Alana membawa Gama ke area kolam renang yang berada dilantai 6 gedung apartemen ini dan duduk di salah satu kursi panjang yang memang disediakan disana.
"Kamu gak dingin?" Tanya Gama saat melihat Alana hanya mengenakan setelan piyamanya saja. "Engga, biasa aja. Cepet kamu jelasin aja!"
"Ok, tapi kamu jangan kaget ya dengernya."
"Iya...gak janji tapi."
Gama mendengus pelan mendengar balasan atas ucapannya. "Kejadian hari ini bisa dipastikan bukan kecelakaan biasa, semua yang terjadi seperti sudah direncanakan, pengemudi yang menabrak mobil ibu tadi siang tidak ada jejaknya setelah kabur, bahkan rem mobil yang blong saya yakin itu juga adalah perbuatan orang-orang itu, saya tidak tahu sejak kapan mereka melakukan itu tapi yang pasti ini sangat berbahaya bagi kamu dan ibu."
"Orang-orang itu, yang kamu maksud itu siapa?"
"Bisa dibilang lawan politik saya, dulu saya pernah mengungkap kasus korupsi pembangunan Art & Culture Center, kamu pasti pernah dengar kasus ini dari berita. Tersangka dari kasus ini adalah Chandra Permadi, ketua komisi XI saat itu. Namun, orang-orang yang tertangkap atas kasus suap dan korupsi ini baru bawahannya saja alias ada orang yang lebih berkuasa disini yang terlibat, sidang vonis akan dilakukan akhir bulan ini dan menjelang sidang itu akan banyak ancaman yang datang pada keluarga saya, sayangnya kamu juga mulai orang-orang itu targetkan untuk membalas dendam dan menyerang saya."
"..."
"Saya punya bukti kuat mengenai keterlibatan orang-orang ini dan mereka pasti tidak ingin ini semua terungkap, eyang dan bapak malah menyuruh saya menikahi kamu untuk memastikan bahwa kamu aman dan berada dalam pengawasan saya selama masa-masa menegangkan ini."
Alana meraih tangan Gama, wajahnya yang ceria kini berubah menjadi sendu. Walau Alana merasa bingung dengan penjelasan Gama mengenai kasus ini, tapi ia sedikit paham kalau dirinya sedang menjadi incaran lawan politik Gama.
"Maaf sudah menempatkan kamu dalam posisi berbahaya seperti ini, jika waktu bisa kembali diulang saya tidak akan mau menempatkan kamu dalam posisi ini. Saya semakin takut jika harus kehilangan kamu. Tapi kalau kamu mau pergi, tidak apa-apa saya akan paham kalau kamu tidak nyaman berada dalam situasi ini." Ucap Gama sembari menundukan kepalanya.
"Gama, hari ini kamu sudah membuat aku yakin atas perasaan ini. Kamu selalu menjadi tempat teraman dan ternyaman bagi aku, kamu selalu merasa khawatir jika terjadi sesuatu padaku seperti hari ini, kamu selalu bisa membuat aku percaya diri untuk menghadapi kenyataan hidup, dan berkat itu semua aku jadi yakin kalau kamu tidak hanya akan hadir sesaat dalam hidup aku." Balas Alana.
"Kalau kamu bisa seyakin itu sama aku, kenapa aku gak bisa seyakin itu juga kalau kamu akan melindungi aku?"
Gama tidak mampu berkata-kata lagi, semua ucapan Alana seolah berhasil membuat dirinya tenang. Gadis ini benar-benar sudah meyakinkan diri dan perasaannya terhadap Gama. "Ternyata kamu bisa juga ya mengatakan kata-kata manis seperti itu. Saya jadi tersanjung begini,"
"Dialog film itu." Elak Alana sambil memalingkan mukanya karena malu.
"Dialognya bagus, film kamu yang mana itu?" Goda Gama.
"Ishh males deh!"
Gama tertawa seraya menyenderkan kepalanya dibahu Alana. Ia memainkan jari-jari lentik milik Alana dan lalu ia genggam sembari mengelusnya dengan lembut.
"Waktu itu kamu masih belum bisa yakin sama perasaan kamu sendiri, kamu takut tidak akan bisa memberikan saya kebahagiaan, tapi apa yang membuat kamu seyakin ini, Alana?"
"Banyak hal, salah satunya pada malam pernikahan Julian waktu itu, kamu benar-benar menjadi tameng bagi aku lalu keluarga kamu yang sangat menerima aku meskipun aku dan kamu masih sebatas berteman saja, dan yang pasti sikap kamu selama ini yang benar-benar menunjukkan kalau perasaan kamu ke aku itu beneran tulus. Aku yakin karena kamu orangnya, Gamaliel."
KAMU SEDANG MEMBACA
By My Side
Fanfiction"As long I'm here no one can hurt you, so stay by my side." - bluesy story