Acara makan malam hari ini bersama keluarga Gama berjalan dengan lancar, diluar dugaan mereka semua menerima kehadiran Alana. Tapi sayangnya, gadis itu masih kesal pada Gama atas tindakannya yang terkesan seenaknya tadi dan tidak sesuai kesepakatan mereka diawal.
"Kamu masih marah sama saya, Lana?"
"Dikit, lebih banyak keselnya." Balas Alana tanpa menoleh sedikitpun kearah Gama. Ia lebih memilih menikmati jalanan yang mereka lewati untuk menuju apartemen Alana.
"Saya minta maaf kalau saya bertindak diluar perjanjian awal kita tapi kan kamu sudah jujur pada eyang dengan mengatakan bahwa kita adalah teman dekat, namun pertanyaan eyang selanjutnya membuktikan kalau dia menerima kamu, beliau terlihat senang melihat saya membawa kamu dan mengenalkan kamu pada keluarga saya. Bagaimana bisa saya mengecewakan eyang dengan mengatakan kita tidak akan memiliki hubungan apa-apa kedepannya?"
Alana menghela nafasnya. "Jawaban kamu memberi mereka harapan tentang hubungan saya dan kamu, we're just friend, Gama. Gak seharusnya kamu menjawab pertanyaan eyang seperti itu dan membuat saya bingung."
"Kamu bingung kenapa? Apa ucapan dan tindakan saya yang membuat kamu bingung?"
"Iya...kamu yang tiba-tiba datang di hidup saya, memberikan perhatian dan tindakan yang membuat saya senang namun takut di waktu yang bersamaan."
"..."
"Saya takut kalau segala hal yang kamu kasih selama ini membuat saya terjatuh seperti sebelumnya. Bukannya saya meragukan perasaan dan ketulusan kamu, Gama, tapi saya mulai meragukan diri saya sendiri, apakah saya bisa memberikan kamu kebahagiaan? Seperti yang kamu lakukan pada saya."
Gama mengangguk-anggukan kepalanya sementara matanya tetap berupaya untuk fokus melihat jalanan didepannya. "Kalau kamu bertanya, apakah kamu bisa memberikan saya kebahagiaan? Kamu bisa, saya merasa bahagia bahkan dengan hanya melihat pesan dari kamu meski itu hanya berisi pesan singkat. Kebahagiaan itu tidak bisa ditentukan juga tidak bisa diukur, hanya diri kita yang merasakannya. You said that we're just friend, but we can more than friends, right? Kita memang baru dekat dalam waktu yang singkat, but you can trust me, saya tidak pernah main-main dengan kamu selama ini dan dari awal saya sudah merasa bahwa kamu adalah seseorang yang saya tunggu selama ini."
"Gama, kenapa kamu bisa seyakin itu pada saya? Saya bisa saja bukan perempuan baik-baik, saya bisa saja hanya memanfaatkan kamu. Kenapa kamu bisa seyakin itu?" Tanya Alana.
"Hmm...saya juga tidak tahu, tapi sejak pertama kali melihat kamu di After Midnight waktu itu saya langsung bisa merasakan bahwa you're the one. Dari awal saya sudah mengenal kamu, saya tahu keluarga kamu bukan keluarga sembarangan, tapi kamu tidak pernah menunjukan hal itu dan saya semakin yakin bahwa kamu tidak seperti perempuan-perempuan yang saya temui sebelumnya. Kamu mengenalkan diri kamu sebagai Alana bukan Alana Sutedja."
"Maaf kalau saya sempat meragukan kamu, Gama." Ucap Alana.
"Tidak apa-apa, saya mengerti kalau semua hal itu butuh proses. Untuk masalah tadi, biar nanti saya jelaskan pada eyang dan kedua orangtua saya, maaf kalau ucapan saya tadi membuat kamu tidak nyaman."
"No, it's okay. Saya juga akan mencoba memahami kamu."
Gama menoleh lalu tersenyum, ia mengulurkan tangannya pada Alana yang kemudian disambut oleh tangan kanan gadis itu. Gama mengenggam tangannya dengan erat, "Saya akan memberikan kamu waktu, selama apapun asalkan itu bisa membuat kamu yakin akan perasaan kamu terhadap saya. Tenang saja, saya selalu ada disini."
"Take your times, Alana."
Alana baru sadar bahwa jalan yang mereka lewati saat ini bukan jalan menuju apartemen Alana, gadis itu terkekeh pelan karena daritadi ia tidak menyadarinya. "Ini kamu gak jadi bawa saya pulang?" Tanya Alana.
KAMU SEDANG MEMBACA
By My Side
Fanfiction"As long I'm here no one can hurt you, so stay by my side." - bluesy story