11

1.9K 293 27
                                    

Devan berdiri di depan rumah kontrakan teman-temannya sambil memperhatikan sang adik, Steven, yang tengah memarkirkan motor di halaman rumah tersebut.

"Nyokap gak nanya-nanyain lu?" tanyanya saat Steven sudah berada di hadapannya dan menyerahkan sebuah tas besar kepadanya.

"Enggak, tapi kayaknya dia tau gua bawain barang-barang lu sama dia liat pas gua keluar bawa motor lu," jelas Steven sambil merapikan rambutnya yang berantakan karena memakai helm tadi.

Devan mengangguk-anggukan kepalanya sambil memeriksa isi tas yang diberikan oleh Steven itu, "Ganti ban berapa? Entar gua transfer."

"Kak Marvel yang gantiin, kemaren temennya yang ambil sama balikin ke rumah."

Devan menatap adiknya bingung, kakaknya itu memang sulit ditebak, terus memarahi dan menyudutkannya, tapi tetap membantunya juga.

"Gitu-gitu kakak kayaknya emang khawatir sama lu, mama juga gua yakin mau nanyain kabar lu ke gua, tapi gengsi."

Devan tertawa kecil, memang keluarganya memiliki gengsi dan ego yang tinggi, dia pun tidak menyalahkan keluarganya itu atas tanggapan mereka terhadap masalah ini, karena Devan akui dia memang pantas mendapatkan perlakuan seperti sekarang.

Devan masuk ke kamarnya dan membiarkan Steven di luar untuk berbincang bersama teman-temannya, tentunya Steven kenal dengan para penghuni kontrakan itu karena dia sering mengikuti Devan untuk bermain ke sana.

"Itu apa?" tanya Rasya bingung dengan tas yang dibawa Devan.

"Barang-barangku dari rumah, Kalis yang bawain, kayaknya dia bawain baju juga tapi masih di motor."

Rasya mengangguk sambil mencoba membantu merapihkan letak tas milik Devan itu.

"Jadi mau liat kontrakan belakang terus ke bank?" tanya Devan, karena dia lihat pun Rasya sudah memakai pakaian rapi dan sedikit berdandan.

"Jadiin aja, biar jelas kita punya dana berapa, sama pastiin kontrakannya bagus atau enggak."

Mereka pun keluar dari kamar itu, dan Steven masih asik mengobrol dengan teman-teman kakaknya sambil menghisap rokok. Semua yang tengah merokok segera bangkit dan menjauh dari pintu depan untuk mempersilahkan Rasya keluar, menghormati wanita hamil itu, Steven pun juga segera mematikan rokoknya.

Rasya yang melihat respon orang-orang itu pun merasa bersalah, "Ih santai aja gak usah dimatiin."

"Gak lah Cha, kita bukan laki-laki berengsek, gak baik nyium asep rokok buat anak lu entar," ujar salah satu orang yang tadi merokok.

"Udah tau gak baik, masih aja nyebat," timpal Devan.

"Kayak sendirinya enggak ngerokok aja nyet."

Mereka lalu sedikit bercanda dan tertawa sebelum akhirnya Devan meminta salah satu temannya untuk menemani dirinya dan Rasya melihat rumah kontrakan yang akan mereka tempati.

"Mau ikut gak lu dek?" ajak Devan kepada sang adik.

"Ikut lah, mau liat rumahnya."

...

Kini mereka sudah berada di depan rumah kontrakan tersebut, tengah menunggu sang pemilik kontrakan untuk membukakan pintu rumah itu.

"Di sini airnya masih air sumur mas, jadi gak perlu bayar air pam sama gasnya masih gas tabung, jadi paling tagihannya di listrik aja," jelas pemilik kontrakan tersebut sambil membuka pintu.

"Listriknya berapa watt bu?" tentunya yang bertanya itu adalah temannya Devan, Hanif, karena Devan sendiri tidak mengerti apapun tentang menyewa kontrakan seperti ini.

Our Mistake [Hyuckren Haeren Dongren GS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang