Hari Senin: upacara.Mahesa melangkah bersama Kalvin menuju lapangan upacara kemudian mereka berpisah langkah saat memasuki lapangan; Kalvin menuju tempat anak kelasnya berbaris, sedangkan Mahesa berjalan jauh ke arah yang lain.
Mahesa melihat Vero, perempuan itu nampak memakai rompi petugas PMR.
Setahunya kemarin-kemarin Vero adalah peserta upacara biasa, kenapa tiba-tiba dia jadi sukarelawan berompi biru yang menjaga di belakang barisan setiap kelas.
Vero yang sedang memandangi Mahesa langsung memalingkan wajah saat Mahesa memergokinya.
-
Suasana lapangan seketika menjadi hening saat pemandu upacara berseru lewat mic-nya.
Setetes cairan merah menetes.
Mahesa menunduk.
Terkejut saat darah cair tersebut keluar dari hidungnya tanpa aba-aba, meluncur cepat mengenai seragam putihnya.
"CA!"
Seruan nyaring dari seorang siswi, membuat semua peserta upacara menoleh.
Mahesa menutupi hidungnya dengan tangan.
"Biar gue aja," kata Vero pada petugas PMR lain yang akan membawa Mahesa.
Vero memegang lengan Mahesa, mengajaknya keluar dari lapangan, melangkah menuju UKS yang ada di samping lapangan.
Darah Mahesa menetes ke tembok sepanjang jalan. Mengundang pandangan ngeri dari siswa-siswi yang ada di sekitar.
Guru yang menjaga di belakang pun bergegas mengikutinya ke UKS.
Mahesa didudukkan di tepi ranjang.
Petugas di dalam UKS memberikan wadah untuk menampung tetesan darahnya dan mengulurkan sebutir obat.
Seorang guru yang menemani Mahesa, menggeleng.
"Dia gak minum sembarang obat," katanya.
Guru pria itu adalah penanggung jawab UKS dan dia sudah tahu tentang Mahesa. Bahkan sampai sedikit mempelajari tentang penyakitnya juga karena hanya Mahesa satu-satunya siswa yang menderita penyakit yang cukup langka itu di sekolah ini.
-
Selesai upacara, Kalvin langsung berlari ke arah UKS. Walaupun tempat kelasnya berbaris dengan tempat Mahesa biasa duduk itu lumayan jauh, dan Kalvin selalu berdiri di jajaran paling belakang; dia memang tidak melihat Mahesa yang dibawa ke UKS, tapi saat mendengar seruan nyaring siswi yang memanggil 'Ca' yang membuat anak-anak kelasnya di barisan depan seketika berdesas-desus, Kalvin langsung bertanya pada anak-anak kelasnya itu dan mendapatkan jawaban secara estafet dari mulut ke mulut. Sejak detik itu dia hanya berharap upacara cepat selesai.
Kalvin masuk ke dalam UKS yang tampak ramai oleh petugas PMR yang baru selesai dengan tugasnya, dan ada beberapa guru juga di sana.
Tampak ada Tante Yuni dan Okta di dekat ranjang. Tapi karena tertutupi oleh beberapa orang, Kalvin jadi tidak bisa menerobos untuk melihat Mahesa.
Saat orang-orang bergerak, membuka jalan, Kalvin juga jadi otomatis minggir.
Dia bisa melihat Mahesa yang duduk di atas kursi roda, menunduk dengan kedua tangannya yang menopang kening.
Darah masih menetes cepat dari hidung Mahesa, terjatuh ke atas lipatan selimut tebal yang diletakkan di atas pahanya.
Okta yang mendorong kursi roda itu, sementara Tante Yuni melangkah di sampingnya dengan tas Mahesa yang tersampir di bahu.
KAMU SEDANG MEMBACA
A. C. E (OnGoing)
Teen Fiction**Jangan plagiat nyerempet copy paste** Layaknya api lilin yang rentan mati terembus angin.