Chapter - 6
"Lesu amat, sih, kayak belum di semangatin, Ayang!"
Kepalaku menoleh perlahan melihat ke arah Lavina yang dandanannya sudah tampak rapi. Jika biasanya aku akan sangat senang sekali menghina penampilan bocah itu meski dia tampil bagus, sekarang aku sudah tidak punya gairah lagi. Ibarat kata, aku sudah nggak punya energi lagi. Meski untuk julid sekalipun.
Omong-omong, ngapain bocil kematian itu masuk ke kamarku dan mendadak basa-basi seperti ini. Pasti ada maunya.
Nah, kan, benar! Ternyata dia mau minta parfum mahal-ku.
Suara semprotan parfum ku yang disemprot secara membabi-buta oleh Lavina sementara kubiarkan saja. Aku lagi tak ber energi.
Hingga beberapa waktu...
Tapi, kok?! Lama-lama bikin emosi, ya!
"Kamu mau ngabisin parfum, kakak?!"
Aku segera bangkit dari ranjang dan buru-buru menyelamatkan parfum baccarat kesayanganku. Hadiah ulang tahunku, tahun lalu, dari Bunda. "Pakai parfum orang itu kira-kira, dong. Kakak aja pakai biasanya tiga semprotan, doang! Kamu seenak jidat nyemprot sana-sini kayak lagi nyemprot Kispray!"
"Cuma beberapa kali doang kok, nyemprotin-nya," Lavina berusaha membela diri.
"Kamu pikir kakak budeg!" Teriakku.
Kesel banget, asli! "Kamu itu udah nyemprot duabelas kali, tahu! Duabelas kali itu bukan beberapa!"
"Yaudah, sih, kak! Pelit banget jadi orang. Anak cewek nggak boleh pelit, lho. Ntar cowok yang kakak suka, nggak mau suka balik!"
"HEH!! SIALAN YA, KAMU!" aku memaki, kesal. Sudah di kasih parfum, malah nyumpahin aku nggak disukain balik sama cowok yang aku suka.
"Punya adik satu kok nyebelin banget!"
Lavina ngacir keluar dari kamarku sambil teriak-teriak memanggil Bunda. Pasti dia mau mengadu yang aneh-aneh.
Tapi omong-omong, emang benar, ya, apa yang di bilang Lavina tadi? Aku belum pernah dengar dari orang-orang.
Mck! Apa bocah itu tadi sedang mengejekku? Atau hanya mengarang saja?
Bodo amat! Bodo amat!
Aku kembali membaringkan diri di atas ranjang, memilin-milin ujung piyama tidurku yang bergambar kartun favorite ku sepanjang masa, Doraemon.
Pikiranku kembali berkelana memikirkan kejadian di lapangan futsal beberapa waktu lalu, hingga akhirnya kegiatanku dikejutkan oleh suara dering panggilan dari ponselku sendiri.
Bondaa💗
Ada apa gerangan? Di dalam satu rumah yang sama, tapi boros kuota. Pakai nelpon-nelpon, segala. Biasanya juga teriak.
"Halo, Bun. Kenapa?"
Suara deru mesin kendaraan yang menyapa telingaku seketika menimbulkan sebuah garis-garis di dahiku, "Bunda mau kemana?"
"Malam mingguan, dong," balas Bunda santai, sambil cengengesan. Aku langsung tak habis pikir.
"Kok, nggak ngajak Luna?" Semburku, sedikit tersulut emosi. Pasti Bunda dan Ayahku, terlebih Lavina akan jalan-jalan, dan shopping. Aku jelas nggak terima, lah. Pokoknya aku mau marah. Pantas saja tadi Lavina rapi banget.

KAMU SEDANG MEMBACA
Silent Love
Novela JuvenilDiam kan bukan berarti aku nggak se-suka itu sama Atlas. Aku mencintainya bertahun-tahun, dalam diam. Nggak banyak yang tau tentang itu karena pada awalnya pun, aku nggak pernah membayangkan kalau cintaku akan terbalaskan. Tapi kenapa semakin kesini...