Kedatangan Sandra dan Arnes sangat menjadi pusat perhatian di pesantren. Mereka orang-orang penting yang sempat hadir kemarin di pernikahan, begitu tak menyangka akan kacau. Mereka juga tidak bisa menyalahkan siapapun. Tapi, orang tua Arnes memang pantas untuk disalahkan. Mereka yang membuat keputusan begitu saja tanpa melihat ke segala sisi.
Kemarin, sebelum bertemu Sandra. Madzani dan Tian sudah mengunjungi rumah besannya. Mereka meminta maaf karena pernikahan batal begitu saja. Sempat keduanya ingin meminta maaf kepada Liana, tapi dia menutup diri di kamar. Agung dan Rani pun tidak mau memaksa dan mereka berdua juga sudah menerima yang semuanya terjadi.
"Alhamdulillah, Ning udah sampai. Ayo silakan duduk, bapak sama ibu lagi ada di asrama santri, lagi mengecek keributan di sana," kata Bu Dian ramah. Sikapnya tidak berubah, meski sudah ada beberapa masalah yang terjadi di rumah.
"Emangnya ada keributan apa? jarang-jarang ada masalah di sana?" tanya Sandra khawatir.
"Dua santri laki-laki berkelahi, alasannya masih belum diketahui. Itu sebabnya bapak sama ibu turun tangan karena keduanya masih menutup mulut tidak mau cerita dan saling minta maaf," jawab Bu Dian.
"Apa perlu aku ke sana." Sandra bukan bertanya, dia hany menimang-nimang sebentar.
"Gak usah, Ning. Lagian bapak sama ibu udah lama, sebentar lagi juga pulang."
"Assalamualaikum," salam Agung dan Rani.
"Waalaikumussalam. Tuh bapak sama ibu datang," ucap Bu Dian. Tersenyum menyambut mereka.
"Sandra, Arnes. Udah lama di sini?" tanya Agung, ketika keduanya menyalimi tangannya dan tangan Rani.
"Baru aja, yah," jawab Arnes.
Mereka berempat duduk, Agung tahu ada yang mau dibicarakan. Untungnya masalah di asrama sudah selesai.
"Ada apa memangnya, ayah pikir kalian udah kembali ke Jakarta."
"Enggak. Kita ke sini mau meluruskan semuanya, Yah," ujar Arnes. Serius dengan suaranya dan tatapannya.
"Meluruskan?" Rani bersuara.
"Iya, Arnes minta maaf karena gak jadi menikah sama Liana. Arnes minta maaf juga, karena mungkin Ayah sama ibu dipusingkan dengan masalah ini," papar Arnes.
"Sandra juga minta maaf," ucap Sandra.
"Kenapa kamu minta maaf Sandra? emang kamu ada salah?" Rani sempat bingung dengan ucapan anaknya.
"Iya, aku yang anak angkat seharusnya mengalah demi Liana. Aku gak seharusnya membebankan ayah sama ibu," jelas Sandra.
"Kamu ngomong apa Sandra! kamu sama sekali gak jadi beban di sini. Terkait Liana, gak papa. Justru ayah sama ibu yang minta maaf karena memainkan perasaan kamu dengan pilihan yang harus Arnes putuskan. Ayah sama ibu minta maaf tentang itu," ujar Rani. Dia sama sekali tidak Sandra menganggap anaknya itu asing di sini. Rani benar-benar tidak ada pikiran negatif pun dengan anak pertamanya walaupun yang sudah dia angkat.
"Sandra cuman gak mau jadi anak gak tahu diri, Bu ...," ucap Sandra.
"Kamu gak boleh bicara seperti itu Sandra," ucap Agung.
"Tentang masalah kemarin-kemarin dan pernikahan yang batal, gak usah dipikirkan lagi. Lupakan, anggap saja itu hanya kesalahan yang patut kita ambil pelajarannya." Rani benar-benar tidak mau kalau kedua anaknya mengingat hal yang terlibat akan perasaan itu. Perasaan yang di mana dikuasai oleh hasutan setan.
"Makasih ayah, ibu. Terima kasih kalian udah bisa nerima Arnes dan memaafkan Arnes tentang kemarin," ujar Arnes.
"Iya Arnes, jangan terlalu merasa bersalah. Kita semua keluarga, tentu saja harus saling memaafkan." Agung menepuk-nepuk pundak Arnes.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm With You [END]
SpiritualSandra wanita yang sulit mengekspresikan dirinya. Sulit mengeluarkan emosional yang kerapkali dia merasa marah, sedih, dan bahagia. Kepribadiannya yang seperti itu, sangat sulit ditebak oleh siapapun. Apalagi untuk orang didekatnya, yang sudah Sand...