"Ca."
"Mm."
"Bangun."
Mahesa membuka mata dan mengerjap-ngerjap, menyipit memandang mamanya yang duduk di tepi ranjang.
"Hari ini Mama mau pergi, ya. Nanti Okta siang pulang, kok, Mama paling pulangnya sore."
"Mau ke mana?" Mahesa bertanya dengan suara seraknya.
Mama Yuni tersenyum.
"Mau dibeliin apa nanti pulang?" tanyanya.
Malah bertanya, bukannya menjawab pertanyaan Mahesa.
"Mmm... apa aja yang enak buat makan sore."
Yuni mengangguk. "Oke."
Sekilas Mahesa melihat mamanya itu memakai riasan yang agak bervariasi dari biasanya. Biasanya hanya memakai bedak dan lipstick saja, tapi sekarang ada semu warna peach di pipinya yang tampak berkilau.
"Bangun, sarapan. Mama yang masak lho."
"Tumben banget," kata Mahesa dengan mata yang kembali terpejam.
Mamanya terdengar terkekeh.
"Dah, Mama berangkat, ya, Ca," pamitnya.
"He'em."
Mahesa baru kembali membuka mata saat mendengar suara pintu tertutup. Wangi parfum lembut mamanya tertinggal di ruang kamar, wangi sekali, biasanya juga wangi dari pewangi pakaian saja sudah cukup.
Mahesa bangun. Duduk dan menghela napas. Hari ini hari Minggu, dan di hari Sabtu kemarin, dia sudah menghabiskan stock potongan legonya. Jadi, hari ini Mahesa bingung akan menghabiskan waktu sendirian di rumah dengan melakukan apa.
Tapi, tiba-tiba Mahesa terpikir dengan perempuan aneh--sepupu Kalvin itu. Harus, kah, dia menghubunginya? Menghabiskan waktu hari ini dengan menonton pertandingan final Kalvin?
Mahesa melirik kerangka angka dan jarum jam yang menempel di dinding. Pukul 07.00 WIB, masih cukup pagi, pertandingan mungkin dimulai agak siang.
Mahesa mengambil handphone. Langsung menelepon nomor yang masih tanpa nama itu.
"Mmm... siapa?"
Suara khas bangun tidur, menyapa telinga.
"Mahesa."
"What?!... Lah, iya, kontak lo, gue gak sadar baru bangun tidur, sorry, haha."
"Pertandingan basketnya dimulai jam berapa?"
Mahesa tidak mempedulikan kehebohan di sebrang sana.
Suara kekehan terdengar.
"Jam 8. Lo tahu, kan, tempatnya? Kebetulan rumah gue deket sana, jadi tar lo telepon gue aja kalo udah mau sampe."
Padahal Mahesa baru bertanya, tapi perempuan itu seolah telah menyimpulkan kalau Mahesa akan pergi.
Tapi memang Mahesa berniat pergi.
"Di mana? Gue gak tahu tempatnya."
"Tar gue shareloc, deh. Kalo bisa jam 8 kurang lo udah sampe, telepon gue pas lo masih di jalan."
"Mm."
"Sampe ketemu nanti, Ca."
Tanpa membalas ucapan riang itu, Mahesa mematikan telepon kemudian dia beranjak untuk mandi.
Selesai berpakaian--siap pergi, Mahesa keluar kamar, melangkah menuju meja makan. Kata mamanya tadi, sudah ada sarapan yang dimasak oleh mamanya. Mahesa agak ragu, tapi kakinya tetap melangkah menghampiri meja makan.
KAMU SEDANG MEMBACA
A. C. E (OnGoing)
Teen Fiction**Jangan plagiat nyerempet copy paste** Layaknya api lilin yang rentan mati terembus angin.