15

2.3K 279 25
                                    

"Kamu gak ngerti Nit gimana keselnya aku, kamu seharusnya ikut kemarin biar kamu liat sendiri seberapa kurang ajarnya itu anak."

Marvel kini sedang berada di apartemen sang tunangan, Junita, sambil mengeluarkan segala keluh kesahnya mengenai sang adik.

"Kayak dia bisa hidup tanpa gua dan bonyok aja," kesalnya lagi.

"Wajar gak sih dia marah gitu?" Junita mencoba berbicara dengan hati-hati, dan sebelum Marvel membalas pekataannya dia lebih dulu melanjutkan, "ya maksudnya kamu sama Mama dateng ke acara pernikahan dia, tapi bukannya ucapan selamat yang dia terima malah Mama kamu bilang kalau dia gak terima sama pernikahan itu."

"Mama punya alesan untuk itu, gimana mungkin kita bisa terima perempuan kayak gitu buat jadi istrinya Devan apalagi setelah dia ngelukain Jevan," Marvel masih mencoba membela apa yang menurutnya benar.

"Ya kalau emang gak bisa nerima, bakal lebih baik kalau kamu sama Mama gak dateng, lagipula bener kok kata Devan, dia juga salah, mereka berdua salah, tapi kenapa kalian cuma ngehakimin perempuannya di sini? Devan sebagai adik kamu, juga harus dihakimin, bukannya dimaklumin by."

Marvel terdiam, menatap sang kekasih tajam.

"Gini deh by, yang Devan lakuin itu adalah bentuk dari tanggung jawab dia sama istrinya, sebagai suami dia harus ngebela istrinya, dan juga sebagai tanggung jawab dia sama dirinya sendiri, dia mengakui kesalahan dia dan ngerasa istrinya bukan satu-satunya orang yang harus nerima perlakuan kayak gitu, dan mungkin aja dia ngerasa setiap kalian maafin kesalahan dia gitu aja itu kayak kalian sebenernya gak peduli dia mau ngapain, kalian gak peduli dia ngehancurin hidupnya kayak apapun."

"Kamu tau apa sih?" dan itu adalah balasan dari Marvel.

Junita menghela nafasnya dalam, memang sulit untuk berbicara dengan pria yang akan menjadi suaminya itu, "Coba kamu turunin ego kamu dulu baru ngobrol lagi sama aku."

...

"Dev, temen-temen aku ngajakin jalan pas hari terakhir UAS, aku boleh ikut?" tanya Rasya dengan hati-hati, meminta izin suami barunya itu.

"Kemana?" tanya Devan dengan mulut penuh makanan. Saat ini mereka sedang berada di sebuah warung soto untuk makan malam, semenjak mengenal Devan memang Rasya sudah mulai terbiasa dengan makanan-makanan pinggir jalan yang selama ini tidak pernah dia cicipi, apalagi semenjak dirinya harus hidup mandiri bersama Devan, bahkan warung nasi tegal yang dulu tidak pernah sekalipun Rasya kunjungi kini menjadi tempat utama dirinya mencari makan.

"Palingan ke Mall, boleh?"

Devan mengangguk-anggukan kepalanya, "Butuh uang berapa?" tanya pria itu, karena memang kini semua uang untuk kebutuhan mereka setiap harinya dipegang oleh Devan, sedangkan Rasya bertugas memegang buku tabungan mereka.

"Seadanya aja," Rasya terdengar ragu, sebenarnya biasanya dia menghabiskan banyak uang setiap bermain bersama teman-temannya, tapi dia harus memahami kondisi keuangan mereka sekarang.

"Nanti agendanya gimana? kamu ada ke salon gitu gak?"

"Mungkin makan aja, sama keliling-liling."

"Liat nanti ya," Devan sebenarnya merasa tidak enak harus membatasi keuangan sang istri, karena bagaimana pun juga sebagian besar uang yang mereka miliki adalah tabungan gadis itu, tapi untuk saat ini Devan memiliki banyak target untuk keluarga kecilnya itu, dia berencana membeli rumah dan setidaknya sebuah mobil.

Besok pria itu akan melakukan wawancara kerja di perusahan salah satu kenalannya, meski hanya menjadi karyawan magang tapi itu adalah kesempatan bagus, jika diterima setidaknya mereka memiliki sedikit tambahan uang dari sana untuk kebutuhan sehari-hari dan mungkin bisa untuk menambah tabungan mereka.

Our Mistake [Hyuckren Haeren Dongren GS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang