18 : Ruang kosong

30 3 0
                                    

"Coba telpon lagi, kali aja hp Sandra baterai nya habis," usul Ditto. Salah dia sendiri karena membuat Arnes panik dari pagi.

Pekerjaan yang tidak bisa Arnes tinggalkan, menjadi satu halangan nya untuk mencari keberadaan Sandra. Fokusnya buyar, sampai pekerjaan yang dia kerjakan tidak berjalan dengan lancarnya seperti biasa.

"Pulang duluan, assalamualaikum." Buru-buru Arnes memasuki mobilnya. Dia tak ke mana tujuannya yang pertama.

Ini sudah 24 jam Sandra tidak pulang ke rumah dan tidak ada kabar sama sekali. Pikirannya sudah tak positif lagi, meski Arnes terus beristighfar agar bisa terus berprasangka baik tentang Sandra, dia tetap tidak bisa mengendalikannya karena panik yang menyerang.

Pijakan gas mobilnya semakin ditekan, Arnes sebisa mungkin mengebut dan menyalip jalan yang sekiranya kosong dan mampu untuk Arnes lewati. Jam-jam segini, memang waktu Sandra pulang sedikit terlambat, jadi Arnes akan singgah ke kantor Sandra terlebih dahulu.

Para pegawai terlihat mulai keluar, Arnes turun dari mobilnya setelah sampai dan berlari cepat menuju loby kantor Sandra.

"Permisi."

Sang resepsionis yang sudah beres-beres ingin pulang di cegat oleh Arnes.

"Iya, ada apa?" tanyanya.

"Ada Sandra?"

Resepsionis itu berpikir sejenak setelah mengamati wajah Arnes tidak lama. Kenal dengan siapa Pria di depannya, wanita resepsionis itu tak sengaja melihat Febri, dan memanggilnya.

"Febri!" panggilnya, lambaian tangan yang menyuruhnya untuk berbalik lagi dituruti oleh Febri.

"Kenapa?" Febri belum sadar kalau ada Arnes di antara mereka berdua.

"Ini ada suaminya kak, Sandra. Aku pulang duluan, ya. Assalamualaikum."

"Waalaikumussalam," jawab Arnes dan Febri.

"Ada apa bapak ke sini?" Febri mulai menanyai.

"Sandra, dia ada? apa udah pulang duluan?" Sambil menanyai, kepalanya celingukan melihat ke sana kemari.

"Kak Sandra kan ijin buat gak masuk dulu dari kemarin. Mungkin sampai beberapa hari ke depan," jawab Febri. Mata Arnes hampir saja keluar karena saking terkejutnya.

"Okeh, makasih infonya." Arnes segera berlari lagi, tujuannya yang kedua adalah rumah orang tuanya sendiri.

Meski mustahil Sandra ada di sana, apa salahnya untuk mengeceknya terlebih dahulu. Arnes terus menelepon nomor Sandra meski beberapa kali handphone nya mengatakan handphone Sandra sedang tidak aktif.

"Assalamualaikum, Mah." Bel rumahnya Arnes tekan, dengan gedoran pintu untuk cepat-cepat pintu dibuka.

Tak berselang lama, pintu terbuka. "Arnes, kenapa kamu ke sini? ayo masuk." Tian sebagai sang ibu langsung mempersilakan anaknya masuk.

Arnes menggeleng, "Aku gak akan lama. Di sini ada Sandra gak?"

"Sandra? memangnya dia ke mana, gak ada di rumah mamah," jawab Tian. Melihat ke khawatiran anaknya, Tian juga ikut khawatir.

"Aku gak tahu ... ." Kepanikannya membuat suara Arnes lirih.

"Udah dari kapan, Ar? kamu udah telpon dia?" tanya Tian.

"Aku pulang dulu. Assalamualaikum." Cepat-cepat setelah menyalimi tangan ibunya, Arnes pergi lagi.

[•••••]

"Ustadzah nanti besok-besok ada di sini lagi, gak?" Anak berusia 13 tahun bertanya sambil mengacungkan tangannya ketika Sandra bertanya sesudah menjelaskan tajwidnya kepada anak itu.

I'm With You [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang