1 - Stalker

519 83 532
                                    

Chapter - 1

Sepertinya julukan stalker sejati sangat cocok untuk melabeli belakang namaku saat ini. Seperti detektif yang menjadi mata-mata di film cold eyes. Aku patut di cap sebagai cewek penguntit nomor satu tanpa ketahuan. Sepertinya waktu hampir dua tahun lama-nya sudah cukup untuk dijadikan label masa training.

Di sebelahku berdiri satu orang cewek cantik, sohibku dari kelas X, bernama Irma, salah satu siswi yang juga dari kelasku berada--ya, setidaknya sebelum pengumuman pembagian kelas XII di resmikan. Semoga saja kami satu kelas lagi. Irma ini tubuhnya lebih tinggi dariku, dengan dandanan korean style banget. Kalau dilihat dari radius 50 KM pun, orang-orang langsung tau kalau cewek ini cinta mati sama profesi menjadi fangirl K-pop. Terbukti dari semua benda dan aksesoris kepunyaannya yang gambarnya Taehyung semua.

"Eh, Lun." Irma tiba-tiba ingin berkomentar, yang hanya ku balas dengan deheman sekenanya. "Mending lo gas langsung aja deh. Daripada main petak umpet begini. Kalau lo diem diem aja juga dia nggak bakalan tau tentang perasaan lo yang drama abis, ini. Gengsi ya?" Tanyanya, "emang lo nggak mau Atlas tau kalau lo hidup di benua Asia ini?"

Tanpa perlu repot membalas celotehan Irma yang kalau di pikir-pikir memang ada benarnya itu, mataku sontak melebar nyaris lompat saat melihat sosok itu yang sudah berjalan penuh ego ke arah lapangan futsal. Sosok tinggi yang hampir dua tahun lalu sempat menanyakan namaku, sosok yang hampir dua tahun lalu pernah dengan perhatian menempelkan plaster ke lututku yang sedang terluka karena jatuh dari motor, sosok yang juga pernah mau tertawa lepas sambil mengejek name tag MOS ku.

Sungguh sebuah kilas adegan romantis nyata yang pernah ku alami dengan satu-satunya cowok yang dipuja-puja banyak siswi di SMA Gemilang. Mati-matian aku menahan nafasku melihat senyuman miringnya yang kini ditampilkan langsung ke arah kami, suporter abadi dan fans beratnya. Satu kata yang langsung keluar begitu saja dari mulutku, "keren!"

Dia benar-benar keren. As, the real definition of a perfect guy in the world!

Dia itu, ganteng, kaya dan pintar, hanya saja sedikit lebih nakal.

"Duh, mau muntah gue lihat tingkah lo," suara Irma yang terdengar kesal lagi-lagi mengintrupsi teriakan dan aksiku yang sejak tadi berteriak heboh menyemangati cowok keren idolaku itu dari kejauhan.

Sebenarnya aku tidak mengamati permainannya yang sibuk berebut bola itu, melainkan hanya melihat seluruh gerak-gerik yang dia lakukan. Pokoknya apapun yang Atlas lakukan, aku selalu ingin ikut andil di dalamnya meski hanya menjadi seorang penonton. Itupun hanya dari kejauhan.

"Setidaknya lo berdiri di depan sono, noh! Gabung sama yang lain. Supaya si Atlas juga bisa lihat muka lo, bisa tau kalau sebenarnya itu, ada lo yang bernafas di dunia ini sebagai salah satu fans beratnya."

Aku merotasikan bola mataku, lantas menoleh ke arah Irma yang sudah menekuk mukanya dengan pandangan jengah menatapku.

"Gue laperr, Laluna Marissa!" Teriaknya menggebu-gebu.

Aku dengan cepat meraih ponselku dari saku almamater dan mengecek notifikasi yang baru saja muncul dari sana, "Amel udah arah kesini kok. Bilang sama perut lo, bentar lagi dia di kasih makan."

"Gue pengin bakso micin, btw."

Aku berdecak malas, "Lo tega banget sih, Ir. Sekali ini aja temenin gue."

"Percuma Lun, jadi suporter di sini juga. Nggak kelihatan!"

Aku terkekeh, "Nggak-papa kalau dia nggak bisa lihat gue. Gue juga nggak pengin di lihat. Yang paling penting itu gue yang bisa ngelihat dia," kataku jujur. Memang benar. Aku tidak perlu repot-repot berharap dia melihat kepadaku. Karena bagiku melihatnya dengan gamblang meski itu hanya dari kejauhan sudah cukup untuk membuat hari-hariku jadi senang dan bersemangat.

Silent LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang