bag 03. Siapa Pendonornya?

600 73 0
                                    

****

  Xiao Haikuan dikenal sangat tegas dan ditakuti oleh bawahannya, dia adalah komandan tentara angkatan Udara termuda di devisinya. Selain di kenal tegas, pria yang kerap di sapa Komandan Kuan itu sangat dingin dan kaku, tidak ada yang berani mengganggunya, terlebih saat sudah di situasi serius seperti saat ini.

"Lapor, Komandan. Ada beberapa jasad yang kembali di temukan."

"Berapa banyak?"

"214 jasad dan ada sekitar 870 jiwa yang dinyatakan hilang." Kuan menghela napasnya berat, sudah hampir satu bulan lamanya ia ada di kota itu, gempa berkekuatan 7,6 skala richter itu melanda daerah perbatasan, mengakibatkan ketusakan parah dan korban yang tak terhitung jumlahnya.

"Teruskan pencarian, dan laporkan berapa besar kerusakan yang di alami."

"Laksanakan Komandan!" mereka bergegas pergi, Kuan memijit oangkal hidungnya, kepalanya terasa sakit, akibat berhari-hari tidak tidur dengan benar. Bagaimana bisa dia tidur dengan tenang saat gempa terus terjadi walau dengan skala yang lebih kecil. Kuan juga tidak hanya duduk diam di tenda memeriksa dokumen. Tapi dia juga berpatroli bersama timnya ke tempat-tempat terjadinya gempa, menyusuri tempat itu apakah masih ada orang yang hidup atau tidak. Kalaupun tidak, setidaknya dia menemukan jasad mereka.

   Kuan membawa beberapa orang dari timnya untuk menyusuri di sekitar perbatasan, banyak sekali bangunan tang hilang dan ambruk rata dengan tanah, ini adalah gempa terbesar yang pernah dia tangani selama menjabat sebagai Komandan.  Dan itu cukup membuatnya kewalahan. Semoga saja tidak akan ada hal buruk selanjutnya.

"Komandan, ada seseorang di bawah sini!" teriak He Peng, salah satu orang yang masuk dalam tim pencariannya itu mendengar sesuatu dari bawah reruntuhan. "Sepertinya suara seorang anak kecil." katanya lagi.

"Cepat bongkar!" Kuan membantu yang lain memindahkan reruntuhan agar bisa terlihat di bawah sana, memang terdebgar suara anak kecil yang meminta pertolongan.

"Komandan, sudah terlihat." semakin di gali, suara itu semakin jelas terdengar. Kuan segera menarik reruntuhan besar dinding yang menghalangi, terlihatlah dua bocah kecil yang saling berpelukan, mereka terjebak di tempat semacam gorong-gorong yang terbuat dari baja. Ada dua kantung besar berisi sampah makanan yang entah mereka dapat dari mana.

"Apa kalian baik-baik saja?" Kuan mengelurakan satu persatu bocah itu dari sana. Keduanya menangis kecang dan tubuhnya bergetar.

   Mereka bilang, mereka baru saja pergi berbelanja bersama kedua ornag tua mereka, dan saat terjadinya gempa, kedua orang tuanya sedang pergi ke rumah tetangga, kedua anak itu sedang membantu mengeluarkan belanjaan dari mobil, dan gempa itu datang. Karena panik, keduanya lari menuju gorong-gorong di sampibg rumahnya yang memang di buat untuk bermain. Ayahnya yang membuatnya, katanya tempat itu sangat aman, bahkan jika terkena Bom. Padahal kedua abak itu menyangka ayahnya hanya bercanda, akan tetapi ternyata ayahnya benar. Saat gempa terjadi, mereka selamat berkat masuk ke tempat itu, dan membawa dua kantung besar berisi makanan.

   Kuan mendengar itu ikut bersyukur, setidaknya dua anak itu aman, walaupun dia yakin kedua orang tuanya sudah menjadi salah satu korban dalam gempa itu.

"Lapor komandan, kantor pusat mengabarkan ada getaran di daerah selatan, kemungkinan akan terjadi gempa susulan."

"Segera bergegas!"

"Laksanakan!"

****

Sementara itu ...

"Jie, apa aku boleh bertanya?" Hari ini adalah hari di mana Xiao Zhan melakukan pemeriksaan rutin. Ini sudah 4 bulan berlalu sejak operasi transplantasi jantung yang di lakukan Xiao Zhan. Wanita yang dia panggil Kakak itu adalah perawat yang bersamanya bahkan sebelum Xiao Zhan operasi. Keduanya cukup dekat, Xiao Zhan sering bermanja dengannya dan menganggap wanita itu adalah kakaknya sendiri. Wanita itu bernama Jiang YanLi, perawat berhati lembut dan baik, dia selalu tersenyum di manapun dan kepada siapapun.

"Apa itu?"

"Siapa pendonor itu?" Yanli terdiam sesaat, lalu tersenyum seperti biasa?"

"Mengapa Tuan muda ingin tau?"

"Jie, jawab saja pertanyaanku!"

"Prosedur rumah sakit, tidak boleh memberitahu identitas, apa Tuan muda lupa?"

"Tapi, Jie. Aku ingin tau, apa benar ..." Xiao Zhan tampak ragu berucap, "pendonor itu adalah wanita?" YanLi tersenyum lagi.

"Bagaimana Tuan muda tau?"

"Jadi benar? Aku hanya menebaknya saja. Lalu, siapa namanya, aku ingin tau, Jie."

"Maaf Tuan muda, itu bukan hal yang bisa saya katakan." Xiao Zhan cemberut seperti biasa. YanLi terkekeh pelan, Tuan muda yang dia rawat ini begitu manja dan mudah kesal pada hal apapun, tapi dia lebih sering terlihat manis.

"Sudahlah, tidak mau bicara lagi. Apa sudah selesai?"

"Sudah, bagaimana perasaan anda? Apa ada hal yang di rasakan?" Xiao Zhan menyebtuh dadanya sendiri, lalu menggeleng pelan.

"Tidak, aku tidak merasakan apapun."

"Syukurlah kalau begitu. Aku akan datang dua minggu kemudian. Walaupun keadaannya sudah membaik, tapi jangan terlalu mrmaksakan diri."

"Aku mengerti Jie." YanLi pergi meninggalkan ruangan itu. Xiao Zhan masuk ke kamar mandi, menatap pantulan dirinya di cermin, kaus putih yang dia kenakan membuat bekas luka operasi yang ada di dadanya tidak terlihat, Xiao Zhan menyentuhnya lagi. Mengangkat kausnya hingga terlihatlah luka bekas operasi itu.

"Sebenarnya ... Siapa gadis itu?"

****"

Salju Yang PanasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang