22 : Tentangnya

31 5 0
                                    

"Gimana? Liana udah bisa dihubungi?" Dari kemarin Rina sebagai sang ibu terus menelepon Liana untuk memberitahu tentang Sandra. Bagaimana pun, mereka ini keluarga.

"Belum," jawab Rina. Melihat chat di handphone nya pun masih belum di baca oleh Liana.

Agung menghela napasnya, sampai Sandra sadar dia harus tetap di sini bersama sang istri. Agung khawatir dengan keadaan Sandra, anak pertamanya itu harus dia temani meskipun umurnya bukan lagi seperti anak kecil. Setiap orang tua, pasti akan memandang anaknya layaknya anak kecil, yang terus di manja, dan diperlakukan baik dan lembut.

"Temannya, coba hubungi," saran Agung, setelah ingat, dulu Liana pernah mengajak seorang wanita sebagai temannya untuk menginap di rumah.

Rina mengangguk, dia tidak mengirim pesan lagi, tapi menelponnya langsung untuk cepat mengetahui kabar Liana.

"Nomornya gak aktif," ucap Rina.

Kadang Agung harus menerima semua kehidupannya. Apalagi dia seorang pendiri pesantren, untuk membimbing para santri menjadi pribadi yang lebih baik dan mengenal ilmu agama lebih jauh. Tapi, apa kata orang kalau Agung tidak bisa mengajarkan anaknya sendiri.

Segala doa, terus Agung panjatkan untuk kebaikan anak-anaknya. Tidak semua orang tua bisa membuat anaknya apa yang dia mau, apalagi Agung tak pernah memaksakan segala keputusan anak-anaknya yang akan jadi seperti apa ketika dewasa, syaratnya hanya satu, tetap di jalan yang benar dan sesuai dengan hukum agama.

Tapi, yang ditakutkan Agung sekarang, anaknya yang kedua–Liana–yang jauh dari pengawasannya. Dari kecil, Liana lebih di manja dan mendapatkan apapun, Agung sendiri yang memanjakan nya.

Sementara Sandra, Agung melihat Sandra dengan tatapan bersalah. Anak pertamanya ini sudah lebih banyak berkorban, dan berusaha untuk menjadi pribadi yang Agung inginkan. Sandra seolah sadar sendiri tanpa Agung mau, kalau Sandra harus jadi apa yang dia inginkan.

Pintu ruang rawat Sandra terbuka oleh orang tua Arnes yang datang. Mereka ikut duduk di sofa yang masih tersedia di ruangan Sandra.

"Pak Agung, sebelumnya saya minta maaf. Tapi apa boleh saya tahu, kenapa Sandra bia kecelakaan? apa semua ini karena kesalahan anak saya Arnes?" Dari semalam, Tian–istrinya–terus mendesak agar menanyakan. Tian maupun dirinya juga khawatir dan takut, kalau dibalik kecelakaan Sandra adalah ulah Arnes.

"Enggak, semua ini bukan salah Arnes," jawab Agung cepat.

"Iya, Pak Zani, malahan saya sama suami saya yang minta maaf atas kesalahan Sandra," ujar Rani, mengoreksinya kalau dirinya dan suaminya yang salah.

"Emangnya ada apa Bu Rani?" tanya Tian. "Setahu saya, sebelum Sandra kecelakaan, Sandra sempat gak ada dan gak tahu kabarnya. Arnes sampai nyari-nyari waktu itu."

"Iya, itu berawal dari sana." Penjelasan besannya dibenarkan oleh Rani.

"Memangnya Sandra kenapa?" tanya Madzani–Ayah Arnes–yang tidak tahu apa-apa.

"Sandra pulang ke Aceh tanpa izin dari Arnes sebagai suaminya. Mungkin, ini balasan karena anak saya telah melakukan dosa kepada Arnes. Saya minta maaf Pak Zani ..., Arnes di sini gak salah apa-apa. Malahan saya sangat berterima kasih, karena Arnes selalu bersikap baik dan menemani Sandra," jelas Agung.

"Astaghfirullah ..., emangnya kenapa Sandra sampai pulang? pasti ada alasannya, kan? gak mungkin Arnes gak tahu apa-apa," resah Tian.

"Kita sebagai orang tuanya juga gak tahu. Mungkin, hanya Arnes dan Sandra aja yang tahu," balas Rani.

"Iya, kita sama-sama gak tahu. Jangan menganggap ini dosa dari kesalahan Sandra. Kita semua tahu, ini takdir dan gak bisa dihindari," kata Madzani, agar Agung sebagai besannya tidak mengkhawatirkan tentang anaknya maupun Sandra.

I'm With You [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang