"Alhamdulillah, Mah. Sandra ada di rumahnya, di Aceh," kata Arnes memberitahu Mamahnya yang terus menelpon dan menanyakan tentang Sandra.
"Ada apa emangnya Arnes sampai Sandra pulang? kamu gak kdrt kan! mamah gak mau, ya, anak mamah kelakuannya kayak gitu!" Omelan Tian memekakkan telinga Arnes, sampai handphone nya dijauhkan dari telinga.
"Enggak, gak ada apa-apa, kok. Arnes gak mungkin ngelakuin hal-hal kayak gitu."
"Pokoknya mamah mau ngadu sama ayah kamu!" ancaman Tian membuat Arnes langsung duduk tegap.
"Gak usah, mah. Nanti kalau ayah tahu bakalan ribet. Sandra cuman mau pulang aja ke rumahnya, udah itu aja gak ada apa-apa," jelas Arnes, mulai serius.
"Arnes kamu jangan bohong! cepat hubungi istri kamu. Apa kata orang tua Sandra nanti kalau istrinya tiba-tiba pulang tanpa suami!"
"Iya-iya. Arnes tutup ya, assalamualaikum."
"Waalaikumussalam."
Selama 30 menit Arnes berbicara ditelpon dengan mamahnya. Setelah kemarin ke rumah dan pulang terburu-buru, mamahnya yang super ribet dan panikan itu terus meneror Arnes dengan panggilan telepon sampai seratus kali.
"Udah?" tanya Ziyan.
Arnes menyandarkan punggungnya lagi ke kursi. Matanya memejam mencoba menikmati suasana sore hari di tempat mereka berkumpul. Salah satu warung kopi sederhana yang sudah menjadi langganan mereka dari masa-masa sekolah. Kebetulan, hari ini Arnes pulang cepat, begitu pula dengan Ditto.
"Lagian, aneh lo, Nes. Bukannya jemput istri, lo, malah sibuk kerja di sini!" cetus Ditto.
Kalau dijelaskan percuma, hanya Arnes saja yang tahu kenapa dia sampai berdiam diri di sini tanpa langsung buru-buru menghampiri Sandra. Semua masalah rumah tangganya, tak mungkin juga Arnes mengatakannya kepada para sahabatnya. Lagipula, Arnes sudah Sandra buruh waktu sendiri, dia tidak bisa memaksa Sandra untuk melupakan Fahmi begitu saja.
"Kalau gak kerja, di kasih makan apa dong istrinya," sindir Gerri untuk ucapan Ditto.
"Kerja mulu, kalau gak ada istri buat apa," balas Ditto.
"Iya, kita bertiga emang seharusnya udah nikah, gak boleh kerja mulu, nih," ujar Ziyan. Menyadarkan Ziyan dan Ditto sendiri yang mengucapkannya tadi.
"Gak tau ah, gelap!" sahut Ditto.
"Tapi gue mau nanya, nih. Lo udah cinta sama Sandra? selama tiga bulan terakhir ini, perasaan lo gimana?" tanya Ziyan.
"Sombong banget si pengacara, nanya nya juga yang berat!" celetuk Ditto tiba-tiba.
Ditto benar, pertanyaan Ziyan cukup memberatkan, Arnes tidak bisa menjawabnya langsung. Perlu dipikirkan dan dipahami dulu bagaimana perasaannya.
"Gak tau," jawab Arnes. Hanya dua kata itu yang mampu menyelamatkannya.
"Kayaknya lo harus bicara baik-baik sama Sandra deh, saling jujur, apa masalah lo dan apa masalah dia. Semua perlu dibahas, supaya gak bingung," saran Gerri.
"Kita juga gak tahu apa masalah, lo, dan saran apa yang tepat buat, lo. Dari gue, cukup lo banyak-banyak doa dan minta petunjuk sama Allah. Hanya Allah yang tahu, karena dia yang merencanakan jalan hidup kita." Ziyan ikut memberi saran yang menurutnya baik untuk dikatakan.
"Kalau dari gue, ketika lo sama Sandra ketemu. Kalian harus buat komitmen, apapun itu!" ujar Ditto.
Berbagai saran dari ketiga sahabatnya Arnes dengarkan. Dia mengusap wajahnya, tidak tahu akan berapa lama Sandra di Aceh, itu yang Arnes khawatirkan. Takutnya, Sandra memang tak nyaman atau ada sesuatu yang membuat Sandra tidak mau ada disekitarnya. Kalau Sandra di sana dengan waktu yang cukup lama, Arnes siap-siap saja, karena dua keluarga pasti akan ikut turun tangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm With You [END]
SpiritualSandra wanita yang sulit mengekspresikan dirinya. Sulit mengeluarkan emosional yang kerapkali dia merasa marah, sedih, dan bahagia. Kepribadiannya yang seperti itu, sangat sulit ditebak oleh siapapun. Apalagi untuk orang didekatnya, yang sudah Sand...