Sembilan tahun telah berlalu, kehidupan Beby meroket dari orang biasa menjadi istri pengusaha kaya raya. Bergaulnya pun bersama istri-istri pengusaha yang lain. Meski kekayaan sudah ada digenggaman tangannya, tapi Beby tidak pernah melupakan asal usulnya. Ia masih membumi dan tak pernah memandang orang lain dengan tatapan menghina. Meski ia sekarang memakai baju branded, tapi ia tak pernah lupa bersedekah ke panti asuhan di daerah sekitar rumahnya.
Sebagai istri pengusaha kaya raya tentu saja mempengaruhi kehidupan keluarganya. Dulu keluarganya tinggal di kontrakan sempit, kini mereka tinggal di rumah baru yang lebih mewah dibandingkan dengan rumah lamanya. Bahkan bisnis bunga keluarga Beby bangkit lagi. Dan dikelola oleh Vicky selaku abangnya, dan kini toko bunga tersebut sudah berkembang pesat. Dan menghasilkan pundi-pundi uang. Bahkan tak jarang para artis terkenal memesan buket bunga di tempatnya.
Sebenarnya Beby ingin membuka usaha lain, namun ditolak oleh sang suami lantaran ia masih sanggup membiayai kehidupannya. Menurut Sean, sang istri tidak perlu bekerja lagi, karena ia ingin sang istri lebih memperhatikan anak-anak mereka dan tentu saja dirinya.
Beby begitu bersyukur memiliki suami dan mertua yang baik. Padahal di luar sana banyak sekali orang-orang yang nasibnya kurang beruntung. Memiliki mertua yang suka mengatur kehidupan rumah tangga. Bahkan ada yang suka menghabiskan uang anak lelakinya hingga membuat keluarga anaknya kekurangan dalam perekonomian. Dan membuat menantunya kesal lantaran kebingungan mengatur uang yang jumlahnya sedikit dan tak mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Beby merasa semakin beruntung lantaran ia diberikan anak-anak yang sehat. Meramaikan rumahnya yang besar.
Sudah tidak terhitung lagi berapa kali Anby, anak perempuannya menangis karena dijahili Abang kembarnya hari ini. Bian begitu jahil, entah nurun dari siapa, Beby pun tidak tahu. Kepalanya sering berdenyut pusing menghadapi anaknya yang satu itu.
"Ma, Abang ambil uang jajan Anby," adu Anby dengan mata sembab. Pulang sekolah anak perempuannya sudah menangis kencang. Sementara Bian malah cengengesan, alih-alih menenangkan adik perempuannya.
"Bian, kan mama lagi hukum kamu, kenapa malah nyari masalah lagi?" Beby mendelik kesal.
"Hehehe...." Bian malah tertawa sambil menggaruk belakang kepalanya. "Bian terpaksa ma, tadi kan di sekolah Bian disuruh bu guru iuran buat bantu temen Bian yang lagi sakit. Kasihan ma, dia sampe dirawat di rumah sakit, terus ketemu dokter, terus pantatnya disuntik pake suntikan kebo," celoteh Bian dengan lebaynya.
"Bian nggak mau masuk rumah sakit, nanti pantatnya Bian disuntik pake suntikan kebo." Bocah itu masih saja berceloteh.
Beby hampir meluapkan emosinya, namun setelah mendengar penjelasan anaknya ia pun mengurungkan diri untuk memarahi Bian. Karena apa yang dilakukan Bian sudah benar.
Tatapan mata Beby beralih ke arah anak perempuannya. "Anby, Abang nggak ambil uang jajan Anby, Abang cuma pinjem," ujar Beby dengan lemah lembut sambil mengelus puncak kepala anaknya.
Gadis cantik dengan rambut lurus sebahu itu menggelengkan kepalanya. Wajahnya terlihat manis meskipun dalam keadaan kesal. "Tapi Abang nggak bilang pinjem," sahutnya dengan bibir maju beberapa sentimeter.
"Nanti uangnya mama ganti, sekarang kalian ganti baju, mama tunggu di meja makan," ujar Beby pada akhirnya.
Mata Anby berbinar cerah. "Oke, Anby sayang mama," pujinya lalu mencium pipi Beby sebelum berlari kegirangan menuju ke kamarnya.
"Mulai besok, mama kasih Bian uang jajan."
"Yeay!" Bian bersorak gembira.
"Eits! Tapi cuma setengah uang jajan kamu yang dulu ya. Siapa tau ada iuran lagi, jadi Bian nggak perlu ambil uang jajan adek. Kalo pun Bian mau pinjem uang adek, harusnya Bian bilang baik-baik, ngerti nggak?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Bukan Istrimu 2
RomanceCerita tentang kehidupan pernikahan Beby dan Sean yang tidak mudah.