Pening di kepala ditambah denyutan di jari kaki, kedua hal itu membuat Mahesa tidak bisa terlelap nyenyak sampai pagi menjelang.
Mahesa bangun perlahan, menyibakkan selimut, jari jempol kakinya terlihat masih seperti semalam: bengkak dan membiru.
Mahesa mendesah kemudian kembali berbaring. Merutuki penyakitnya yang juga malah berulah di hari penting ini.
-
"Ca."
"Hm."
Mahesa menyahut dengan gumaman, keningnya mengernyit, terlalu pusing untuk membuka mata.
"Kenapa? Lo gak enak badan?"
Mahesa mengangguk.
"Gue kayaknya gak kuat kalo ikut acara," katanya dengan mata yang tetap dipejamkan.
Tidak ingin berpura-pura baik-baik saja karena itu hanya akan mempermalukan dirinya sendiri di hadapan banyak orang jika sampai pingsan atau mimisan di tengah acara akad Yuni dan Dika hari ini.
Okta menghela napas.
Pintu kamar terbuka.
Yuni masuk.
"Ca, kenapa?"
Mahesa membuka mata, dia mengambil kaca mata di sebelah bantalnya lalu perlahan bangun--duduk.
Walaupun dipaksakan duduk dan membuka mata begini membuat dunia terasa bergoyang, tapi Mahesa ingin melihat jelas sang mama yang sudah didandani menjadi pengantin yang cantik. Ujung kebaya putih yang dipakai mamanya menjutai panjang, menyapu lantai saat melangkah. Mahesa merasa pangling melihat Mama Yuni dengan riasan tebal, juga memakai siger berwarna keemasan dengan batu permata yang berkilauan, dan untaian bunga melati. Pengantin tercantik yang pernah Mahesa lihat.
Semakin mendekat, wangi khas pengantin semakin tercium, membuat Mahesa tersenyum.
Tangan Yuni yang berhias hena putih dan kukunya yang panjang rapi menyentuh pipi Mahesa.
"Mama cantik banget," puji Mahesa.
Yuni meneteskan air mata.
Mahesa menarik selembar tisu dari bungkusnya yang ada di samping bantal.
"Jangan nangis, kasian yang udah make-up-innya," kata Mahesa sembari memberikan Yuni selembar tisu itu.
"Pucet banget, Ca."
Tangan Yuni masih meraba kulit wajah Mahesa.
"Maafin Eca, ya, Ma, malah gak enak badan di hari ini. Maaf Eca gak bisa liat Mama sama Om Dika--"
Yuni menggeleng. "Eca harus liat, masa gak liat. Mama mau Eca ada di sana. Ganti baju aja, gak usah mandi, nanti dibantu Okta ke sananya, duduk aja kok, ya?"
Mahesa sangat ingin, tapi apa daya.
"Eca takut bikin acara Mama berantakan kalo tiba-tiba Eca mimisan atau pingsan di tengah acara."
"Nggak, Ca, kamu gak akan kenapa-napa, gak akan pingsan, gak akan mimisan. Nanti makan terus minum obat dulu. Mau Mama yang suapin makannya? Mama bantu gantiin baju dulu deh, ya. Mukanya dilap aja, gosok giginya juga di sini aja, tar Mama ambilin dulu--"
Mahesa meraih tangan Yuni.
"Mama balik lagi aja ke kamar. Eca dibantu Okta aja. Pengantin gak boleh banyak gerak, nanti riasannya rusak."
Yuni menatap Mahesa, menyorotkan pandangan yang seolah tidak tega untuk meninggalkannya.
"Acaranya bentar lagi, Ma. Eca siap-siapnya cepet, kok, gak akan ketinggalan acara."
KAMU SEDANG MEMBACA
A. C. E (OnGoing)
Tienerfictie**Jangan plagiat nyerempet copy paste** Layaknya api lilin yang rentan mati terembus angin.