Rasya terdiam, mencoba mencerna kembali perkataan ibunya tersebut, dan mencoba mengatur nafasnya yang mulai tersendat.
"Kamu masih muda Ce, masa depan kamu masih panjang, inget impian kamu buat jadi animator? kamu juga sukses sama dunia sosial media kamu, masa kamu mau lepas semua itu gitu aja," sang ibu masih terus mencoba membujuk putrinya itu sambil menggenggam tangan Rasya kuat.
Rasya mengambil nafas dalam sebelum menarik tangannya dari genggaman sang ibu, "Aku gak akan nelantarin anak aku sendiri cuma demi masa muda yang Mama maksud."
Setelah mengatakan itu, Rasya bangkit dan meraih tasnya yang ada di atas meja, hendak meninggalkan sang ibu sebelum wanita itu menahannya, "Ce, pikirin lagi, kamu masih bingung sekarang, tapi pikirin mateng-mateng, apa iya kamu mau hidup kayak gini? Kamu sendiri ngerasain kan hidup tanpa bantuan keluarga kamu sendiri, kamu gak bisa nikmatin hidup kamu lagi, secara materi orang yang sekarang jadi suami kamu juga gak punya apa-apa, dan kalian berdua masih terlalu muda untuk ngurusin seorang anak."
Rasya pun menatap sang ibu tajam dengan mata yang sudah berlinang, "Iya, emang hidup kayak gini susah buat aku yang dari kecil selalu dapetin apa yang aku mau, tapi bukan berarti aku bakal nyerah gitu aja, Cece udah dewasa Ma, Cece bakal tanggung jawab sama konsekuensi dari pilihan Cece sendiri, Cece bakal ngelahirin dan ngerawat anak ini dengan atau tanpa bantuan kalian."
"Ce-"
"Bukannya Mama udah anggap Cece pendosa? Cece tau Mama gak akan pernah maafin Cece, tapi sekarang maafnya Tuhan yang lagi Cece cari, dan ngebuang anak ini gak akan bikin Cece luput dari dosa-dosa Cece," Rasya menarik nafasnya dalam sebelum melanjutkan ucapannya, "biarin Cece tanggung jawab sama hal yang udah Cece lakuin, biarin dosa Cece jadi urusan Cece sama Tuhan, Mama gak perlu ikut campur, Mama juga gak perlu ada di hidup anak Cece," setelah mengatakan itu tanpa ragu Rasya pun pergi menjauh dengan cepat dari ibunya
Dengan air mata yang terus berjatuhan Rasya berjalan cepat menuju ke arah pintu keluar yang berdekatan dengan lahan parkir, berharap berpapasan dengan sang suami. Benar saja saat hampir sampai pintu keluar mall tersebut, Devan baru saja masuk, pria itu langsung menyadari keberadaan sang istri lalu menghampirinya.
"Cha? Kamu gapapa?" tanyanya dengan khawatir sambil mengangkat wajah istrinya itu.
Rasya menggeleng, masih dalam tangisnya, "Pulang yuk."
Devan tidak bertanya apapun, pria itu memeluk Rasya sejenak, lalu melepasnya, setelah itu menuntun sang istri untuk keluar dari dalam mall tersebut.
...
"Bener tindakan kamu, biarin dulu abang kamu itu nyelesaiin masalahnya, biarin dia menjadi dewasa dengan ngelakuin tanggung jawabnya," ujar Tio setelah menelan habis pizza yang sedang dia makan.
"Emang di kelurga Chavez tuh aku doang yang paling bijak," timpal Steven sambil mengunyah pizza di mulutnya.
"Ya, terserah dah, intinya," kali ini Tio mengeluarkan ponselnya dan menunjukan sebuah riwayat pemesanan tiket pertandingan sepak bola, "sabtu ini, mau?"
"Wiiihhh, pas banget," ujar Steven girang, "tapi pasti ada imbalannya," curiga Steven setelah sadar bahwa sang paman tidak akan bermurah hati semudah itu.
"Easy, kayak request om biasanya," jawab Tio santai.
"Gak, masih gak tertarik," kali ini Steven membalasnya dengan tegas, "aku gak tertarik sama sekali terjun ke industri perhotelan kayak gitu."
"Seriously? Papa kamu direktur hotel, Mama kamu dulu kerja jadi patissier di hotel kita, tapi gak ada satupun anaknya yang tertarik buat terjun di industri hospitality," ujar Tio dengan nada kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Mistake [Hyuckren Haeren Dongren GS]
Fanfiction⚠️⚠️ Genderswitch ⚠️⚠️ Fem! Renjun x Haechan Renjun as Rasya Haechan as Devan Tentang kesalahan besar yang dilakukan Rasya dan Devan Warning : Cheating, mention of abortion, kenakalan remaja