Chapter - 8
Jam pulang sekolah, hari ini Atlas akan ada latihan futsal di salah satu gedung olahraga yang tidak jauh dari sekolah ini. Tentu saja dari dalam lubuk hatiku, aku ingin sekali menonton Atlas latihan, tapi saat mengingat perkataanku di kantin saat jam makan siang tadi aku perlahan jadi punya hasrat untuk mengurungkan niatku. Sebenarnya, sih, karena takut dicemooh oleh kedua sahabatku yang sekarang lagi buang hajat ke toilet. Lagian, kenapa juga tadi aku harus ngomong begitu, sih? Haduhh.
"Anak futsal rajin banget latihan, ya? Tumben, biasanya seminggu cuma dua kali doang."
Aku memposisikan indra pendengaranku dengan serius, supaya bisa mendengar percakapan beberapa siswi yang sedang berbincang sambil berjalan tepat di hadapanku.
"Denger denger, sih, bentar lagi mau ada turnamen. Makanya mereka giat banget, latihannya."
"Lah, iya, ya? Kapan, emang?"
"DORRR!!"
"ASTAGHFIRULLAH!!" Aku memegang dadaku sambil memeriksa keadaan jantungku yang ternyata masih ada. "Lo berdua apaan, sih! Ngagetin tahu!"
Cengiran lebar Irma dan Amel membuatku tersadar sesuatu, aku langsung meggeplak lengan Irma sampai dia mengaduh. "Anjirr, gara-gara lo berdua, gue jadi nggak bisa denger hal penting tahu, nggak?"
"Hal penting?" Celetuk Amel heran, lantas langsung tersenyum jenaka menatapku, "Gue Tebak, hal penting tentang si Globe itu, kan?"
"Udah jelas, dong!" Pekik Irma, kali ini aku langsung berdesis sambil meletakkan jari telunjuk di depan mulut.
"Kan gue nggak sebut namanya," Ujar Amel berusaha mengecilkan volume suara, "Tadi gue nyebutnya, Globe."
Aku berdecak, memasang tampang serius.
"Emang ada ya, orang yang model move on nya cepet banget, gitu?"
Aku melotot horor menatap Irma yang baru saja bicara, "Ngeremehin gue, ya?" Kesalku.
"Enggak, cuma heran aja," balas Irma diplomatis, sambil menggiring kami berdua agar segera berjalan keluar koridor. Soalnya sejak tadi banyak sekali orang-orang yang terlihat merasa terganggu dengan kehadiran kami bertiga yang berkumpul di tengah jalan.
"Heran?"
Irma dan Amel mengangguk bersamaan, dan hal itu membuatku menerka-nerka hal yang tidak baik. Pasti mereka berdua sibuk membicarakanku saat meninggalkanku ke toilet beberapa waktu lalu.
"Kalau gue di posisi lo, gue pasti nggak bakalan nyerah, apalagi langsung bertekad punya pemikiran seperti yang lo pikirin."
Otakku laoding, dan kata, "Hah?" Keluar begitu saja dari mulutku.
Irma berdecak sambil memijat kepalanya dramatis, "Hadeeh, nih anak emang, nggak ngerti juga! Jelasin, Mel!"
Arah pandangku langsung teralih kepada wajah bulat Amel yang selalu enak dipandang, imut banget, pokoknya jelas berbeda dibandingkan wajah Irma yang raut galaknya ngalahin karakter ibu tiri yang ada di sinetron-sinetron.
"Lunaa.." Amel memulai perkataannya dengan memanggil namaku dengan lembut.
"Take it easy, Mel, take it easy," kataku kemudian, tersenyum lebar menatap wajah Amel.
"Lo yakin, beneran nggak se suka itu sama si Globe?"
Aku mengernyit.
"Nggak mungkin, Luna. Kita berdua itu tahu, lo tuh, orangnya gimana.."
"Gue gimana emang?"
"LABIL!"
Aku begitu syok mendengar teriakan Amel, barusan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Silent Love
Novela JuvenilDiam kan bukan berarti aku nggak se-suka itu sama Atlas. Aku mencintainya bertahun-tahun, dalam diam. Nggak banyak yang tau tentang itu karena pada awalnya pun, aku nggak pernah membayangkan kalau cintaku akan terbalaskan. Tapi kenapa semakin kesini...