11 : i'll always contact you

101 5 0
                                    

♪ abe parker - butterflies ♪
✿happy reading✿

Hanabi menghabiskan satu harian penuh dengan membaca buku fantasi, mendengarkan musik, menonton film, dan mengurung diri di kamar. Itulah kebiasannya di hari weekend, apalagi orang tuanya tak ada di rumah, Hanabi makin leluasa lantaran tak ada yang menegur. Oh tidak, bukan berarti Hanabi bebas teguran. Ia tetap mendapat teguran dari sang kakak, tapi tak setegas kedua orang tuanya.

Nata sudah berusaha keras untuk menarik adik perempuannya itu dari zona nyaman. Seperti mengajaknya nonton bioskop, jalan-jalan ke keluar, atau lari pagi. Rupanya semua itu tak membuat Hanabi tertarik. Padahal Nata memiliki jadwal kosong hari ini, tapi Hanabi malah menyia-nyiakannya. Hingga petang tiba, Hanabi baru keluar dari kamar dengan rambut dicepol, acak-acakan dan Nata tebak adiknya itu belum menyentuh air.

Hanabi melewati ruang tengah yang terdapat sofa empuk menghadap televisi. Di sana terdapat Nata dan Agi dengan kegiatannya masing-masing. Nata menonton televisi, sedangkan Agi tampaknya tengah membungkuk dengan wajah menghadap laptop, benda canggih itu berada di atas meja yang jauh lebih rendah dari posisi tubuhnya.

Dengan sengaja Hanabi menyenggol pantat Agi sampai nyaris tersungkur. Keusilan si anak tengah itu jelas mengundang desisan kesal anak bungsu. Sedangkan sang pelaku, berjalan riang ke arah dapur tanpa tampang bersalah.

"Kak Nibi!" geram Agi.

Posisi Agi saat ini begitu tanggung. Sebab, tugasnya harus segera selesai, sedangkan di sisi lain Agi ingin mengejar Hanabi, dan membalas perbuatannya. Selain itu, Agi pun harus bergegas menunaikan hajatnya yang sudah berada di ujung, makanya posisi tubuhnya tak kondusif.

Sementara itu, Nata menyaksikan tingkah kedua adiknya dengan kekehan ringan. Di pahanya ada seekor kucing putih yang menemaninya selama satu tahun ini, sebagai hadiah dari sang ayah karena selalu menjaga adik-adik dengan baik. Pria paruh baya yang berperan menjadi ayahnya tidak tahu saja bagaimana sulitnya merawat dua adik yang berkepribadian unik itu. Tak sebanding jika hanya dihadiahi oleh seekor kucing yang akan menambah bebannya.

Hanabi keluar dari arah dapur dengan satu gelas berisi air putih di tangannya. Kemudian, Hanabi duduk di samping Nata. Bersamaan dengan itu Agi ngibrit ke kamar mandi untuk tujuannya yang sempat tertunda.

"Gak bosen seharian di dalem kamar, Nib?"

Hanabi mengangkat bahunya untuk menanggapi pertanyaan Nata. "Kalo nyaman, kenapa harus bosen?"

Nata menghela napas berat. "Mama tadi telpon," kilahnya.

"Terus?"

"Nanyain kabar kamu."

"Bang Nata jawab apa?"

"Aku jawab kalo kamu makin aneh."

Hanabi menoleh dengan bengis. "Ih! Kok gitu?"

"Aku juga bilang kalo kamu gak mau berkegiatan lain selain diem di kamar seharian buat baca buku fiksi, bukan belajar."

"Ih! Bang Nata!"

"Terus Mama bilang, tungguin Mama pulang, nanti buku-bukunya bakalan Mama bakar," lanjut Nata mengikuti perkataan sang ibu di telepon tadi.

"Bang Nata?!" protes Hanabi, tak terima lantaran abangnya itu terkesan mengompori orangtuanya.

"Makanya belajar!" tegur Nata dengan wajah seriusnya.

Hanabi terus menatap Nata dengan wajah memberenggut tajam. "Awas aja. Kalo bener-bener dibakar, Bang Nata harus ganti!"

"Lah? Kok aku? Aku gak ada urusan sama buku-buku kamu!" Kini Nata yang protes.

Hanabi beranjak dari duduknya. Sebelum itu, dua jarinya menunjuk matanya dan wajah Nata bergantian. "Aku juga bakalan aduin kalo Bang Nata ngumpulin blue film di dalem flashdisk."

Time On WednesdayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang