Devan mengepalkan tangannya mendengar perkataan ibunya itu.
"Terus buat apa Mama di sini?" ujarnya penuh penekanan.
"Karena kamu anak Mama, Mama masih peduli sama kamu."
Devan menyeringai dan tertawa kecil, "Mama masih ngakuin aku anak Mama? Mama maafin kesalahan aku? tapi kenapa Mama gak bisa maafin Acha?"
Jeana terdiam menarik nafasnya dalam, mencoba menahan emosi yang ada di dalam dirinya.
"Aku juga salah Ma di sini, malah aku yang paling bersalah, aku yang goda Acha, aku yang ngehianatin Jevan, aku yang ngerusak hubungan mereka, Mama maafin aku tapi gak untuk Acha? apa kalo aku ngebunuh orang juga Mama tetep bakal maafin aku dan nyalahin orang lain?" Devan menatap ibunya itu penuh ketidakpercayaan.
"Dev jaga omongan lo!" kali ini Marvel maju dan meninggikan suaranya, "gila lo sekarang?"
Devan kembali tertawa, "Emang selalu kayak gini kan, aku mau ngapain aja Mama selalu begini, Mama gak pernah nanya alesannya apa, Mama cuma bakal bilang aku anak Mama abis itu bertindak seakan-akan gak ada kejadian apa-apa, Mama selalu mikir semuanya bisa dilupain gitu aja, Mama gak pernah peduli sama penyebabnya, ya karena aku anak Mama berarti aku gak salah, itu yang selalu Mama lakuin dari dulu."
Marvel kini maju dan mencengkram kerah kemeja Devan, "Lo gak ada otak apa gimana?"
Jeana terdiam, nafasnya mulai tidak beraturan setelah mendengar perkataan putranya itu.
"Karna aku anak Mama semua kesalahan aku gak ada artinya, harus dilupain, tapi gak dengan orang lain, mereka salah sedikit artinya seumur hidup mereka salah di mata Mama, Mama tau apa tentang Acha? jangankan Acha, Mama tau apa tentang aku? yang Mama tau cuma ngeluarin duit buat nutupin kesalahanku atau buat nunda kematianku, bakal jauh lebih mudah buat aku kalo dua tahun lalu Mama biarin aku mati malem itu," dan sebuah tinju Devan dapatkan dari sang Kakak setelah dia mengakatan kalimat terakhirnya.
"Gak tau diuntung lo anjing!!" Marvel kembali menonjok sang adik.
Mendengar kehebohan dari depan, beberapa orang yang ada di dalam gereja pun segera berlari keluar dan kaget melihat Marvel yang kini sedang memukuli Devan.
Mereka pun langsung berlari mencoba melerai perkelahian kakak beradik itu, atau lebih tepatnya menarik Marvel dari atas tubuh Devan.
"Kak lu apa-apaan sih?" Steven mendorong tubuh Marvel menjauh dari Devan bersama yang lain.
"Abang lo makin tolol! gak tau diri!" ucapan kencang Marvel itu tentu di dengar oleh semua orang yang ada di sana.
Jeana dengan tangan gemetar mencoba mendekati sang sulung, "Kak udah, kita pulang."
"Gak Ma, itu anak harus dikasih pelajaran," Marvel masih terlihat dalam emosinya, jika saja tidak ditahan oleh yang lain mungkin pria itu sudah kembali menghantam sang adik, "HIDUP LO UDAH ENAK YA ANJING! GUA SAMA BOKAP NYOKAP YANG NGURUSIN SEMUA KEGILAAN LO! KALO TAU LO JADI MANUSIA ANJING KAYAK GINI UDAH GUA BIARIN LO MATI DARI SEPULUH TAHUN LALU!!"
"UDAH ANJING KAK!" kali ini Steven yang berteriak sambil mendorong kakaknya ke arah mobil pria itu, lalu Steven menarik tangan sang ibu untuk segera masuk ke mobil, "Mama di belakang, biar aku yang nyetir."
Hari itu kacau karena drama yang terjadi antara Devan dan Marvel, mereka memutuskan membatalkan pesta makan yang sudah direncanakan karena kondisi mood Devan yang menjadi buruk, bahkan sesi foto pun ikut dibatalkan.
"Maaf karena aku kita jadi gak punya foto pernikahan," ujar Devan penuh sesal saat Rasya sibuk mengompresi luka memar di wajahnya.
Rasya tersenyum manis, "Gak apa-apa, lagian udah banyak foto candidnya, kalau mau foto lagi kan masih ada gaunnya, setelan kamu masih bisa pinjem lagi sama kakaknya Yuan kan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Mistake [Hyuckren Haeren Dongren GS]
Fanfic⚠️⚠️ Genderswitch ⚠️⚠️ Fem! Renjun x Haechan Renjun as Rasya Haechan as Devan Tentang kesalahan besar yang dilakukan Rasya dan Devan Warning : Cheating, mention of abortion, kenakalan remaja