S2 - 3: Maaf

10 1 0
                                    

Beberapa hari yang lalu usianya genap 24 tahun. Itu yang membuat aktris itu berbenah di apartemennya—ingin pindah. Ya... memang sudah kebiasaan Shania Biancalista untuk cuci apartemen saat hari ulang tahunnya. Tapi kali ini sekalian ingin pindah karena lelaki gila itu sudah tahu alamatnya yang bahkan baru ditinggali sebulan lalu.

Isi apartemennya seperti kapal pecah. Baju dimana-mana, sepatu, dan tas. Dia masih harus memisahkan mana  yang akan tetap digunakannya dan yang akan disumbangkan ke dinas sosial.

Ponsel di atas mejanya bergetar. Shania mengambilnya malas. Ada satu pesan dari papa.

Papa:
Kalau sudah selesai hubungi papa. Ada dinner dengan keluarga Ical.
Papa jemput

Wajah cantiknya langsung masam. Ical lagi, Ical lagi. Dia mengetikkan balasan.

Shania:
Kok udah dinner, pa? Shania'kan belum menerima lamaran di gila itu.

Papa:
Papa tidak tau, sebenarnya keluarga mereka atau kamu yang keras kepala. Sudah ditolak masih saja mau melamar. Lah kamunya, dilamar berkali-kali, tetap saja ditolak. Heran papa.

Shania:
Maaf, pa. Shania usahain datang. Tapi lamarannya tetap Shania tolak.

Dia kembali meletakkan ponsel di atas meja. Kemudian kembali memilah baju dan memasukkannya ke dalam koper sambil menyetel musik dari speaker bluetoothnya yang sudah lebih dulu disambungkan pada ponsel.

Lagu perfect, yang dibawakan oleh Ed Sheeran mengalun.

Belum selesai satu lagu, tepat dibagian reff waktu lagi enak-enaknya, apartemennya seakan mau roboh oleh panggilan telepon dari ponselnya. Shania lupa mengaktifkan mode hening. Dia memang selalu memakai nada dering.

Shania meringis kecil sampai telepon itu mati. Ia berjalan gontai mengambil ponselnya, dan mematikan speaker. Si pemanggil meninggalkan satu pesan.

Si Gila:
Kata om Gio kamu pindah hari ini?
Kok nggak ngasih tau aku?
Padahal susah banget dapetin alamat kamu.

Blam!

Ponsel Shania otomatis menabrak sofa setelah melayang dengan cepat. Cuma Ical yang yang bisa membuat darahnya mendidih—menggantikan Ann.

Teringat tentang Ann, ketegangan di wajah Shania langsung mengendur. Dia dengar dari Rain Ann kembali hari ini. Haruskah dia mengajaknya bertemu?

Satu belum beres, muncul rencana lain lagi. Dasar Shania. Dia merenggangkan tubuhnya. Sudah pukul dua siang. Shania memutuskan tidur sebentar. Tidurnya nyenyak, sampa mimpi buruk menghantui Shania.

H-1 sebelum pengumuman kelulusan diumumkan, Shania memilih menghabiskan waktunya hanya untuk melamun di taman. Pakaian sekolahnya sudah dibalut jaket hitam oversize, topi, dan kacamata hitam pula. Sebagai aktris, memang agak susah kalau mau keluar tanpa embel-embel, "Kak Shania?!" "boleh foto bareng ngga, kak?" "Minta tanda tangannya dong, kak."

Itu juga yang membuat Shania tidak punya banyak teman. Siapa juga yang mau dijadikan fotografer dadakan oleh fansnya ketika jalan?

Beruntung suasana taman agak sepi karena masih jam anak sekolah. Kelas Shania free class karena semua ujian sudah selesai. Mereka datang hanya untuk persiapan pensi. Parahnya tetap pakai pakaian sekolah.

Shania mendengar lagu lewat ponsel yang sudah tersambung pada earpod. Dia menunduk, menatap foto remaja laki-laki berseragam putih abu-abu pada ponselnya.

Bumi Ann (S1 END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang