S2 - 4: Pertanyaan

20 1 0
                                    

"Sam, Sam, Sam, Lo harus tahu sesuatu."

Rain masuk begitu saja ke ruang kerjanya di kantor. Wajahnya panik, rambutnya basah oleh keringat. Kentara sekali, sepupunya itu memilih naik sepeda kemari. Dan ngebut-ngebut.

"Apaan, sih? Masih pagi udah ganggu aja." Samudra tidak meladeni dengan serius. Dia kembali pada laptopnya.

Tatapan tajam langsung Samudra hadiahkan pada Rain saat laptopnya ditutup paksa.

"Gue masih ngecek dokumen penting."

"Nggak! Ini lebih penting." Kali ini Rain sampai mengambil laptop Samudra.

"Oke, fine." Samudra mengangkat kedua tangannya, mengalah. "Lo mau ngomong apa. Lima menit. Gue sibuk."

"Di balkon."

Samudra hanya bisa mendengus. Dia mengikuti langkah Rain yang menuntunnya ke balkon. Laptop kesayangannya sudah dikembalikan ke atas meja oleh sepupunya itu.

Udara pagi yang lumayan panas segera menampar kulit mereka. Landscape kota Jakarta yang tak pernah lepas dari kemacetan segera tersuguhkan jauh di bawah sana.

"Langsung ke poinnya aja. Lo mau ngomong apa?" desak Samudra.

"Gue ketemu Surya."

Kening Samudra berkerut bingung. "Surya?"

"Lebih tepatnya Surya Hadi Lesmana. Lo ingat, dulu Lo pernah bilang'kan, ada sekumpulan anak SMK yang bangun Cafe di tanah Cafe gue sekarang. Nah, Surya itu salah satu dari mereka."

"Lo tahu dari mana?"

"Waktu gue beli tanah disini sama Om Bagas atas rekomendasi Lo, Om Bagas sempet ngasih tahu nama-nama anak SMK yang sebelumnya pernah bangun Cafe disini . Gue baru inget tadi malam pas mau tidur, kalau nama Surya Hadi Lesmana, dia yang sahamnya paling tinggi di Cafe mereka."

"Jadi?"

Rain mengacak rambutnya. "Astaghfirullah, Sam. Lo belum paham juga?"

"Paham. Tapi ini cuma info biasa'kan? Muka Lo kenapa panik bener, dah."

"Ini urgent, woi. Gini, ya, Cafe itu langganannya—"

Seolah tersadar.

"—Ann."

"Right. Berarti nggak nutup kemungkinan kalau mereka saling kenal."

"Nggak mungkin. Gue nggak pernah lihat Ann ngobrol sama seseorang di Cafe itu dulu. Dia selalu duduk sendiri sambil ngerjain tugas sampai sore. Itu juga di semester dua kelas 12 waktu Ann udah nggak kerja part time lagi."

Hening. Keduanya masih bergelut dengan pikirannya sendiri.

"Kapan?" tanya Samudra tiba-tiba.

"Kapan apanya?"

"Lo ketemu Surya."

"Kemarin sore. Di Cafe gue."

"Oke."

Yang membuat Rain heran adalah Samudra tetap santai. Padahal ia yakin sekali kalau Surya mengenal Ann.

"Lo kok tenang banget, sih? Gue yakin 99 persen, kalau Surya—"

"Nggak," sela Samudra. Kepalanya menatap lurus ke depan. Tatapannya menerawang jauh. "Allah menciptakan manusia berpasang-pasangan. Kalau gue sama Ann memang jodoh, gimanapun rintangannya, ya kita bakal bersatu. Tapi kalau nggak, sekuat apa usaha gue buat dapetin Ann, semua bakal percuma."

"Jadi Lo mau pasrah aja? Lagian Lo udah mapan. Kenapa nggak langsung lamar aja, sih?"

Samudra menghembuskan nafas. "Lo sadar nggak, kenapa Ann selau nutup hati buat gue?"

Bumi Ann (S1 END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang