PART 20

1.4K 250 25
                                    

Di setiap absen sekolah karena sakit, guru selalu memberikan tugas yang dikirim via Whatsapp agar Mahesa tidak ketinggalan pelajaran dan juga nilai karena Mahesa kalau sudah tidak masuk sekolah pasti lebih dari satu minggu. Dan, Mahesa kalau mengerjakan tugasnya pasti dibantu oleh Okta karena otak Mahesa itu tidak begitu pintar, saat sehat saja dia kewalahan apalagi saat sakit.

Ini hari ke-empat di rumah sakit, kondisinya sudah lebih stabil, jadinya Mahesa berniat untuk mencicil tugas yang sudah dikirim beberapa.

Tapi sejak beberapa menit terakhir, hanya Okta yang serius menjelaskan, sementara perhatian Mahesa sudah entah ke mana.

"Ca, mau udahan dulu ngerjain tugasnya?"

Mahesa menoleh lalu melirik bukunya yang tanpa sadar sudah dia abaikan. Kemudian bahunya luruh seiring dengan  embusan napas panjang.

"Kenapa sih, Ta, orang kok dikasih kelebihan, sementara gue kayaknya nggak."

Okta menatap Mahesa yang ada di hadapannya, anak itu pasti akan memulai racauan random-nya.

"Si Boi walaupun gak pinter tapi dia cakep terus jago olahraga pinter sosialisasi punya tingkat kepedean yang tinggi, temen-temen gue ada yang gak cakep tapi mereka punya otak yang pinter terus bisa banget diandelin, si Vero walaupun cewek aneh tapi dia punya karisma yang kuat selalu keliatan keren, dan lo, lo dapet semuanya, lo cakep, keren, pinter. Sementara gue, gue biasa aja, gak cakep-cakep banget, gak pinter, gak jago olahraga, fisik gue lemah--"

"Ca, dosa tahu ngebandingin diri sama orang lain," kata Okta, menghentikan ocehan Mahesa sebelum ocehan itu merambat terlalu jauh.

Mahesa mengatupkan bibir lalu mengulumnya.

"Gue heran aja, Ta, apa sih kelebihan yang gue punya. Berasa kurang banget gue jadi orang, punya badan juga lemah banget."

"Lo kuat, Ca."

"Secara harfiahnya, Okta. Gue kena panas gak lebih dari se-jam aja pulangnya gue sakit keknya."

Okta menghela napas. Mahesa selalu teguh pada pe-rendahan diri-nya.

"Mau sampe kapan ngebandingin diri sama orang laen, Ca? Apa yang lo dapetin dari itu?"

Mahesa terdiam... kemudian menggelengkan kepala.

"Gak ada yang lo dapet, kan, selain rasa kurang bersyukur? Jangan lagi-lagi ngebandingin kayak gitu. Orang yang keliatannya lebih juga pasti punya kurangnya. Orang gak ada yang lebih-lebih banget, gak ada yang kurang-kurang banget, semua udah diporsinya masing-masing."

Mahesa melipat bibir, kepalanya mengayun pelan. Sepertinya dia sudah mulai sadar.

"Mau lanjut atau nggak nugasnya?" tanya Okta.

Mahesa mengangkat pandang, melirik Okta, lalu mengangguk.

"Lanjut."

"Yaudah, didengerin biar lo ngerti," ucap Okta.

Mahesa kembali mengangguk, kini menujukan perhatiannya pada Okta.

Setelah berperan seperti seorang ayah yang menasehati, Okta kembali berperan sebagai seorang kakak yang membantu adiknya, setelah ini biasanya Okta akan mengambil peran sebagai teman yang menemani Mahesa menonton TV ataupun merakit legonya. Komplit, kan, peran Okta? Tapi dia tidak pernah merasa terbebani, Okta mengambil segala perannya itu dengan senang hati.

--
--

"Okta pacaran ke mana?"

"Gak tahu, nongkrong doang kali di kafe."

"Lo gak pacaran?"

"Nggak, gue jomlo. Lo sendiri, pacar lo ke mana? Gak nelpon?"

Mahesa melirik Fajri, yang beberapa waktu lalu datang karena dimintai tolong oleh Okta untuk menemani Mahesa sebentar--selama Okta pergi dengan Rania, soalnya Mama Yuni sedang sibuk tidak bisa menemani Mahesa malam ini.

A. C. E (OnGoing) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang