By My Side - 14

1.3K 274 3
                                    

Gama tidak tahu apa yang sudah Alana lalui selama hidupnya sebelum bertemu dengannya. Pernyataan ayahnya tadi memang telah melukai hati Alana, tapi gadis itu tidak menangis. Ia tetap bisa tersenyum seperti tidak terjadi apa-apa saat makan malam keluarga. Gama memperhatikan Alana, meskipun senyuman diwajahnya tidak luntur tapi tatapan matanya tidak bisa berbohong.

Alana terlihat menahan semuanya didepan Gama.

Usai makan malam, Alana langsung mengajak Gama pulang dan berdalih ia ada kerjaan besok pagi padahal yang Gama tahu besok Alana tidak ada jadwal di pagi hari tapi Gama iya-kan saja karena paham Alana hanya mencoba menghindari ayahnya sejak tadi.

"Alana."

Alana yang baru selesai memasang seatbelt-nya sontak menoleh kearah Gama. "Hm? Kenapa?"

"Mau ketoprak gak?"

"Kan udah makan barusan."

"Mana bisa disebut makan, kamu cuma makan satu suap aja tadi. Kita cari ketoprak kesukaan kamu itu ya? Saya gak bisa anterin kamu pulang dengan perut kosong seperti ini."

Alana tidak menjawab, ia hanya terdiam sambil menatap lekat paras pria dihadapannya itu. Air matanya lolos juga tanpa diperintah dan hal itu membuat Gama sedikit terkejut.

"Eh kenapa? Gak mau makan ketoprak?" Tanya Gama yang panik.

"Mau..."

"Terus kenapa malah nangis? Saya bikin salah ya?"

Alana menggelengkan kepalanya, "Gak, aku pengen nangis aja."

Gama mengulurkan tangannya dan mengelus puncak kepala Alana dengan lembut, mencoba memberi kekuatan pada gadis ini. "Didepan saya kamu boleh nangis, marah, kecewa, senang, tertawa, dan apapun yang kamu rasakan tanpa harus takut itu akan mengubah pandangan saya terhadap diri kamu. Sekarang, kalau mau nangis, nangis aja jangan ditahan nanti sakit."

"Gama..."

"It's okay, crying doesn't make you look weak but it's actually how you express your own feelings. Sekarang kamu punya saya, jangan menahan semuanya sendiri. Kamu bisa berbagi dengan saya seperti yang pernah saya bilang dulu."

Alana merasakan kesedihannya malam ini bercampur dengan rasa haru, Gama ini benar-benar selalu bisa membuat prinsip yang ia pegang selama ini goyah. Alana tidak pernah mau menunjukkan air matanya didepan orang-orang terutama kedua orangtuanya karena tidak mau dianggap lemah dan remeh sementara ia sudah meninggalkan rumah ini sejak lama. Alana had to stand on her own feet and it was very difficult for her to do everything alone.

Saat mobil mulai meninggalkan area rumah keluarganya itu, Alana menangis tanpa ia tahan-tahan lagi dan Gama membiarkan gadis itu menangis sepuasnya kalau bisa sampai Alana sendiri merasa lega. Gama tidak masalah jika ia harus mengitari seluruh kota Jakarta malam ini hanya untuk menemani Alana menangis.

He would do anything for her, tapi namanya perut lapar mana bisa ditahan, ditengah tangisannya Alana masih sempat memberitahu tempat ketoprak langganannya pada Gama dan itu membuat Gama tertawa. "Ketoprak tetap nomor satu ya?" Godanya.

"Mulai kerasa lapar soalnya." Balas Alana sembari menyeka air matanya menggunakan tissue yang diberikan oleh Gama.

"Udah mendingan belum?"

Alana menganggukan kepalanya. "Better than before, thanks ya, Pak Gamaliel."

"Sama-sama, Bu Alana. Ada lagi yang anda butuhkan?"

"Peluk."

"Kamu mau saya peluk?" Tanya Gama memastikan ia tidak salah dengar barusan.

"Iya, boleh gak?"

By My SideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang