Dalam gelapnya malam, tidak ada siapapun yang Sandra kenal untuk bisa menjadi penyelamatnya malam ini. Berjalan beberapa meter setelah turun dari taksi, tangan Sandra terus dipegangi oleh seorang wanita berpakaian minim–cantik dengan wajahnya–yang tidak lain adalah ibu kandungnya sendiri.
Di setiap langkah heels 3 centimeter yang dipakai ibunya membuat Sandra semakin was-was, apalagi mendengar bunyinya yang mengetuk cepat seperti jantungnya.
"Ibu, kita akan ke mana?" tanya Sandra kecil.
Dirinya yang masih berumur 12 tahun tidak tahu apa-apa tentang dunia orang dewasa, apalagi pekerjaan ibunya yang selalu tidak pulang. Namun baru kali ini, Sandra keluar malam bersama ibunya, mendadani nya dengan cantik, berpikir positif bahwa ibunya akan mengajaknya jalan-jalan.
"Gak usah banyak tanya! dari mulai sekarang, hidup kamu pasti akan berubah!"
"Berubah? maksudnya gimana, Bu? hidup aku cuman mau sama ibu aja," ujar Sandra.
"Iya, makanya nurut aja sekarang!"
Perjalanan kaki mereka sudah sampai di sebuah rumah yang jauh dari jalanan besar, sepi, dan tak banyak orang lewat. Beberapa kendaraan pun hanya bisa dilewati oleh kendaraan beroda dua saja, karena tak muat kalau mobil masuk.
"Saya sudah sampai di depan," kata ibunya ditelpon. Sandra terus memerhatikan sekitar, merapatkan dirinya ke ibunya karena takut dengan suasana malam ini.
"Ibu, ini rumah siapa? kenapa kita ke sini?" Dilihat dari luar saja membuat Sandra takut, pencahayaan di depan rumah berwarna abu tua itu sangat sedikit.
"Udah dibilang gak usah banyak tanya! bandel kamu, ya!" bentak sang ibu merasa kesal.
"Hai Dara," sapa seorang Pria keluar dari rumah itu.
"Hai." Sandra melihat, ibunya tersenyum ramah kepada Pria itu, membalas jabatan tangannya dan memeluknya sebentar.
"Mana?" tanya Pria itu.
"Ini, dia anakku." Dara memperkenalkan Sandra.
"Wah, bibit unggul sekali ..., ini kalau sudah dewasa pasti akan menjadi rebutan," ucap Pria itu, matanya berbinar melihat Sandra.
"Tapi ingat, sesuai kesepakatan kita, tunggu sampai dia berumur 18 tahun," kata Dara.
"Iya, aku ingat."
"Ibu ...," ucap Sandra, merasa takut dengan tatapan Pria yang mengobrol dengan ibunya.
"Mana uang yang kamu janjikan, aku gak akan kasih anakku kalau gak ada uangnya!" seru Dara.
"Tenang saja." Pria itu bertepuk tangan dua kali, lalu keluarlah dua Pria gagah berbadan besar.
Kedua Pria itu menyerahkan amplop coklat besar kepada Dara.
"Itu, cukup, kan?"
"Cukup."
Pria itu mengangguk-angguk, matanya mengintruksikan kepada kedua bawahannya untuk mendekati Dara.
"Hey! apa-apaan ini!" seru Dara kesal, tiba-tiba dada kedua Pria yang baru datang tadi mencekal kedua tangannya.
Amplop coklat itu yang terjatuh diambil kembali oleh si Pria, menutupnya dengan rapih lagi setelah dibuka oleh Data tadi.
"Aku itu orangnya gak mau rugi, kalau ada anaknya kenapa harus membiarkan ibunya gitu aja. Kamu udah lihat uang di dalam amplop ini, itu artinya bayaran kamu segitu kalau aku jual kepada Pria diluar negeri sana setiap waktu yang ditentukan," kata Pria dengan berewokan di pipinya sampai dagu.
"Licik! lepaskan anakku!" teriak Dara, melihat Sandra yang sudah ada di tangan Pria di depannya.
"Bawa!" suruh Pria itu kepada kedua bawahannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm With You [END]
SpiritualSandra wanita yang sulit mengekspresikan dirinya. Sulit mengeluarkan emosional yang kerapkali dia merasa marah, sedih, dan bahagia. Kepribadiannya yang seperti itu, sangat sulit ditebak oleh siapapun. Apalagi untuk orang didekatnya, yang sudah Sand...