"Kenapa lo gak masuk aja sih, Boi."
Kalvin yang sedang berkaca pada spion tengah kemudian menoleh ke Mahesa yang baru saja masuk ke dalam mobil, yang begitu masuk langsung merutuk.
"Gue males puter balik," sahut Kalvin santai sembari kemudian menghentikan kegiatan berkacanya.
Mobilnya diam di pinggir jalan, tidak dimasukkan ke dalam perumahan--lokasi rumah Mahesa.
Tanpa mempedulikan helaan napas kesal Mahesa, Kalvin menyalakan mobil, tidak lupa menyalakan musik juga, sebelum memutar kemudi.
-
"Ca, gue ke toilet dulu, ya."
Kalvin segera pergi setelah mengatakan itu.
Mahesa lanjut melangkah menuju salah satu penjual makanan di kantin.
Setelah mendapatkan makan siangnya, Mahesa berjalan ke meja kosong. Dia meneguk minumannya sembari menunggu Kalvin yang belum kembali.
Duduklah seorang perempuan tanpa permisi.
Terakhir Mahesa melihat perempuan aneh itu adalah saat mimisan di tengah upacara waktu itu.
"Segitu marahnya, ya, Ca, sama gue?"
Mahesa menurunkan botol air mineralnya dengan kaku, tapi dia berusaha menutupi kekakuan itu.
"Gue beneran minta maaf, Ca. Gue gak bermaksud apa-apa pas bilang itu."
Mahesa sudah melupakan segala perkataan perempuan aneh itu yang membuatnya kesal.
"Gue bertingkah terlalu berlebihan karena perasaan bersalah gue sama seseorang. Gue sampe nyama-nyamain lo sama dia. Jelas lo bukan api lilin yang rentan mati, lo jauh lebih punya kekuatan buat hidup."
Vero berhenti berucap, dia mengatupkan bibirnya.
Mahesa menunggu, tapi si perempuan aneh tidak kunjung membuka mulut lagi.
"Gue gak ngerti sama yang lo omongin. Kalo mau ngejelasin jangan setengah-setengah," cetus Mahesa.
Vero menggigit kulit bibir. Dia bertatapan dengan mata galak Mahesa.
"Sebelum gue ngejelasin lebih panjang. Ngomong-ngomong, sebelumnya gue mau jujur, gue yang minta Kal supaya kasih gue waktu berdua sama lo. Gue yang minta dia ninggalin lo di kantin. Mungkin sekarang dia lagi jajan di toko. Jangan marah sama Kal, Ca, gue yang terus maksa, dia udah beberapa kali nolak."
Mendengar kejujuran itu, Mahesa tidak bergeming dan tidak marah juga. Dia pikir, urusannya dengan perempuan aneh itu memang sudah seharusnya diselesaikan, setidaknya mereka kembali ke semula--ke waktu tidak saling kenal--dengan permasalahan yang sudah selesai.
"Kenapa lo diem lagi?" tanya Mahesa.
"Lo lagi makan," sahut Vero.
"Ya, lo lanjut ngomong aja. Telinga, kan, masih berfungsi kalopun lagi makan," sarkas Mahesa.
Vero mengeluarkan helaan napas yang samar.
Mahesa mendorong kotak makan yang belum dibuka.
"Lo makan punya Kal, gue terlanjur beliin buat dia," ucapnya.
Vero melirik kotak makan plastik dengan tutup transparan, berisi nasi dengan berbagai lauk dan air mineral kecil.
"Lo yang beliin?" tanya Vero.
Mahesa mengangguk.
"Yaudah, gue bayar"
Vero hendak mengambil uangnya dari saku seragam.
KAMU SEDANG MEMBACA
A. C. E (OnGoing)
Teen Fiction**Jangan plagiat nyerempet copy paste** Layaknya api lilin yang rentan mati terembus angin.