PART 9

1.7K 279 27
                                    

Okta sedang menemani Mahesa merakit lego barunya yang dibelikan Fajri. Hanya menemani, tidak membantu. Dari tadi Okta hanya duduk di atas beanbag, menonton Mahesa sembari sesekali membalas pesan dari Rania.

"Ca, kalo adek-adek lo nanti obrak-abrik lego-lego lo, gimana?" tanya Okta, melihat Mahesa yang begitu serius dengan legonya, dia jadi teringat pada dua calon adik yang Mahesa harapkan, bagaimana kalau ternyata mereka nakal dan semua mainan yang selama ini Mahesa jaga dirusak oleh mereka?

Koleksi-koleksi lego milik Mahesa itu terpajang dengan rapi: ada yang di rak, ada yang di meja, ada yang di nakas, dan ada yang disimpan dalam lemari kaca juga. Dengan berbagai macam bentuk: bentuk bangunan, transportasi, robot; dari yang kecil sampai yang besar.

Mahesa juga punya banyak koleksi Minifigure lego, yang dia susun rapi di rak kaca secara khusus.

Pokoknya, ruangan lego kesayangan Mahesa itu akan menjadi surga untuk anak-anak.

"Bakalan lo biarin masuk gak, tuh, bocah-bocah ke sini?"

Mahesa belum menyahut pertanyaan Okta.

"Nangis banget pasti Eca kalo legonya diobrak-abrik."

Okta terkekeh. Kebungkaman Mahesa sudah cukup untuk menjawab pertanyaannya.

"Bukannya gue gak sayang adek, ya, Ta. Tapi lego-lego ini udah jadi adek gue duluan," Mahesa akhirnya menyahut tanpa mengalihkan fokusnya pada potongan lego, yang jika sudah terakit, itu akan terbentuk menjadi sebuah pesawat tempur.

"Okta, Eca, pada makan dulu, ayok."

Kepala Mama Yuni muncul di celah pintu, mengajak makan malam.

Okta bangkit. "Makan, Ca," katanya.

Mahesa memasang potongan lego terakhir yang ada di tangannya kemudian bangkit, dengan berat hati meninggalkan pekerjaannya yang belum selesai.

-

"Ini semua Mama yang masak lho."

Yuni berucap dengan bangga sembari memperlihatkan hasil masakannya.

Mahesa menatap masakan-masakan yang tersaji, tampak normal; tidak ada yang aneh layaknya masakan khas Mama Yuni di masa lalu.

Yuni membagikan piring kepada dua putranya--Okta juga sudah seperti putranya.

"Ayam serundeng. Terakhir Mama mempertanyakan gimana caranya kelapa bisa jadi serundeng," kata Mahesa.

Okta tertawa, mengingat itu. "Diblender terus dijemur," timpalnya, mengulang perkiraan Yuni waktu itu.

Mahesa melirik Okta.

"Progress-nya cepet ya, Ta, kalo ada support system."

Okta mengangguk. "Lancar, Ca."

Yuni pura-pura tidak mendengar ocehan mereka.

"Kapan, Ma, dijadiin? Eca udah gak sabar banget tuh katanya mau punya adek," kata Okta.

Yuni melirik dengan mata yang membulat lebar.

"Kok, Okta tahu?" tanyanya kaget dan delay lalu bola mata Yuni yang melebar itu bergerak ke arah Mahesa.

Mahesa memalingkan wajah.

Yuni kemudian kembali mengalihkan pandangnya pada Okta.

"Belum apa-apa, Ta, makanya Mama belum ngomong-ngomong. Masih tahap saling ngobrol. Kemaren pas Eca sakit juga dia minta maaf gak bisa jengukin, lagi sibuk, katanya, tokonya rame."

"Punya toko apa emangnya, Ma?" tanya Okta.

"Bakery. Loanna Bakery."

"Loanna? Oh, kalo itu aku tahu, Ma, deket kampusku dulu. Tempatnya gede lho itu, terkenal juga."

A. C. E (OnGoing) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang