5 - Aqua Dingin

323 38 158
                                        

Chapter - 5

Terlambat masuk kelas berdua dengan Atlas itu bukanlah suatu hal yang patut aku syukuri ternyata. Meski aku terlihat jadi berduaan sama Atlas tapi jujur saja hal itu nggak benar adanya.

Daritadi juga, aku nggak pernah di ajak bicara. Ah, kecuali percakapan singkat di halaman sekolah tadi. Sisanya sama sekali nggak ada.

Senyumku saja nggak di respon.

Pokoknya aku terus berjalan di belakang Atlas. Ikut memijaki keramik yang habis dia pijak, sampai aku nggak sengaja menubruk punggungnya yang tiba-tiba berhenti.

Saat sudah terjadi adegan seperti itu pun, dia hanya menatapku datar tanpa ekspresi. Biar ku jelaskan sedikit, ya! Kalau kalian ke toko bangunan, coba lihat triplex deh, muka nya Atlas mirip triplex yang di jual di toko bangunan itu soalnya. Datar-datar bercorak nggak menentu.

Di bilang datar tapi muka nya kelihatan rada senewen. Untung ganteng.

Saat sampai di ambang pintu kelas, dapat ku lihat berbagai tatapan penuh arti yang di lemparkan teman-teman sekelasku, kepada ku.

Jujur aku nggak begitu mencari tau arti tatapan itu, karena pandanganku langsung tertuju kepada Amel yang tersenyum lebar sambil melambaikan tangannya kepadaku.

Ku dengar Atlas izin masuk kelas kepada Miss Erna-guru Bahasa Inggris, sekaligus minta maaf karena sudah masuk terlambat di jam pelajarannya. Sedangkan aku? Aku masih terus setia mengintili Atlas dari belakang. Tidak melakukan hal yang sama. Anggap saja sudah di wakilkan oleh Atlas.

Saat baru saja mendaratkan bokongku di kursiku sendiri, mataku langsung tertuju ke arah laci meja Atlas. Ada sekitar empat amplop berbeda warna yang bertumpuk nggak beraturan, disana. Beberapa buah cokelat silverqueen dan cadbury dairy milk.

Berbeda denganku yang terheran-heran mempelototi pemandangan itu, Atlas yang notabene sang penerima hanya melirik sekilas, sebelum mengambil surat dan cokelat itu untuk dimasukkan ke dalam tas nya.

Seketika aku menelan ludah. Ada pesan yang baru saja masuk dari Amel. Ku lihat cewek itu memberiku kode yang sama sekali nggak ku mengerti.

Amelina : Lo tadi di cari Megan.

Megan? Megan siapa? Aku berpikir sekeras mungkin. Astaga!

Aku : Jangan bilang!! Megan mantannya Atlas!!

Amelina : Sorry, Lun. Gue harus bilang meski udah lo larang. Tapi yang nyari lo tadi emang Megan. Mantannya Atlas.

Mati aku!! Belum sempat aku merutuki nasib yang akan menimpaku saat bertemu Megan, nanti. Nasib nggak mendukung kembali mengejutkan jantungku.

Atlas merebut ponselku dan membaca pesanku dan Amel.

"Balikin Hp gue," kataku sambil berdesis. Ku kira Atlas akan menahannya, tapi ternyata tidak. Dia segera mengembalikannya kepadaku tanpa berkata apapun.

Aku langsung kicep dibuatnya. Ku lirik Atlas lewat ujung mataku lantas dengan setengah kesal ku tendang sepatunya sampai bergeser.

"Kenapa takut sama Megan?" Atlas menolehkan kepalanya dan bertanya, "Dia bukan mantan gue." Katanya.

Aku mengernyitkan dahi, tapi tak urung menyuarakan kekesalanku, "Lain kali jangan rebut Hp gue sembarangan! Nggak sopan tau!" Balasku emosi.

Omong-omong, ingin ku beri tau satu rahasia? Anak perempuan, kalau gampang marah sama cowok, artinya dia naksir cowok itu. Aku pernah baca itu di majalah remaja. Dan, kurasa itu benar.

Silent LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang