Libur sekolah, dimanfaatkan oleh keluarga Beby dan Sean untuk menginap di rumah orang tua Beby. Sebenarnya setiap libur sekolah, mereka sering menginap di rumah orang tua Sean lalu setelah itu menginap di orang tua Beby.
Namun kali ini Linda dan suaminya sedang berada diluar negeri untuk menjalani pengobatan. Alhasil liburan saat ini akan dihabiskan penuh di rumah orang tua Beby. Tapi Bian dan Anby merasa bosan, sehingga mereka meminta liburan ke villa mereka yang ada di puncak.
Menuruti keinginan kedua anaknya, akhirnya mereka pergi ke villa bersama kedua orang tua Beby dan Vicky.
Sepanjang perjalanan yang berkelok-kelok, Bian bernyanyi dengan riang gembira di mobil yang dikemudikan oleh Vicky bersama Edi dan Romlah. Sementara di mobil Sean, terdapat Beby, Anby dan Kevin. Mereka sengaja membawa dua mobil karena satu mobil tidak akan cukup untuk menampung mereka semua, belum lagi dengan barang-barang bawaan yang cukup banyak. Terutama barang bawaan para wanita.
Mobil Sean berada di depan, sementara mobil yang dikemudikan Vicky berada dibelakang. "Kita salip mobil papa, pakde," pinta Bian dengan begitu semangat. Bocah itu ingin sampai lebih dulu dari mobil yang dinaiki Anby.
"Jangan, bahaya," ujar Romlah.
"Yah!" Bian tampak kecewa.
"Bener kata nenek Yan, jalannya belok-belok dan menanjak, apalagi di bagian kiri jurang, bahaya kalo ngebut," ujar Vicky masih fokus menyetir mobil dengan kecepatan sedang.
Bian masih tidak mau mengerti, bocah itu terlihat cemberut. Vicky melihat ekspresi Bian dari kaca bagian tengah. "Nanti, sampai sana kita mancing ya," ujar Vicky.
"Nanti ikannya kita bakar di vila," ujar Vicky lagi saat belum ada respon dari keponakannya.
Mata Bian berbinar. "Ikannya yang banyak ya, pakde," ujarnya.
"Oke siap."
***
Udara sejuk langsung memenuhi paru-paru saat Beby turun dari mobil. Senyum cerah pun mengembang di bibirnya.Seperti ibu-ibu pada umumnya, Beby langsung heboh mengeluarkan ponselnya saat melihat spot foto yang bagus. Pepohonan hijau dan asri yang memanjakan mata.
Vicky bergidik ngeri saat melihat Beby tersenyum saat melihat ke arahnya. Semua itu menjadi pertanda yang tidak enak.
Dan benar saja, Beby menyerahkan ponselnya dan menyuruh abangnya menjadi tukang foto dadakan.
Disaat semua anggota keluarga berpose, hanya Vicky seorang saja yang tidak ikut berfoto lantaran sibuk mengarahkan gaya untuk Bian. Dibandingkan Anby yang centil dan pandai bergaya, gaya Bian sangat konyol dalam berpose. Hingga merusak pemandangan diantara pose keluarga yang sudah keren.
Berkali-kali Beby mengatur anaknya untuk berpose supaya terlihat keren, tapi konyolnya saat hitungan ke tiga, Bian langsung merubah gayanya. Hingga membuat Beby menarik nafas dalam-dalam. Sean malah terkekeh geli melihat wajah sang istri yang sedang kesal.
Dari jepretan pertama sampai jepretan ke sepuluh, tidak ada gaya Bian yang benar. Entah memasang wajah konyol, atau menghadap ke arah lain, bahkan membelakangi kamera.
"Sini mas, biar saya aja yang fotoin," ujar pria paruh baya yang menjaga vila.
Vicky akhirnya bisa bernafas lega. Ia menyerahkan ponsel Beby kepada pria itu. Lalu bergabung dengan keluarganya. Di saat Bian hendak berpose menoleh ke arah kanan, dengan cepat Vicky meletakkan telapak tangannya yang besar di puncak kepala Bian lalu mengarahkan kepala Bian menghadap ke depan. Hingga saat difoto, Vicky terlihat sedang menepuk puncak kepala Bian.
Setelah meletakkan barang-barang ke kamar masing-masing. Semua orang tampak sibuk sendiri-sendiri. Kevin dan Anby sibuk jalan-jalan sambil foto-foto. Edi dan Romlah sibuk bercengkrama di halaman belakang sambil menyeruput teh hangat. Sementara Bian dan Vicky sibuk memancing di danau. Alhasil Beby cemberut lantaran anak-anaknya menghilang. Padahal ia ingin berkumpul dengan anak-anaknya.
"Pa, perasaan anak-anak kita belum dewasa semua ya, tapi kok mama udah kesepian, mereka udah pada sibuk sendiri-sendiri," ungkap Beby seraya mengeratkan pelukannya ditubuh sang suami. Mengusir hawa dingin yang menusuk tulang.
Keduanya duduk di balkon menatap pemandangan pepohonan hijau dan langit biru cerah dengan awan-awan yang bergerombol indah. Semua itu sangat memanjakan mata Beby dan Sean yang terbiasa hidup di kota besar dengan polusi yang cukup banyak.
"Mau gimana lagi ma, mereka punya hobi masing-masing. Nanti juga mereka pulang," sahut Sean tampak lebih santai dibandingkan dengan Beby.
"Papa kan udah punya solusinya, mama aja yang selalu nolak," ujar Sean seraya menatap genit ke arah sang istri. Hingga pria itu sukses mendapat cubitan manja dari sang istri tercinta yang sudah tahu apa yang dimaksud Sean.
"Entar dulu lah pa, mama belum siap hamil lagi."
"Belum siap kenapa? Umur Bian sama Anby udah tujuh tahun loh ma, udah cukup buat punya adek," ujar Sean.
"Lagian waktu mama hamil, mama nggak ada trauma apapun," lanjut pria itu.
"Bukan aku, pa."
Sean mengangkat sebelah alisnya. "Terus siapa? Aku?"
Beby menggelengkan kepalanya sambil terkekeh geli. "Bukan papa, tapi bang Vicky udah siap belom aku jambak lagi," ujar Beby terkekeh mengingat ngidamnya yang membuat Vicky tersiksa.
"Lagian kamu kok jahat benget sih, Abang sendiri dikerjain begitu."
"Bukan kemauanku pa, tapi kemauan jabang bayi. Aku mana tega nyiksa Abang sendiri. Dan sekarang liat sendiri kan siapa yang kelakuannya mirip sama Abang?"
Sean terkekeh ringan. "Iya, kamu bener, kayaknya waktu di dalem perut kamu, Bian udah suka sama bang Vicky. Makanya dia bikin ulah terus sama bang Vicky. Kalo dipikir-pikir kasihan juga ya."
"Untung wajah Bian mirip kamu, nggak mirip bang Vicky," ujar Beby, wanita itu takut anaknya jadi mirip Vicky karena waktu hamil sering nyiksa pria itu. Tapi Untungnya tidak terjadi.
"Bibit siapa dulu?" ujar Sean dengan sombongnya.
"Iya-iya, yang punya bibit unggul," cibir Beby.
"Bian sama Anby kan mirip aku banget ya," ujar Sean tiba-tiba.
Beby tersenyum lembut. "Alhamdulillah, mirip kamu."
"Tapi aku mau satu anak lagi yang mirip sama kamu." Mendengar ucapan sang suami Beby mengeryit heran.
"Jangan mirip banget sama aku lah sayang, kasihan," ujar Beby.
"Loh, kenapa?"
"Kulitku nggak putih kayak kamu, kalo anaknya perempuan kan kasihan. Nanti dia diledekin sama temen-temennya."
"Kenapa kalo kulit kamu nggak putih? Kamu cantik kok di mataku, bahkan bukan cuma cantik, tapi manis. Nggak ngebosenin." Sean mencolek pipi Beby genit.
"Halah, gombal," ujar Beby namun tak pelak sebuah senyum terbit di bibir wanita itu.
"Nggak gombal, emang bener kok, kamu manis, apalagi waktu senyum."
"Ih, papa bisa aja," ujar Beby malu-malu kucing.
"Mama! Papa! Liat nih Abang bawa apa?!" teriak Bian dari bawah sambil menenteng ember berisi ikan yang cukup banyak.
Mata Beby berbinar. "Wah, hebat anak mama!" teriak Beby sambil tersenyum lebar dan mengacungkan kedua jempolnya.
"Ayo kita bakar di halaman belakang!" teriak Sean dengan semangat.
"Let's go!" teriak Bian tak kalah semangat.
Setelah Bian dan Vicky pulang dengan membawa banyak ikan hasil memancing, tak lama kemudian Kevin dan Anby pun menyusul. Alhasil anggota keluarga telah lengkap.
"Kalian semua mandi, habis itu bantuin papa mama bakar ikan!" seru Beby memberi perintah.
"Oke," sahut Anby.
"Siap!" sahut Bian.
"Iya ma," sahut Kevin. Lalu ketiganya kompak masuk ke dalam rumah.
Setelah mandi sore dan kini ketiga anaknya sudah terlihat segar. Bian dan Kevin menghampiri Sean yang sedang menyalakan api untuk membakar ikan, sementara Anby mendatangi mamanya yang sedang membuat bumbu olesan.
Pada malam harinya keluarga itu berkumpul dan bercanda gurau sambil makan ikan bakar. Suasana begitu hangat mengalahkan udara dataran tinggi yang mulai semakin dingin ketika bertambah malam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Bukan Istrimu 2
RomanceCerita tentang kehidupan pernikahan Beby dan Sean yang tidak mudah.