat hari ini."
"Oke deh, hati-hati pulangnya ya, Han?"
"Iya, Rassi."
Hanabi sudah melangkahkan kakinya untuk keluar dari perpustakaan tersebut. Namun, bertepatan dengan itu, pintu kayu lebih dulu dibuka oleh seseorang dari luar. Hanabi kontan bertemu tatap dengan pembuka pintu tersebut. Netranya terdilatasi begitu saja saat wajah seorang yang beberapa hari ini dicari ada di hadapannya.
"Oh? Hai. Kita ketemu lagi." Laki-laki permen itu mengangkat tiga jarinya. "Untuk ketiga kali, mungkin?"
"Eh- Hai." Hanabi mengangkat satu tangannya dengan seluruh tubuh yang dikuasai oleh kegugupan. Ia tersenyum kaku –tak seperti tersenyum, tapi malah terkesan seolah meringis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Time On Wednesday
Fiction générale"Jika kamu adalah sebuah buku, maka akan aku baca berulangkali tanpa pernah merasa bosan. Sebab, kamu adalah sejarah singkat yang indah dan melekat." -Hanabi Nibiru