Bumi Ann 11 : Sultan?

27 3 12
                                    

Shania tidak mungkin salah lihat, saat melihat seorang perempuan bergamis cokelat susu motif bunga-bunga kecil, dengan khimar hitam syar'i mengendarai mobil hitam yang Shania tahu harganya fantastis. Kesalahan si pengemudi adalah membuka kaca mobil saat ingin parkir.

Sudut bibir Shania terangkat. Senyum kemenangan menghiasi wajah cantiknya. Dia mengambil ponsel, membidik pada perempuan itu.

Cekrek. Ini dia kartu AS nya.

Tidak ingin memainkan kartunya sekarang, Shania bergegas melajukan mobil SMART merahnya keluar dari parkiran rumah sakit.

Ann berlari memasuki rumah sakit, ia sampai di IGD, dimana anggota medis sedang menangani Adzkia di dalam sana. Ia terduduk kaku di kursi tunggu depan IGD. Dirinya masih syok dengan keadaan Adzkia. Seputus asa apa adiknya sampai memutuskan menggores nadinya? Ann tahu, dia juga pernah berada di posisi ingin mengakhiri hidup.

Beberapa menit kemudian, dokter perempuan keluar. Amira langsung menghampiri.

"Bagaimana keadaan putri saya, dok?"

"Syukurlah, putri ibu mendapat penanganan tepat waktu. Lukanya juga tidak terlalu dalam. Keadaannya sudah baik-baik saja sekarang."

Hati Ann menjadi lega bahwa adik sepupunya baik-baik saja. Sepeninggalan dokter, Amira langsung menghampiri Ann. Belum sempat Amira menyemprot Ann dengan kata-kata pedas , seorang laki-laki lebih dulu menginterupsi.

"Ann?" Ann menoleh. Terlihat seorang pemuda dengan kaus oblong putih yang dilapisi kemeja hijau kotak-kotak sebagai luaran. "Nggak nyangka kita ketemu disini."

Ann bingung sendiri.

"Gue Rain. Lo lupa?" Ann menyengir lebar. Rain beralih pada wanita dihadapan Ann. "Bu, anaknya saya pinjam sebentar, ya."

"Dia bukan anak saya. Bawa saja. Kalau perlu jangan pulangkan dia." Amira berlalu, meninggalkan rasa canggung diantara kedua manusia itu.

"Maaf, ya. Kamu harus mendengar perkataan kasar bibi saya." Ann membuka suara.

Rain ber-oh panjang. "Oooo, jadi wanita itu bibi galak yang Sam bilang suka marahin Lo?" Ann hanya tersenyum miris.

Keadaan hening sampai dua orang perawat mendorong ranjang pesakitan keluar IGD. Adzkia akan dipindahkan di ruangan rawat inap. Rain menatap lekat wajah Adzkia. Tidak asing.

"Saya duluan, Rain."

"Tunggu-tunggu. Itu adik Lo?"

"Memangnya kenapa?"

Aish, Rain lupa kalau Ann memang suka begitu. Menjawab pertanyaan dengan baik nanya. Ann berlalu. Rain hanya diam. Berpikir. Sampai satu kemungkinan muncul di pikirannya.

Nggak mungkin dia.

Rain mengambil ponsel dari saku celana. Menelpon seseorang. "Assalamu'alaikum, pa."

"Wa'alaikumussalam. Tumben telepon papa. Biasanya juga lewat mama." Suara diseberang menjawab.

"Ada hal penting yang ingin Rain tanya'kan sama papa. Ini soal pewaris-"

"Papa tahu."

"..."

"Tunggu papa pulang dari Dubai. Kamu bebas menanyakan apapun."

Tut.

Rain sadar betul tangannya meremas ponselnya dengan kuat. Harusnya Wirawan tahu kalau anak bungsunya paling pantang yang namanya menunggu. Atau itu justru kode, kalau Rain harus mencari tau sendiri.

Sepertinya Rain akan menjadi Samudra kedua. Tapi dengan cara yang berbeda.

.

Bumi Ann (S1 END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang