Chapter - 2
Mati-matian ku tahan kepalaku agar tidak menoleh ke belakang, dimana tempat Atlas dan salah satu sohib dekatnya--Hansel berada.
Duo cogan yang selalu terlihat bersama-sama. Kalau Atlas terkenal karena ganteng dan jago main bola, Hansel sendiri terkenal karena ganteng juga dan sangat cerdas. Anak olimpiade fisika, tapi di gosipkan gay sama cewek-cewek yang pernah ditolak oleh Hansel sendiri.
Teman sebangku-ku jelas ada Amel, seorang cewek bertubuh gendut tetapi berwajah baby face yang sangat-sangat imut, pribadinya selalu insecure sama sepertiku. Dan kami juga punya cowok idola masing-masing di SMA Gemilang.
Aku mengidolakan Atlas yang jago olahraga, dan Amel yang mengidolakan Lukas, ketua Osis SMA Gemilang yang kalau kata Amel mirip-mirip, Nam Joo Hyuk itu--artis Korea.
Entah apa yang membuat kami jadi nyambung, tapi mungkin sepertinya karena sama-sama menyukai seseorang yang tidak mungkin membalas cinta kami dalam diam.
Beberapa kali dapat ku lihat dari ekor mataku, Amel bolak-balik menoleh kebelakang karena di ajak bicara oleh Hansel dan Atlas, entah membicarakan apa. Pokoknya hanya percakapan ringan yang di dominasi oleh hal yang nggak jauh dari kata basa-basi.
Aku sih, hanya berlagak bodo amat, pura-pura nggak perduli, padahal aku pasang telinga tajam-tajam. Hehe.
Bahkan saat itu, Atlas--yang notabene duduk tepat di belakangku menggoyang-goyangkan kursiku dari belakang demi mengajakku bicara aku nggak pernah mau menggubrisnya. Dengan angkuhnya dan tanpa perlu repot menoleh aku langsung menggeser maju kursiku ke depan, pura-pura fokus dengan bu Winda yang sedang membagi anggota struktur kelas. Aku berlagak nggak mau di ganggu. Padahal aslinya aku takut ketahuan kalau lagi blushing.
Sangat menyebalkan, karena saat kursi kayu yang ku duduki ini maju ke depan, dapat ku pastikan meja di belakangku ini pun ikut maju, menempelkan ujung meja nya tepat di belakang kusi-ku.
Suatu hal yang justru membuatku kesal karena mati-matian menahan detak jantungku yang berdetak nggak lagi normal. Kalau saja aku tidak menyukainya, pasti aku sudah menoleh ke belakang dan tanpa ragu menyuarakan ke-tidak nyamananku duduk berada di depannya ini.
Suara desisan Amel tiba-tiba membuatku mau tak mau menoleh ke belakang, dan detik selanjutnya seorang cewek albino yang duduk di hadapannku menoleh ke belakang, dan menatapku tajam, sambil bersungut-sungut.
"Lo kemaj--" Amel belum sempat melanjutkan ucapannya.
"Lo kenapa, sih, daritadi maju-maju mulu? Gue sesek ini!"
Aku membuka mulutku, menganga. Lantas dengan refleks ku tolehkan kepalaku ke samping menatap Amel yang letak mejanya sudah setara dengan kursiku.
"Lo kenapa maju-maju, Lun?" Amel terkikik tanpa dosa, dia pasti sudah jelas paham kenapa aku melakukan hal ini.
"Itu yang di belakang, kenapa ribut-ribut?"
Suara bu Winda tiba-tiba mengintrupsi gerakanku. Yang berusaha untuk mengembalikan mejaku ke posisi semula.
"Ini buk, orang belakang daritadi maju-maju terus," suara cewek albino ini berceloteh gemas, bahkan berusaha mendorong mejanya kedepan untuk bisa berdiri. Dia kembali menoleh ke arahku, "Kenapa sih, maju-maju terus?" Tanya nya lagi.
"Iya, ini mau mundur." Jawabku tak acuh, lantas dengan wajah yang ku buat se santai mungkin aku menoleh ke belakang, memberanikan diri agar bisa menegur Atlas yang sekarang dengan santainya sedang merenggangkan badan. "Lo, bisa mundur nggak?"
![](https://img.wattpad.com/cover/338095953-288-k182764.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Silent Love
Genç KurguDiam kan bukan berarti aku nggak se-suka itu sama Atlas. Aku mencintainya bertahun-tahun, dalam diam. Nggak banyak yang tau tentang itu karena pada awalnya pun, aku nggak pernah membayangkan kalau cintaku akan terbalaskan. Tapi kenapa semakin kesini...