bag 05. Rencana.

372 51 4
                                    


****

"Aku akan pergi sendiri. Tunggu saja di mobil, Ge." Xiao Zhan bergegas turun dari mobil. Jiyang tak sempat mencegahnya, dan hanya melihat punggung Xiao Zhan yang mulai menjauh. Masuk ke dalam gerbang yang memang terbuka. Zhan melihat sekeliling, tempat itu sepi, tak seperti yang ada di bayangannya mengenai sebuah panti asuhan. Di mana banyak anak berlarian kesana kemari dan bermain, panti asuhan ini cukup sepi, hanya ada beberapa remaja yang tampak sedang beres-beres di lorong.

"Permisi, ada yang bisa di bantu?" seroang wanita menyapanya, saat melihat Xiao Zhan tampak mencari sesuatu.

   Xiao Zhan menggeleng pelan. Saya hanya ingin melihat-lihat, apa boleh?" wanita itu tersenyum, lalu mempersilahkan.

"Mari saya akan menunjukkan jalan." wanita itu sudah terbiasa. Banyak Orang yang datang untuk melihat, ada yang hanya benar-benar melihat, tapi ada juga orang yang tiba-tiba berdonasi di panti asuhan itu.

"Terima kasih." Zhan berjalan di samping wanita itu yang sesekali menjelaskan tentang tempat itu. Saat hampir melewati sebuah ruangan  wanita itu menegur seseorang.

"Lyn, apa yang kau lakukan." seorang gadis terkejut saat melihat wanita itu.

"Ma.maaf Bibi, aku hanya ..."

"Pergilah ke kelasmu, bukankah kau ada kelas?"

"Iya, Bibi." gadis muda itu berlari pergi dengan terburu-buru. Zhan hanya menatapnya saja.

"Apa ada masalah?" Wanita itu tersenyum lagi dan berkata.

"Dia gadis yang baik, hanya saja setelah kakaknya meninggal dia jadi sulit di atur."

"Kakaknya, meninggal?" Zhan merasa jantungnya tiba-tiba berdebar, dia sedikit berharap mendapat sesuatu.

"Iya, beberapa bulan lalu, Kakaknya meninggal, setelah itu dia jadi seperti itu. Ruangan tadi itu adalah kamar Kakaknya."

"Apa kakaknya seorang wanita?"

"Benar, dia gadis muda yang baik, sayangnya dia mengalami kecelakaan dan meninggal dunia." nafas Zhan sedikit memburu mendengar hal itu. Jangan-jangan gadis yang di ceritakan oleh salah satu pengasuh di panti itu adalah gadis yang sama yang telah mendonorkan jantung untuknya.

"Jika boleh tau, apa boleh aku tau namanya?" semakin bertanya, semakin berdebar pula jantung Zhan. Wanita itu terdiam sesaat lalu menjawab.

"Cheng Xiao." seakan ada benang putus di tubuhnya yang membuat dia hampir kehilangan akal.

"Oh, maaf jika pertanyaan saya membuat anda tidak nyaman." wanita yang di ketahui bernama Fuu Niang itu menggeleng pelan.

"Manusia hidup, ada kalanya untuk mati, dia orang yang baik, tuhan mengambilnya lebih dulu, agar tidak merasakan kerasnya kehidupan di dunia." Zhan hanya diam saat wanita itu menjelaskan beberapa ruangan dan tempat-tempat yang di gunakan oleh anak-anak di panti asuhan itu.

"Baiklah, Bu. Kalau begitu, saya pamit." setelah menandatangi sebuah surat di mana Xiao Zhan memberikan donasi berupa uang sebesar 3 juta Yuan. Dan itu bukan atas namanya, melainkan atas nama kemanusiaan. Zhan tidak mau menyebutkan namanya dan hanya mengatakan bahwa dia hanya orang lewat.

   Song Jiyang melihat Xiao Zhan keluar dari gerbang, saat masuk ke dalam mobil, Jiyang langsung bertanya.

"Bagaimana?" Zhan diam menatap lurus ke depan, sebelum tatapannya jatuh ke sebuah tas yang sejak tadi ia pakai.

"Aku mendapatkannya." Zhan mengambil sesuatu dari dalam tas itu. Sebuah buku berwarna abu-abu dengan gradasi warna merah muda. Jiyang ikut melihat buku itu.

   Saat Zhan bersama Fuu Niang tadi, dia sempat meminta ijin pergi ke toilet, padahal sebenarnya dia pergi ke kamar Cheng Xiao dan menemukan buku itu tergeletak di atas meja belajar. Karena penasaran, Zhan mengambilnya dan membaca beberapa kata, hanya dengan beberapa kata itu saja, Zhan tau bahwa buku itu penting bagi Cheng Xiao, Zhan mengambilnya tanpa pikir panjang. Dalam hati dia berkata, 'Cheng Xiao, maaf kan aku karena tidak sopan sudah mengambil barang milikmu tanpa ijin.'

"Apa itu miliknya?" Zhan mengangguk.

"Ge, ayo kita pulang." Jiyang mengangguk setuju, lalu segera mengantar Zhan pulang ke rumahnya.

****

   Zhan menatap buku milik Cheng Xiao dalam diam, perlahan membaca halaman pertama buku itu.

'Hari ini sekolah kedatangan murid baru, dia sungguh manis, namanya Lee Ying. Dia baru saja di telantarkan oleh orang tuanya. Mengapa mereka tega pada anaknya sendiri.'

Halaman selanjutnya.

'Sudah kuputuskan. Aku akan pergi dari sini, mungkin akan sulit kembali lagi, tapi aku sudah memutuskannya.'

'Hari ini aku benar-benar meninggalkan Ài méiguī, entah kapan aku bisa kembali. Aku akan pergi ke Qinghai dan membantu di sana. Semoga saja kehadiranku bisa sedikit membantu.'

'Akhirnya aku sampai di Qinghai. Kota yang indah ini benar-benar berantakan sekarang. Banyak sekali tempat pengungsian di dirikan. Ku harap tidak ada gempa susulan yang akan terjadi.'

'Banyak sekali orang yang membantu di sini. Aku seakan memiliki keluarga baru. Awalnya aku ragu, tapi sekarang aku merasa nyaman di tempat ini.'

'Aku harus kembali ke Beijing. Akhirnya aku bisa lulus dati universitas, setidaknya aku memiliki ijasah, dan aku akan mempergunakannya dengan baik.'

"Dia orang yang sangat baik." Zhan menutup buku itu. "Qinghai, bukankah Kuan Ge juga ada di sana." Zhan menatap buku itu lagi, lalu menatap pantulan dirinya di depan cermin. "Aku merasa bukan diriku."

*****

   Zhan mengemasi barang-barang miliknya ke dalam tas ransel berukuran sedang, dia juga membawa beberapa camilan dan pakaian, tidak lupa beberapa lembar uang yang ia ambil saat pergi bersama Song Jiyang terakhir kali. Sudah satu minggu berlalu, dan dia terus bermimpi hal yang sama, Cheng Xiao terus menemuinya di dalam mimpi, Zhan merasa tidak tenang. Jadi dia memutuskan untuk pergi ke Qinghai dan melihat apa yang sebenarnya di inginkan Cheng Xiao di sana.

"Semoga saja aku akan mendapatkan jawaban." Zhan meninggalkan sebuah surat di atas tempat tidur, dia memang tak memberi tahukan tentang rencana kepergiannya ke Qinghai, dia tau pati kedua orang tuanya akan melarangnya pergi, jadi beberapa hari lalu, Zhan sudah mendaftarkan diri untuk menjadi suka relawan di Qinghai dan akan berangkat malam nanti ke sana. Dia tidak tau apa yang menantinya di depan sana, yang pasti, ini adalah langkah pertamanya untuk mencari tau tentang Cheng Xiao. Seorang gadis yang sudah mendonorkan jantung untuknya, dan seorang gadis yang terus muncul di dalam mimpinya.

*****

*****

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Salju Yang PanasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang